Soal Wacana Kurikulum Deep Learning, Pengamat: Penting Merancang Peta Jalan
DENPASAR, diaribali.com – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti sempat menyebutkan akan menggagas Kurikulum Deep Learning yang bertujuan memberikan pengalaman belajar lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Dalam sebuah video yang diunggah di media sosial beberapa waktu lalu, Mu’ti menyebut Kurikulum Deep Learning sebagai pengganti Kurikulum Merdeka Belajar.
Terkait hal itu, Wakil Menteri Disdakmen, Fajar Riza Ul Haq, mengonfirmasi bahwa kehadiran deep learning bukan sebagai kurikulum baru. Saat ini, kata Fajar, belum ada keputusan soal kurikulum baru yang mengganti Kurikulum Merdeka. Deep learning disebut akan menjadi pendekatan dalam proses pembelajaran siswa. Pendekatan ini berorientasi pada pendalaman atas materi pembelajaran, tidak lagi mengejar jumlah materi yang diajarkan. Dengan demikian diharapkan dapat menumbuhkan sikap kritis di kalangan peserta didik.
Praktisi Pendidikan Dr. AAN. Eddy Supriyadinata Gorda menanggapi hal tersebut, kata dia, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan lokal, sementara Kurikulum Merdeka, memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka.
“Deep Learning fokus pada pemahaman konsep, eksplorasi, dan pengembangan keterampilan, berpikir kritis serta inovatif,” kata pria yang akrab disapa ESG, Sabtu (16/11/2024) di Denpasar.
Menurut ESG yang juga juga Akademisi Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), jika dilihat dari karakteristik ketiga konsep kurikulum dengan kondisi masyarakat di Indonesia saat ini, KTSP memang lebih sesuai, akan tetapi menjadi lebih sulit dalam menghadapi tantangan di masa depan. Sementara jika dilihat dari sudut pandang keberlanjutan, deep leaning lebih bagus karena spirit-nya hampir sama dengan Kurikulum Merdeka (inovasi dan kreasi).
“Tapi catatan penting pemerintah harus merancang peta jalan jangka panjang dengan langkah konkret untuk mengatasi kesenjangan infrastruktur, pelatihan guru, dan reformasi sistem penilaian agar konsep ini bisa berjalan dengan maksimal,” pungkas ESG.