Serap Aspirasi di Bali, Ketua Komnas Perempuan Bahas Tiga Poin Penting

Bagikan

DENPASAR, diaribali.com – Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani, datang ke Kantor LSM Bali Sruti, Denpasar, Senin (2/9/2024), khusus untuk berdiskusi dengan tokoh perempuan, aktivis, pimpinan sekolah perempuan dan para pegiat anak dan perempuan se-Bali.

Diskusi yang berjalan dinamis itu, dimanfaatkan Komnas Perempuan untuk menyerap berbagai aspirasi dan persoalan-persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pulau Dewata, selanjutnya dibahas di pusat bersama pemangku kepentingan terkait.

Andy mengungkapkan, setidaknya ada tiga poin yang dibahas dalam dialog bersama komponen aktivis isu-isu perempuan tersebut. Pertama, upaya mempercepat penghapusan kekerasan seksual di dalam keluarga diperlukan intervensi kepada pihak.

Sebab, menurut Andy, selama ini persoalan ‘domestik’ lebih dibebankan kepada perempuan [ibu rumah tangga]. Padahal peran laki-laki, baik sebagai suami, saudara atau kerabat sangat penting dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

“Saya sering katakan jangan seperti keluarga ‘Khong Guan’. Dalam gambar di kaleng biskuit itu tidak ada foto bapaknya. Ini hanya ilustrasi untuk menyadarkan bahwa pentingnya peran lak-laki,” jelas Andy.

Poin berikutnya, yakni tentang posisi perempuan kepala rumah tangga dan perempuan pekerja. Terakhir pihaknya menyoroti masih tingginya angka laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak di tanah air.

Pihaknya mendorong aparat penegak hukum, hingga pengadilan untuk menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) supaya para korban mendapatkan haknya.

Tokoh perempuan Bali, IGA. Diah Werdhi Srikandi, W.S., mengusulkan agar pemerintah daerah segera membangun Rumah Aman. Menurut Diah Srikandi, rumah aman sudah menjadi kebutuhan mendasar di Bali. Apalagi beberapa kabupaten/kota kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tergolong tinggi.

“Pemerintah harus mengatensi persoalan ini. Ingat ada beberapa kabupaten yang kasus kekerasannya tinggi,” pinta Diah Werdhi. Dengan adanya Rumah Aman, pemulihan terhadap korban akan lebih cepat, terutama dari sisi psikologis karena di sana ada layanan konseling untuk mengurangi trauma.

Rumah aman nantinya disediakan untuk korban yang mendapat ancaman, merasa tidak aman dan korban idak memiliki tempat yang aman untuk tinggal.

Selain urgensi tentang pembangunan rumah aman, Diah Werdhi yang juga politisi ini, juga menyoroti tentang hak waris perempuan dalam hukum Hindu Bali. Berdasarkan keputusan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP), sejatinya perempuan memiliki hak waris dengan presentase yang telah diatur.

Namun pada praktiknya, sangat jarang perempuan [Bali] mendapatkan hak waris karena dianggap kehilangan hak ketika menikah dengan pria idamannya. Istilah dalam pernikahan pun masih disalah tafsirkan sebagai ‘mapamit’, padalah si perempuan hanya ‘matur piuning’ atau memberi tahu ke leluhur bahwa ia akan menikah.

“Soal hak waris perempuan Bali ini masih disamar-samarkan. Kalau orangtua ingin ngasi warisan ke anak perempuannya biasanya dalam bentuk hibah. Keputusan MUDP ini saya rasa perlu disosialisasikan lebih luas,” kata Diah Werdhi.

Selama menjabat Anggota DPRD Provinsi Bali, Diah Werdhi bersama koleganya sukses memperjuangkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengarusutamaan Gender menjadi Perda, yang saat ini tinggal menunggu pengesahan di Kementerian Dalam Negeri.

Lahirnya Peraturan Daerah tentang Pengarusutamaan Gender, diharapkan mempercepat akselerasi kesetaraan gender. “Persoalan bullying (perundungan) juga menjadi perhatian saya, terutama di kalangan sekolah,” pungkas Diah Werdhi.rl