Tiga Kabupaten jadi Penyumbang Inflasi Tertinggi di Bali

DENPASAR, diaribali.com – Inflasi di Bali pada bulan April 2024, tercatat sebesar 4,02%(yoy) mengalami peningkatan jika dibandingkan bulan Maret sebesar 3,67% (yoy). Hal ini disebabkan oleh menumpuknya sejumlah hari raya keagamaan yang berbarengan di bulan yang sama, dan kenaikan harga akibat jumlah komoditas yang terbatas.
Inflasi tertinggi tercatat di Kabupaten Tabanan sebesar 4,42%, disusul oleh Kabupaten Badung sebesar 4,15% dan Kota Denpasar sebesar 3,96%. Sementara inflasi terendah tercatat di Kabupaten Buleleng sebesar 3,69%.
Hal itu disampaikan Pj. Gubernur Bali, S.M. Mahendra Jaya saat hadir dalam High Level Meeting (HLM) TPID Provinsi Bali bersama Kepala Bank Indonesia Bali Erwin dan stakeholder lainnya yang diselenggarakan di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Jumat (3/5).
Keempat kota Indeks Harga Konsumen (IHK) ini berada di luar target inflasi nasional yaitu 2,5±1%.
Sementara itu terdapat tiga kelompok pengeluaran tertinggi penyumbang inflasi bulanan, diantaranya kelompok makanan, minuman dan tembakau. Kelompok transportasi dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran.
“Lima komoditas dengan andil terbesar pada inflasi bulanan yaitu bawang merah, tomat, daging ayam ras, beras, minyak goreng, dan sawi hijau,” jelasnya.
“Dengan kondisi yang terjadi saat ini, perhatian lebih lanjut diperlukan untuk mengendalikan inflasi dan mempertahankan stabilitas perekonomian di Bali. Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tegas Pj Gubernur Bali.
Ia menyampaikan, pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat, dimana inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat akan turun hingga pada akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
“Inflasi yang tidak stabil akan menciptakan, menarik (ketidakpastian) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Terdapat 4K strategi sebagai upaya pengendalian tingkat inflasi Bali agar tetap rendah dan stabil, yakni menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif antar wilayah. Oleh sebab itu, konsep “Ngrombo” Satu Hati, Satu Kata dan Satu Tindakan bersama-sama antar Provinsi dan Kabupaten/Kota juga menjadi salah satu cara dalam menjaga stabilitas harga pangan dan pengendalian tingkat inflasi Bali.
Mahendra Jaya juga meminta pemerintah kabupaten/kota di Bali agar memanfaatkan lahan pemprov yang kosong untuk menanam bahan pangan.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja menambahkan bahwa harga beras akan diperkirakan mengalami defisit sekitar 450 ton (nasional) seiring dengan produksi GKG pasca panen raya turun dari 5,35 juta ton (Mei 2024) menjadi 3,68 juta ton.
Untuk itu, Penjabat Gubernur Bali Mahendra Jaya kembali mengingatkan agar menanam bahan pangan dilakukan serempak seluruh Bali, dengan aneka bahan pangan dan menggunakan lahan milik Pemprov (Hak Guna Pakai), sehingga antar Kabupaten dapat saling bertukar bahan pangan yang diperlukan oleh warganya. Zor