Hutan Pinus Glagalinggah jadi Destinasi Wisata Berbasis Konservasi

BANGLI, diaribali.com – Jika biasanya berlibur ke Kintamani mencari pemandangan Danau Batur dan Gunung Batur, kini ini ada pilihan destinasi wisata baru yaitu Hutan Pinus Glagalinggah, Desa Wisata Berbasis Konservasi dan Budaya.
Hutan Pinus Glagalinggah, dikembang oleh Kelompok Tani Hutan Glagalinggah Lestari bersama para pihak swasta, salah satunya PT. Tirta Investama – Pabrik Mambal (AQUA Mambal).
Kolaborasi ini dilakukan sebagai upaya melestarikan alam dan Budaya yang ada di Kintamani, dengan beberapa program yang sudah berjalan seperti pelestarian lingkungan, menggerakkan sosial dan mendorong ekonomi kemasyarakatan.
Dari sisi lingkungan, penanaman 4.000 pohon berbagai jenis tanaman konservasi dan tanaman buah ditujukan untuk meningkatkan heterogenitas vegetasi yang didominasi tanaman pinus. Disela-selanya, pembuatan 2605 unit rorak ditujukan untuk mengurangi limpasan air hujan dan meresapkan kembali sebanyak mungkin air ke dalam tanah. Rorak ini adalah upaya konservasi teknis yang juga akan membawa manfaat kesuburan bagi vegetasi diatasnya.
Stakeholder Relation Manager AQUA Mambal, Nyoman Arsana, menyampaikan bahwa pendampingan di Glagalinggah ini juga menjadi penting karena kajian hidrogeologi menunjukkan bahwa area Kintamani adalah area tangkapan air bagi hulu sungai badung.
“Kolaborasi ini menjadi menarik dengan terlibatnya masyarakat Glagalinggah yang ingin melestarikan hutan didesanya menjadi wisata,” kata Arsana, Kamis (21/12/2023) di kawasan Hutan Pinus Glagalinggah
Sementara, Jero Bendesa adat Wayan Samadhi menjelaskan manfaat yang diterima dari kolaborasi kemitraan kehutanan, pihaknya bisa menyadari dan memahami tentang sisi lingkungan.
“Kami belajar tentang memaksimalkan memasukkan air ke dalam tanah. Kami belajar merawat dan menghitung 50.000 pohon, sekaligus memonitornya. 35 ribu diantaranya adalah pohon pinus,” jelas Samadhi.
Di bidang sosial, lanjutnya, dilakukan sosialisasi dan pelatihan cara merawat hutan pinus dan pengembangan Taman Bumi Banten seluas 5 ha di kawasan hutan berupa penanaman berbagai pohon obat dan upacara.
“4-6 kali dalam setahun kami difasilitasi untuk pendampingan bagaimana lingkungan kami memberikan manfaat sosial dan ekonomi,” tambahnya.
Secara ekonomi di tahun 2018 masyarakat Glagalinggah hanya mendapatkan manfaat dari rumput untuk pakan ternak. Kemudian di 2021 masyarakat mulai merasakan peningkatannya secara ekonomi melalui jasa lingkungan dari pengembangan wisata, adopsi pohon, kedai kopi dan tiket treking dan kemping.
“Kami masih baru melangkah, kami masih butuh bantuan semua pihak untuk bisa membantu pengembangan untuk mencapai harapan kami bahwa hutan tetap lestari,” tutup jero bendesa Samadhi.
Ketua Tim Pengembangan Tutupan Hutan Dinas Kehutanan dan LH Provinsi Bali, Made Maha Widyartha menyampaikan bahwa Glagalinggah adalah satu dari 170 titik yang ada di Bali yang dikembangkan untuk perhutanan sosial. Birokrat membuatkan jembatan, bukan membangun dinding.
“Kami menyambungkan fungsi dan stakeholder yang ada. Kami berharap bahwa Glagalinggah bisa menjadi wujud perhutanan sosial yang berhasil menyelaraskan hutan antara manfaat lingkungan dan sosial ekonomi,” tegasnya.
Hutan Pinus Glagalinggah memiliki luas 5.1 ha termasuk area perkebunan masyarakat sekitar. Zor