Piodalan Nadi dan Pamlaspas Bangunan Pura Pajenengan Panji Sakti

Pura Pajenengan Panji Sakti
Taruna Goak menyambut Ida Betara Panji Sakti sebelum masucian ke Segara Penimbangan, saat piodalan, Sabtu (3/5/2023).
Bagikan

Pasukan Taruna Goak Sambut Ida Betara

BULELENG, diaribali.com – Seluruh Pangemong, Pangempon dan Panyungsung Pura Panjenengan Panji Sakti, Desa Panji, Sukasada, Buleleng, bersukacita menyambut piodalan nadi. Disebut piodalan nadi karena piodalan saban Tumpek Landep bertepatan dengan Purnama (Sada), Sabtu (3/6/2023). Siklus ini terjadi tiap 12 tahun sekali.

Piodalan kemarin juga dirangkai dengan upacara pamlaspasan bale kulkul dan palinggih lebuh. Plang nama pura, bale pesandekan dan fasilitas toilet juga tampak rampung, melengkapi kebutuhan umat di nista mandala. Bangunan baru tersebut bersumber dari Hibah Pemkab Buleleng tahun 2022 sebesar Rp. 200.000.000

Kelihan Pangemong Pura Panjenengan Panji Sakti I Gusti Ngurah Agung Ade Panji Anom, menjelaskan, yang spesial dari piodalan nadi adalah sesolahan Tari Taruna Goak, dan Ida Betara katuran masucian di Segara Penimbangan.

I Gusti Ngurah Agung Ade Panji Sakti

Pasukan/Bala Goak menyambut Ida Betara sebelum diiring ke segara. Demikian juga saat kembali dari segara. Megoak-goakan dikenal sebagai sebuah tradisi turun temurun di Desa Panji. Konon megoak-goakan berasal dari Pasukan Taruna Goak yang menjadi pasukan elite Kerajaan Buleleng.

Pasukan Taruna Goak ini yang berhasil menaklukan Kerajaan Blambangan, Pasuruan, serta Jembrana, dalam jajahan Kerajaan Buleleng. Megoak-goakan adalah cara Raja Panji Sakti dalam membangkitkan semangat warga.

Sebelum melakukan ekspansi ke tanah Jawa, Sang Raja terlebih dahulu membangun kesejahteraan warganya. Memenuhi sandang, pangan dan papan. “Beliau tidak memosisikan diri sebagai penguasa, karena kekuasaan tertinggi ada pada rakyat,” kata Gusti Anom Panji.

Megoak-goakan kemudian bermetamorfosis sebagai sebuah tradisi dan permainan rakyat. Tradisi ini dimulai sejak masa pemerintahan I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti pada abad ke-17, dan bertahan hingga kini.

“Keberadaan pura ini merupakan episentrum pemersatu keturunan-keturunan beliau dalam melanjutkan kewajiban kepada masyarakat Buleleng meski kami lebih bergerak di bidang budaya,” Gusti Panji Anom.

Pura Pajenengan Panji Sakti, yang dulunya bekas istana kerajaan dan moksa I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti mengandung nilai-nilai historis mendalam, mulai dari pra kolonial, era kolonial, pasca-kolonial dan era kemerdekaan.

Di zaman penjajahan Belanda, para pejuang rakyat berkumpul di tempat ini untuk menyusun strategi gerilya, memohon petunjuk kepada Ida Betara, sekaligus menjadi tempat berlindung dari serangan musuh.

“Sehingga muncul sebuah sumpah, kapan Indonesia merdeka, maka tempat ini akan ditata kembali menjadi sebuah pura. Jadi dari tempat ini kita duajarkan nasionalisme, demokrasi, semangat perjuangan dan ilmu kepemimpinan yang benar-benar menyejahterakan masyarakat,” imbuh Gusti Panji Anom.

Berdasarkan catatan Puri Anyar Sukasada, Pejenangan Panji Sakti diangun tahun 1620, tepatnya saat I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti mulai nampak sebagai penguasa di wilayah Denbukit. Sementara, petugas pemungut pajak Belanda mencatat keberadaan pura ini 1886.

Seperti umumnya pura di Bali, tempat suci yang terbuka untuk seluruh umat Hindu, bahkan muslim (krama tatadan), ini, terdiri dari tiga mandala; nista, madya dan utama. Sebelum sembahyang, pamedek wajib menghaturkan sembah di Palinggih Ki Patih Sakti guna memohon izin.

Di madya mandala juga ada tempat peristirahatan I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti. Sebagian besar bangunan aslinya masih utuh. Sementara di utama mandala terdapat palinggih pajenangan rong tiga. Semua rangkaian ini lah kemudian disebut Pura Pajenengan Panji Sakti.

Puri Anyar Sukasada, lanjut Gusti Panji Anom, kembali ngamongin pura mulai tahun 1850. Saat itu, Ida Betara Agung Made Rai, keturuann ke 7 Ida Betara Panji Sakti ditunjuk memimpin kembali Denbukit pasca-perang Jagaraga (1846-1869) agar tidak ada kekosongan kepemimpinan.

Dalam struktur organisasi, Puri Anyar Sukasada berstatus sebagai Pangemong Pura. Sedangkan Puri Bakang, Puri Gede Tukad Mungga, Jero Bon Tihing, Puri Bungkulan dan Perean, sebagai Pangempon. Krama Adat Desa Panji sebagai Panyungsung. Sedangkan pamedek biasa disebut Panyiwi.

“Kami selaku warih-warih beliau mengucapkan terima kasih kepada Pemkab Buleleng yang telah mensupport upaya kami untuk menata kembali linggi Ida Betara,” jelasnya. Zor