ESG- Gung Eddy Gorda
Dr. Anak Agung Ngurah Eddy Supriyadinata Gorda

Seperti laron yang berbondong-bondong terbang menuju cahaya di malam hari, bangsa Indonesia kini mengarahkan pandangan pada satu tujuan besar mencapai “Indonesia Emas 2045”. Kebangkitan nasional bukan sekadar sejarah masa lalu, tetapi sebuah proses yang terus berlanjut dan harus diperkuat dengan pendidikan berkualitas. Namun, dibalik semangat tersebut, kita dihadapkan pada berbagai tantangan serius.

Data BPS menunjukkan mayoritas angkatan kerja Indonesia pada tahun 2022 masih berlatar belakang pendidikan SMP ke bawah. Jumlah tersebut mencapai 79,67 juta orang atau sekitar 55,4 persen dari total angkatan kerja. Fakta ini secara tidak langsung memperlihatkan bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia masih berkualitas rendah.

Kondisi demikian tentunya dapat menjadi batu sandungan dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Di sisi lain, kita harus menyadari bahwa pergeseran industri dari padat karya ke padat modal yang membutuhkan suplai pekerja berketerampilan tinggi belum bisa dipenuhi. Artinya, meskipun industri terus berkembang dan beralih ke teknologi canggih, angkatan kerja kita masih belum siap untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Ketika industri-industri di Indonesia bergerak menuju teknologi yang lebih canggih dan otomatisasi, kebutuhan akan tenaga kerja dengan keterampilan khusus dan pendidikan tinggi semakin meningkat. Industri padat modal ini menuntut pekerja yang tidak hanya memiliki kemampuan teknis dasar, tetapi juga keterampilan analitis, manajerial, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan teknologi baru.

Namun, dengan mayoritas tenaga kerja yang hanya memiliki pendidikan SMP ke bawah, kesenjangan antara kebutuhan industri dan ketersediaan tenaga kerja terampil menjadi semakin lebar.

Kurangnya tenaga kerja terampil ini juga berdampak pada produktivitas dan daya saing nasional. Industri tidak dapat beroperasi secara optimal jika tidak didukung oleh tenaga kerja yang kompeten. Selain itu, perusahaan-perusahaan asing yang mempertimbangkan untuk berinvestasi di Indonesia mungkin berpikir dua kali karena kesulitan menemukan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Akibatnya, peluang untuk meningkatkan ekonomi dan mempercepat pembangunan nasional bisa terhambat.

Untuk mengatasi masalah ini, konsep pendidikan berkelanjutan atau lifelong learning menjadi sangat penting. Pendidikan berkelanjutan tidak hanya terbatas pada pendidikan formal di sekolah atau perguruan tinggi, tetapi juga mencakup berbagai bentuk pembelajaran sepanjang hayat. Pendidikan tersebut termasuk pelatihan vokasional, kursus keterampilan, program sertifikasi, dan pendidikan informal lainnya yang dapat membantu tenaga kerja terus meningkatkan keterampilannya seiring perkembangan industri.

Sayangnya, belakangan kita dihadapkan juga pada kenyataan pahit bahwa dunia pendidikan tinggi masih menghadapi berbagai permasalahan yang signifikan. Salah satu tantangan utama yang banyak diperbincangkan belakangan mengenai tingginya biaya pendidikan tinggi, seringkali menghalangi akses bagi banyak calon mahasiswa.

Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di banyak perguruan tinggi menjadi beban berat bagi banyak keluarga, terutama yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Banyak siswa berbakat terpaksa mengurungkan niat mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena tidak mampu membayar biaya kuliah yang semakin mahal.

Selain itu, kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih bervariasi. Meskipun ada beberapa universitas yang sudah berstandar internasional, banyak institusi pendidikan tinggi yang masih belum mampu memberikan pendidikan yang relevan dan berkualitas tinggi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja modern. Kurikulum yang ketinggalan zaman, kurangnya fasilitas, dan minimnya dosen berkualitas adalah beberapa masalah yang sering dihadapi.

Kurangnya sinergi antara dunia pendidikan dan industri juga memperburuk situasi ini. Banyak lulusan pendidikan tinggi yang tidak siap langsung terjun ke dunia kerja karena keterampilan yang mereka miliki tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Akibatnya, lulusan baru seringkali harus mengikuti berbagai pelatihan tambahan untuk dapat memenuhi standar industri.

Mengatasi berbagai tantangan di atas, pemerintah dan institusi pendidikan harus berfokus pada pengembangan program-program pendidikan berkelanjutan yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan industri. Langkah-langkah seperti memperbanyak beasiswa, memberikan subsidi pendidikan, atau menyediakan program cicilan biaya kuliah yang terjangkau perlu diintensifkan. Selain itu, investasi dalam program-program pelatihan vokasional dan kursus keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja harus ditingkatkan.

Selain membekali penerus bangsa ini dengan keterampilan dan pengetahuan yang mumpuni, penting juga untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) dengan menginternaliasikan pengembangan etika. Mengapa etika menjadi penting dalam mengonstruksi kebangkitan nasional? Etika berperan sebagai fondasi moral yang memastikan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan ekonomi semata, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek sosial dan kemanusiaan.

Pembangunan yang dilandasi oleh etika akan menghindari praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dapat merusak tatanan sosial dan ekonomi. Etika juga mendorong transparansi, akuntabilitas, dan keadilan, yang sangat penting untuk menciptakan kepercayaan publik terhadap institusi dan proses pembangunan.

Sebagaimana Bung Karno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Menghadapi tantangan ini memang tidak mudah, namun dengan semangat dan komitmen yang kuat terhadap pendidikan kita dapat mempersiapkan angkatan kerja yang mampu bersaing di tingkat global dan mendukung pembangunan nasional.

Dengan demikian, Indonesia dapat lebih siap menghadapi perubahan industri dan teknologi. Membangun angkatan kerja yang terampil dan berpendidikan tinggi melalui pendidikan berkelanjutan adalah langkah krusial dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Negara harus dapat menjamin setiap warganya dapat terus belajar dan berkembang, sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan berkontribusi secara maksimal terhadap pembangunan nasional.

Hanya dengan komitmen kuat terhadap pendidikan berkelanjutan dan etikakita dapat menciptakan masyarakat yang berdaya saing tinggi di tingkat global.
Dalam mengarungi perjalanan panjang menuju Indonesia Emas 2045, kontemplasi menjadi penting sebagai sarana refleksi dan evaluasi diri.

Ketika kita merenungkan nilai-nilai yang telah menjadi landasan pembangunan kita, kita diingatkan bahwa kemajuan sejati bukan hanya diukur dari pencapaian ekonomi, tetapi juga dari kedalaman moral dan etika yang kita pegang. Sebagaimana kisah Yudhistira dalam Mahabharata mengajarkan pentingnya integritas di tengah godaan dan tantangan, demikian pula bangsa ini harus terus menjaga komitmen terhadap nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Dalam heningnya kontemplasi, kita temukan bahwa pendidikan berkelanjutan yang berbasis etika adalah kunci untuk membangun masyarakat yang berdaya saing tinggi dan berkarakter kuat. Dengan merangkul meritokrasi dan memastikan kesetaraan kesempatan, kita dapat menciptakan ruang bagi setiap individu untuk berkontribusi secara maksimal.

Hanya dengan demikian, visi Indonesia Emas 2045 bukan hanya menjadi impian, tetapi kenyataan yang kita bangun bersama dengan penuh integritas dan kebijaksanaan. Seperti deja vu kebangkitan nasional, kita kembali dihadapkan pada tantangan besar yang memerlukan dedikasi, inovasi, dan moralitas tinggi.

Apakah kita siap mengulangi sejarah heroik atau terjebak dalam masalah pendidikan yang berlarut-larut? Tanpa keberanian untuk berubah, Indonesia Emas 2045 akan tetap menjadi fantasi. Hanya dengan komitmen terhadap pendidikan berkelanjutan, etika, dan keadilan, kita bisa mencapai masa depan gemilang.