Siswa Tewas saat Konvoi Kelulusan, Tanggung Jawab Siapa?

Siswa Tewas saat Konvoi Kelulusan
MEYALANG-Nyawa salah satu siswa SMK di Klungkung melayang akibat konvoi merayakan kelulusan. (Sumber foto: Tribun Bali).

DENPASAR-DiariBali

Pengumuman kelulusan jenjang SMA/sederajat kembali dirayakan dengan aksi corat-coret dan konvoi di jalan raya. Pemandangan ini terlihat pada beberapa titik di kota Denpasar dan daerah lainya. Terpantau pada Kamis (3/6), gerombolan siswa tampak melaksanakan aksi corat-coret di pinggir jalan sebelum memulai konvoi.

Naas, salah satu siswa SMK di Klungkung harus meregang nyawa setelah kuda besi yang ditungganginya “adu jangkrik” dengan truk. Korban adalah bagian dari gerombolan aksi konvoi dengan seragam putih abu-abu penuh coretan.

Praktisi pendidikan sekaligus Sekertaris Badan Musyawarah Perguruan Swasta Provinsi Bali Blasius Naya Manuk sangat menyesalkan peristiwa tragis tersebut. Ia tak dapat membayangkan bagaimana hancurnya hati orangtua korban melihat putra kebanggannya mereka pergi untuk selamanya di saat baru saja menamatkan pendidikan menengah atas.

Blasius Naya Manuk

“Pertama saya pribadi dan atas nama BMPS Provinsi Bali, menyampaikan turut berduka cita sedalam-dalamnya atas peristiwa naas tersebut. Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua, dari pihak sekolah, para siswa dan orang tua,” kata Blasius di Denpasar, Jumat (4/6/2021).

Blasius melanjutkan, sejatinya hal-hal seperti itu dapat dicegah jika koordinasi orangtua dan pihak sekolah terbangun dengan baik. Memang, dia mengakui, pihak sekolah sangat susah mengontrol peserta didiknya yang berjumlah ratusan bahkan ribuan orang ketika mereka sudah keluar dari lingkungan sekolah. Demikian pula orangtua, tidak mungkin selalu melarang anaknya berpergian.

Menurutnya, anak zaman sekarang sudah sangat pintar. “Bisa saja dari rumah dia berpakaian biasa. Lalu di suatu tempat, dia ganti pakaian dengan teman-temannya. Apalagi, usia mereka masih belia dan sangat emosional dalam merayakan kegembiraan,” tambah pengurus Yayasan Insan Mandiri Denpasar ini.

Ke depan, Blasius menyarankan agar euforia kelulusan berupa pawai keliling kota dengan corat-coret tidak boleh terjadi lagi. Sangat baik euforia kegembiraan mereka dirangkai dengan kegiatan positif. Misalnya, mengundang orangtua/wali murid ke sekolah untuk mendapatkan apresiasi dari masing-masing putra-putrinya; karena keberhasilan itu atas jasa orangtua mereka menyekolahkannya hingga tamat sampai sekolah menengah atas.

Selain itu, banyak hal positif lain yang bisa dilakukan. Contoh, menyumbangkan seragam untuk adik-adik kelas mereka yang kurang mampu, menyumbang ke panti asuhan lewat penggalangan dana serta menggelar kegiatan sembahyang bersama sesuai keyakinan sebagai wujud syukur.

“Jadi kalau perayaan diisi dengan kegiatan negatif seperti mabuk-mabukan, corat-coret dan konvoi, itu jelas merugikan semua pihak, bahkan si anak itu sendiri. Kalau sudah ada korban, siapa yang salah? Sedangkan kesalahannya bukan hanya pada si anak saja. Ayo tahun depan rubah mindset anak-anak. Tidak ada tradisi corat-coret dan konvoi itu, tradisi dari mana? Itu jelek, nggak ada di kamus kita,” tegas Blasius.

Pria yang juga aktif di dunia jurnalis ini berharap, jangan sampai ada pembiaran lagi terhadap anak-anak yang memang dalam tahap pencarian jati diri. Sekali lagi, sinergitas antara masyarakat, orangtua, dan pihak sekolah harus solid. Ia optimis, dengan pendekatan dari hati ke hati, mindset anak-anak, khususnya jenjang SMA akan berubah ke arah yang lebih baik. (TIM)