Rangkaian Karya Agung Desa Adat Kebon, Singapadu

KADERISASI-Suasana latihan makidung ibu-ibu PKK Banjar Mukti, Desa Singapadu, Sukawati yang dimentori langsung Dr. I Komang Sudirga, S.Sn., M.Hum.
Bagikan

GIANYAR-DiariBali

Desa Adat Kebon, Desa Singpadu, Sukawati, Gianyar baru saja menyelesaikan rangkaian Karya Agung “Karya Agung Penyegjeg Jagat, Ngenteg Lingih, Mapeselang, Mupuk Pedagingan, Rsi Gana, Tawur Agung, Pedanan, Ngusaba Desa lan Ngusaba Nini”. Momentum ini dimanfaatkan sebagai ajang kaderisasi sekaa kidung ritual keagamaan (yadnya), khususnya bagi ibu-ibu muda. Keberadaan kidung menjadi sangat penting dalam setiap jenis yadnya bagi umat Hindu.

Atas gagasan Dr. I Komang Sudirga, S.Sn., M.Hum, terbentuklah Seka Kidung Banjar Mukti sejak April 2021 lalu. Sudirga yang juga Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini mengaku, pembentukan seka kidung ibu-ibu muda ini tergolong fenomena unik, sebab keberadaannya hampir punah setelah satu setengah dekade tidak aktif. Personel seka kidung terdahulu kini telah sepuh, bahkan meninggal dunia.

Kaderisasi Seka Kidung di Banjar Mukti tersebut lantas ia kaitkan dengan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat sebagai bagian Tri Darma pendidikan Tinggi di ISI Denpasar.

Menurut Sudirga, kendala awal yang dihadapi yakni adanya anggapan bahwa belajar bertembang terutama jenis kidung bagi ibu-ibu muda terkesan sangat sulit, di samping materinya panjag-panjang juga iramanya berliku-liku sulit untuk dipelajari apalagi dihafalkan.

Berangkat dari permasalahan tersebut, Sudirga mencoba mencarikan solusi untuk dapat memotivasi proses pelatihan dengan menerapkan metode pembelajaran inovatif.

Berdasarkan analisis situasi pendekatan terhadap berbagai pihak terutama para pengambil kebijakan di tingkat Desa dan Banjar baik Dinas dan Adat serta Ketua Penggerak PKK Banjar, maka upaya melakukan kaderisasi Seka Kidung dengan melibatkan ibu-ibu dari generasi muda bagiakan gayung bersambut.

“Pelatihan Darmagita di Banjar Mukti Singapadu mampu menjadi momentum kebangkitan Kidung oleh generasi penerus terutama kaum ibu-ibu muda. Metode pembelajaran inovatif berbasis PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan), dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi (media sosial) seperti: IG, WAG, dan perangkat ponsel, serta penerapan konsep metode tradisi meguru kuping, nuutin, dan analisis wiraga, wirama, wirasa, dan wiguna yang hibrid dengan metode pembelajaran modern berpayung SAS (struktur analisis sintesis) menjadi metode pembelajaran yang efektif serta telah menunjukkan keberhasilan signifikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif,” jelas Sudirga di Denpasar, Rabu (29/9).

Antusiasme peserta juga terjaga dan tidak pernah merasa jenuh dalam proses pelatihan. Alokasi waktu yang ditargetkan selama dua jam setiap pelatihan dirasakan terlalu pendek, hal ini terjadi karena atmosfir belajar menyenangkan dan spirit motivasi antar peserta juga cukup tinggi.

Secara kuantitatif materi yang berhasil dikuasai meliputi Kidung Bremara Ngisepsari, (pengaksama) Bremara Sangupati, Kawitan Wargasari, Pengawak Wargasari, Kidung Jerum, Aji Kembang, dan Kidung Turun Tirta. Dalam kurun waktu yang relatif singkat peserta telah mampu menguasai tujuh varian kidung, dan tentu hal ini menjadi hal yang cukup menggembirakan sekaligus membanggakan.

Secara kualitatif baik secara kualitas teknik olah vokal, aspek musikalitas, mapun estetika penyajian mununjukkan keberhasilan signifikan. Bahkan secara kesehatan jasmani para peserta merasakan manfaatnya bahwa belajar kidung mampu meningkatkan aspek kesehatan jasmani dan rohani, belajar yoga melalui nada-nada, mengatur penafasan (pranayama), serta “melajah sambilang megending” (terhibur). Secara spiritual juga dapat menanamkan dan mengakumulasikan investasi simbolik berupa pahala mulia melalui tradisi ngayah (bakti marga).

Ia melanjutkan, penguasaan materi tersebut mampu difungsikan secara kontekstual kaitan teks dengan konteks dalam rangkaian pelaksanaan Karya Agung Ngusaba Desa Ngusaba Nini di Desa Adat Kebon Singapadu. Kidung sebagai bagian dari pancagita memiliki makna teologis filosofis untuk meningkatkan kualitas yadnya, menginvestasikan modal simbolik, mengakumulasikan pahala mulia dan menebarkan vibrasi kesucian lingkungan agar memperoleh kesucian yang harmonis.

“Untuk penyempurnaan hasil pengabdian ini, juga telah dilakukan Forum Group Diskusi yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat seperti Bendesa Adat Kebon, Perbekel Singapadu, Klian Dinas dan Adat, Anggota DPRD Gianyar Dapil Sukawati, Pakar Kidung seperti Nyoman Tjandri, Ketut Kodi, Putu Eka Guna Yasa dari FIB Unud, Gusti Sudarta, Ketut Sudhana, dan Anggota Seka Santi Segara Widya sekaligus memberikan evaluasi terhadap hasil kegiatan Pelatiha Dharmagita,” kata mantan Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar itu. TUM