Pahlawan Penumpas Kebodohan

DENPASAR, diaribali.com – Para pahlawan telah berhasil menumpas bangsa asing yang menjajah Tanah Air, sampai akhirnya terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setelah 78 tahun merdeka, apakah bangsa ini benar-benar terbebas dari segala bentuk penjajahan?
Jika pertanyaan itu disodorkan pada Anik, tentu jawabannya, belum merdeka 100 persen. Pemilik nama lengkap Dr. Komang Anik Sugiani, S.Pd., M.Pd., ini menilai, bangsa Indonesia masih ditindas oleh ‘penjajah’ dalam bentuk lain, salah satunya kebodohan.
Di tanah kelahirannya, Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Anik menyaksikan sendiri bagaimana kebodohan menghantui jika pendidikan anak-anak setempat tidak diselamatkan.
“Banyak anak-anak yang mengeyam pendidkan sampai di jenjang SMP dan SMA, dan memilih bekerja sebagai pembantu rumah tangga karena keterbatasan ekonomi, sementara mereka memiliki potensi yang luar biasa tetapi terbatas dalam akses pendidikan. Bahkan ia jarang menjumpai lulusan sarjana,” kata Anik dalam wawancara daring dengan awak media, Selasa (12/9), lalu.
Berbekal keprihatinan yang acap menggangu pikirannya, dosen di Politeknik Ganesha Guru tersebut, mendirikan Yayasan Project Jyoti Bali (YPJB), tahun 2016 silam.
“Saya satu-satunya orang yang berpendidikan Doktor/S3 di desa. Itu membuat saya bertekad membangun sebuah yayasan sebagai tempat untuk mengabdikan diri,” kata ibu dua anak yang menempuh S1, S2 di Universitas Pendidikan Ganesha dan S3 di Universitas Negeri Malang tersebut.
YPJB sebagai wadah untuk belajar yang diberi nama “Taman Pintar”. Taman Pintar ini, dedikasikan untuk untuk anak-anak di pedesaan yang kurang mampu untuk menimba ilmu secara gratis tanpa perlu khawatir mengeluarkan rupiah sepeser pun.
Menariknya, anak-anak diwajibkan untuk mengumpulkan sampah, sebagai tiket untuk bergabung menimba ilmu di Taman Pintar. Jadi selain mendapatkan ilmu pengetahuan, anak-anak juga mendapatkan edukasi agar lebih peduli terhadap lingkungan. Aksi inilah yang kemudian membuat Anik meraih SATU Indonesia Awards dari Astra tahun 2021.
Ia menyadari bahwa berpendidikan tinggi tanpa berkontribusi terhadap masyarakat, tak berarti apa-apa.
“Untuk apa berpendidikan tinggi-tinggi jika hanya memperkaya diri sendiri. Ketika memiliki pendidikan tinggi alangkah baiknya berkontribusi kepada masyarakat, terutama di lingkungan sekitar yang nantinya berkontribusi besar terhadap bangsa dan negara,” ujarnya.
Aksi yang dilakukan Anik pun cukup sukses, terbukti dari anak-anak yang tergabung di Tama Pintar meraih prestasi di sekolah masing-masing. Hal itu juga diakui oleh parang orangtua dan guru.
“Anak-anak yang gabung di kami awalnya malu-malu, tapi setelah beberapa waktu mereka bisa berintraksi dengan baik, dan yang tidak kalah membanggakan, mereka juara di sekolah masing-masing,” tuturnya.
Di balik susksesnya aksi yang Anik lakukan, tentu juga mengalami berbagai kendala, mulai dari kurangnya tutor atau volunteer hingga pembiayaan. “Kekerungan volunteer hanya berlaku enam bulan ketika kami sudah aktif di media sosial terutama di Facebook itu kendala kami di tutor itu bisa teratasi,” jelasnya.
Dari segi pembiayaan, katanya, adalah ketika ada anak yang bergabung di Taman Pintar karena putus sekolah, karena tidak mampu membayar uang sekolah maupun uang seragam.
Tentu hal itu membutuhkan dukungan dari semua pihak. “Tapi syukur semua diberikan kemudahan, kami juga mendapatkan mendapatkan apresiasi dari Astra sehingga untuk masuk ke instansi lain mencari dana CSR menjadi lebih gampang,” pungkasnya. Zor