

Mahasiswa Unmas Berjuang Berantas Buta Aksara

AMLAPURA-DIARIBALI.COM
Saban Juli hingga Oktober, Wayan Bagus Pande, 24 tahun, tampak lebih sibuk dari biasanya. Ia dan sejumlah instruktur muda yang tergabung dalam Yayasan Dharma Sedana Shanti mengelilingi tiga desa, yakni Antiga, Antiga Kelod dan Gegelang, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, untuk memberikan pelatihan membaca, menulis dan menghitung (calistung) kepada masyarakat buta aksara.
Bagus Pande yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa smester V Program Studi Akuntasi, Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ekonomi, Universitas Mahasaraswati Denpasar ini mengungkapkan, dari data yang ia kumpulkan, terdapat ratusan orang di tiga desa tersebut yang buta aksara. Didominasi kaum lanjut usia. Hanya saja yang masuk syarat menjadi peserta didiknya hanya mereka yang berusia 15 hingga 59 tahun, dengan kualifikasi tidak berpendidikan, atau tidak lulus sekolah dasar (SD).
Syarat tersebut, kata dia, sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Program Ditjen PAUD dan Dikmas, Kemendikbudristek RI. “Program ini dari pusat (Kemendikbudristek). Tapi laporan kegiatan kami ke Dinas Pendidikan Kabupaten Karangasem,” kata Bagus Pande, ditemui di Kampus Universitas Mahasaraswati, Selasa (30/11), kemarin.
Sesuai petunjuk, program ini digelar selama tiga bulan (Juli-Oktober) setiap tahunnya. Pelatihan calistung dilakukan tiga kali seminggu. Sekali pertemuan berlangsung dua jam lamanya. Lokasinya bertempat di balai banjar masing-masing desa. Rata-rata peserta didik di setiap titik berjumlah 15 orang.
Selain melatih calistung, Bagus Pande dan kawan-kawan juga memberikan pelatihan keterampilan dasar berdasarkan potensi masing-masing wilayah. Misalnya, membuat minyak kelapa tradisional. “Selain menguasai calistung, mereka kami harapkan memiliki ‘soft skill’ di bidang usaha, sehingga mampu mendongkrak kesejahteraan mereka. Dengan kemampuan calistung, mereka juga lebih mudah membuat pembukuan usaha,” imbuhnya.
Kelapa, lanjut Bagus Pande, memang menjagi potensi andalan ketiga desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Klungkung tersebut. Sehingga, bidang usaha yang ditekankan adalah produk turunan dari kelapa. Pembuatan ingka (piring berbahan lidi) contohnya. “Selain minyak, kami juga latih membuat ingka,” ujar dia. Untuk kelompok laki-laki, biasanya dilatih keterampilan mengukir kayu.
Di hari guru ke-76 tahun ini, tak banyak yang diharapkan pemuda ini, kecuali membebaskan tanah kelahirannya dari buta aksara. Ia berpendapat, buta aksara adalah awal dari kebodohan, dan kebodohan adalah awal dari kemiskinan. Jadi sudah sepantasnya semua komponen bersatupadu memerangi buta aksara sebagai bentuk ‘penjajah’ model baru.
Ia mengaku miris, di era globalisasi ini, masih ada masyarakat tidak melek aksara. Apalagi di Bali yang notabene destinasi pariwisata dunia. Semestinya, tidak ada lagi cerita yang miris tersebut. Dalam setiap kesempatan memberikan materi, Bagus Pande mengaku ada saja beberapa orang yang ingin bergabung sebagai peserta, namun mereka tidak masuk kualifikasi sesuai program.
Bagus Pande tidak mempermasalahkan itu. Ia tetap mengajak dan melatih secara tulus. “Saya ajak saja bergabung. Tapi mereka tidak masuk program ini. Yang penting bagi saya mereka melek aksara. Itu saja,” jelasnya sembari menyebut tidak pernah melihat nominal honor yang didapatkan karena pada prinsipnya ia menjalankan misi sosial di tanah kelahirannya. VAN