Praktisi Mengajar "Penerapan Isotop dan Hidrogeologi dalam Konservasi dan Pengelolaan Air Tanah Berkelanjutan", Jumat (22/11/2024) di Kampus UNR.

Praktisi Mengajar, FST Ngurah Rai Undang Peneliti BRIN

Bagikan

DENPASAR, diaribali.com – Sivitas Akademika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Ngurah Rai (FST UNR), mendapatkan kesempatan berharga menimba pengetahuan langsung dari sejumlah peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dikemas dalam Praktisi Mengajar “Penerapan Isotop dan Hidrogeologi dalam Konservasi dan Pengelolaan Air Tanah Berkelanjutan”, Jumat (22/11/2024) di Kampus UNR.

Dekan FST UNR Dr. Ir. Putu Doddy Heka Ardana, ST., MT., IPM., ASEAN Eng., dalam sambutannya, mejelaskan praktisi mengajar merupakan wujud nyata dari kolaborasi yang harmonis antara dunia akademik dan praktisi, dalam hal ini BRIN untuk menghadirkan solusi berbasis ilmu pengetahuan guna menjawab permasalahan yang kompleks, khususnya dalam hal konservasi dan pengelolaan air tanah yang berkelanjutan.

Menurut Doddy, air tanah merupakan sumber daya alam yang esensial bagi keberlangsungan kehidupan, bukan hanya di Bali, tetapi juga di seluruh dunia. Di Bali, keberadaan air tanah memainkan peran kunci, baik untuk mendukung kebutuhan masyarakat lokal maupun untuk menunjang sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah ini.

“Namun, tantangan yang kita hadapi dalam pengelolaan air tanah semakin besar seiring dengan meningkatnya kebutuhan air bersih akibat pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan dampak over-tourism,” jelas Doddy.

Dengan jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, Bali menghadapi tekanan luar biasa terhadap sumber daya airnya. Selain eksploitasi yang berlebihan, pencemaran air tanah juga menjadi masalah serius yang membutuhkan perhatian segera. Dalam konteks ini, penerapan teknologi isotop dan ilmu hidrogeologi menjadi sangat relevan.

“Teknologi isotop dapat membantu kita memahami pergerakan air tanah, mendeteksi sumber-sumber pencemaran, dan memetakan ketersediaan air dengan tingkat akurasi yang tinggi,” sambung dekan.

Sementara itu, ilmu hidrogeologi memberikan dasar ilmiah dalam merancang strategi pengelolaan air tanah yang berkelanjutan. Dengan memadukan kedua disiplin ilmu ini, kita dapat mengambil langkah konkret untuk melindungi dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya air tanah di Bali.

Doddy mencontohkan, teknologi isotop memungkinkan kita melacak jejak air tanah dari hulu ke hilir, termasuk mengidentifikasi interaksi antara air permukaan dan air tanah.

Ia melanjutkan, di Bali, isu interaksi ini sangat penting karena banyak sistem mata air di daerah ini dipengaruhi oleh aktivitas manusia, termasuk kegiatan pariwisata di kawasan pesisir.

Analisis isotop juga dapat memberikan informasi yang sangat berguna untuk memahami dinamika pengisian ulang (recharge) air tanah, yang menjadi faktor utama dalam menjamin ketersediaan air bersih bagi masyarakat dan sektor ekonomi lainnya.

Lebih dari itu, pendekatan berbasis hidrogeologi dapat membantu kita memetakan daerah-daerah yang rentan terhadap intrusi air laut. Fenomena ini semakin sering terjadi di kawasan pesisir Bali akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan, terutama untuk memenuhi kebutuhan hotel, restoran, dan fasilitas pariwisata lainnya.

“Jika tidak segera ditangani, intrusi air laut tidak hanya akan mengurangi kualitas air tanah tetapi juga akan merusak ekosistem lokal dan mengancam keberlanjutan pembangunan di Bali,” tegasnya.

Doddy berpandangan, Bali yang dikenal sebagai pulau seribu pura juga memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keseimbangan ekologisnya. Konsep Tri Hita Karana, yang menjadi moto hidup masyarakat Bali, menekankan pentingnya harmoni antara manusia, lingkungan, dan Tuhan.

Prinsip ini seharusnya menjadi panduan dalam mengelola sumber daya air tanah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tekanan terhadap sumber daya air tanah seringkali tidak selaras dengan nilai-nilai ini.

“Oleh karena itu, saya percaya bahwa kegiatan seperti ini adalah langkah penting untuk mengingatkan kita semua akan tanggung jawab moral dan ilmiah dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam yang ada. Saya juga ingin menekankan pentingnya peran mahasiswa dalam isu ini. Sebagai generasi muda yang akan mewarisi bumi ini, mahasiswa memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi agen perubahan,” kata Doddy.

Melalui kegiatan Praktisi Mengajar ini, Dekan FST UNR berharap mahasiswa tidak hanya mendapatkan wawasan baru tetapi juga terdorong untuk berkontribusi secara nyata dalam mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat. Pengetahuan yang diperoleh dari teknologi isotop dan hidrogeologi dapat diaplikasikan dalam penelitian, proyek sosial, atau inisiatif komunitas yang bertujuan melestarikan sumber daya air tanah di Bali dan di tempat lain.

Tidak kalah penting, ia menggarisbawahi perlunya sinergi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, praktisi, dan masyarakat umum, sebab masalah air tanah di Bali tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor untuk menciptakan kebijakan yang berbasis data ilmiah, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi air tanah, dan mengadopsi teknologi yang ramah lingkungan.

“Saya berharap diskusi hari ini dapat menghasilkan rekomendasi konkret yang dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah Bali dalam menyusun strategi pengelolaan air tanah yang lebih baik. Semoga kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang diskusi tetapi juga menjadi awal dari kolaborasi yang lebih luas dalam bidang konservasi dan pengelolaan air tanah,” harapnya.

Mengingat pentingnya isu air bawah tanah, pihaknya berencana merancang mata kuliah khusus pada prodi Teknik Sipil dan Perencanaan, termasuk pada Program Magister Teknik yang masih dalam proses.
Narasumber dari BRIN, Dr. Satrio, MT., mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan penelitian konservasi air tanah untuk cekungan air tanah wilayah Denpasa-Tabanan mencakup hingga Kawasan Gunung Batur, Kintamani, Bangli untuk mengetahui posisi daerah resapan air untuk Kota Denpasar.

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengetahui besarnya potensi air tanah. Setelah itu dilakukan upaya proteksi daerah tangkapan air tanah agar kelangsungan air terus terjaga di masa depan. Bali mendapatkan atensi khusus karena penggunaan air sangat tinggi, karena faktor pariwisata.

“[Kalau sudah teridentifikasi] daerah tangkapan airnya harus dilindungi dengan penghijauan, penanaman pohon dan dilarang membuat hunian,” kata Satrio sembari menyebut tangkapan air di Kota Denpasar sangat tergantung dari daerah sebelah utara.

Terhadap pembuatan sumur bor, menurutnya diperlukan izin pemanfaatan dari dinas terkait di daerah, terutama yang kedalamannya di atas 40 meter. Juga dilengkapi dengan alat untuk mengukur berapa kubik pemakaian air per harinya.

Penelitian ini, lanjut Satrio, merupakan gabungan dari ilmu geologi, isotop dan ilmu lain. Ia kembali menekankan bahwa air tanah sangat vital sehingga diperlukan komitmen bersama menjaganya. Turut hadir sebagai narasumber yakni, Dr. Sci. Rachmat Fajar Lubis. Ast