Cinta Bersyarat

Eddy Gorda
AA. Ngr Eddy Supriyadinata Gorda

Tolstoy pernah mengatakan bahwa “seseorang dapat hidup dengan luar biasa di dunia ini jika ia tahu cara bekerja dan cara mencintai.” Steve Jobs menegaskan bahwa “Satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan luar biasa adalah dengan mencintai apa yang Anda lakukan. Jika Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan puas”. Cinta dan kerja, keduanya menegaskan kita perlu melakukannya pada waktu yang sama.


Sejauh ini, di luar konteks bisnis atau organisasi, kita telah sering mendengar kekuatan dan keutamaan cinta. Dalam sebagain besar tradisi dan agama, selalu ada referensi landasan tentang cinta. Sebut saja perayaan valentine, atau perayaan tumpek krulut pada tradisi Hindu di Bali. Dunia psikologi bahkan memandang cinta sebagai elemen esensial dalam perkembangan manusia. Artis, seniman, filsuf telah menghasilkan ribuan karya karena cinta.


Jika hampir semua orang membicarakan mengenai kekuatan cinta, mengapa kita tidak cukup banyak mendengar cinta dalam konteks pekerjaan. Sebagai seorang praktisi di bidang sumber daya, saya sangat jarang mendengar hal ini dibahas dan didiskusikan. Kehadiran cinta seolah tabu dibahas dalam konteks ini.


Meski demikian sejatinya, cinta tidak pernah absen dalam kehidupan berorganisasi. Dalam bukunya yang berjudul The Leadership Challenge, James Kouzes dan Barry Posner menyimpulkan bahwa cinta adalah “rahasia hidup” dan menganggapnya sebagai “rahasia terbaik” dari kepemimpinan yang hebat.


John Hope Bryant penulis buku best seller Love Leadership dan Joel Manby melalui buah karyanya Love Works juga menyarankan pentingnya cinta dalam konteks kerja. Dalam penelitian organisasi, Sigal Barsade dan Olivia O’Neil juga telah menunjukkan bahwa budaya cinta berhubungan dengan peningkatan tingkat kepuasan kerja, kerja tim, dan hasil pelanggan yang lebih baik.


Cinta dalam organisasi jika kita lebih dekat sebenarnya memililiki karakteristik yang berbeda dengan cinta yang kita kenal pada umumnya. Bila kita mengenal konsep mencintai tanpa syarat dalam konteks cinta yang universal. Cinta dalam organisasi merupakan cinta bersyarat.


Tuntutan dan syarat itu memang harus ada dalam sebuah hubungan, agar kita tahu betul apa rencana ke depan. tidak hanya menjalani apa adanya. Tercapainya tujuan organisasi, membutuhkan interaksi sosial antara pemimpin dan bawahan. Satu sama lain saling membantu dan membutuhkan sehingga tercipta lingkungan kerja yang kondusif dan menentramkan.

Dalam mewujudkan proses bersosialisasi dan berinteraksi yang baik, syaratnya seorang pimpinan harus mampu memberikan dorongan atau semangat kepada para bawahan guna mencapai kinerja organisasi secara optimal. Begitu pula sebaliknya, untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhannya, staff harus memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan atau organisasi. Hal ini harus dipahami kedua belah pihak. Cinta akan mulai bertumbuh ketika persyaratan yang digariskan kedua belah pihak terpenuhi.


Lebih jauh dalam interaksi tersebut harus ada inisiatif dan usaha berkelanjutan dari kedua belah pihak untuk mempertahankan, memperkuat, dan memperindah cinta. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, memahami kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Perlu digaris bawahi bahwa mencari organisasi yang sempurna sangat sulit, bahkan bisa dikatakan tak mungkin.

Wajar bila kita ingin melihat potensi dan peluang yang bisa kita dapatkan dalam sebuah organisasi berdasarkan kelebihannya, misalnya memiliki sistem renumerasi yang baik atau memiliki program pengembangan karier yang baik. Namun jangan sampai kita hanya terpaku pada kelebihan tersebut, lihat pula kekurangannya. Terimalah kekurangan tersebut sebagai bahan evaluasi untuk memajukan dan mengembangkan organisasi. Ingat, saat mencintai, kita harus tahu apa kelemahan dan kekuatannya.


Kedua, menghadapi masalah bersama-sama. Dalam banyak kasus, sering terjadi ketika organisasi menghadapi masalah, alih-alih menyelesaikan masalah bersama-sama, pegawai justru mulai mencari cara untuk meninggalkan organisasi. Setiap organisasi pasti pernah mengalami masalah. Masalah dapat muncul kapan saja tanpa diketahui.

Oleh karena itu, masalah yang tengah dihadapi dalam organisasi harus mulai kita pandang dengan lebih positif. Jika mampu disikapi dengan bersama-sama ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk memperkuat cinta dalam organisasi. Ketika menghadapi masalah, mulailah duduk bersama berdiskusi mecari akar permasalahan yang tengah dihadapi dan memformulasikan solusi yang tepat.


Ketiga, menjalin komunikasi yang efektif. Hubungan apapun tidak akan berjalan dengan baik tanpa didasari oleh komunikasi yang efektif, begitupula di dalam organisasi. Komunikasi yang efektif membantu anggota tim membangun hubungan yang kuat dan berkontribusi positif terhadap budaya organisasi dan pertumbuhan budaya organisasi secara keseluruhan.


Kelima, membangun budaya cinta dalam organisasi. Membangun budaya cinta di dalam organisasi berarti menekankan kehangatan dan kasih di atas ketegasan aturan untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Dinamika semacam ini sangat penting dimiliki oleh sebuah organisasi agar orang-orang yang berada dalam suatu organisasi tetap terhubung satu sama lain berdasarkan aturan yang jelas.

Komunitas yang merasa terhubung satu sala lain cenderung lebih berkomitmen satu sama lain, baik saat dia senang maupun susah. Selain itu, perlu dipahami pula bahwa terkait dengan hal ini karyawan tidak hanya menerima penilaian dan umpan balik yang penuh perhatian saat mereka bekerja dengan baik, tetapi juga pada saat mereka berkinerja buruk. Menintai Yes!, membiarkan perilaku buruk terus berulang terjadi No!.


Selain mengupayakan beberapa hal di atas, kehadiran cinta dapat dibuktikan sepanjang hari di dalam organisasi dalam bentuk interaksi kecil. Senyuman di pagi hari, kata-kata ramah dari kolega tentangkontribusi Anda pada suatu proyek, kepedulian atau bantuan saat rekan kerja sedang berjuang, ungkapan terima kasih, atau ucapan terima kasih yang sederhana kepada orang asing juga bisa menjadi beberapa alternatif cara untuk menghadirkan cinta di tengah-tengah organisasi. Hal yang hebat tentang cinta adalah bahwa ia selalu hadir. Kita hanya perlu menyelaraskannya. Saat kita melakukannya, kita akan melihatnya.


Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa cinta bersyarat dalam kehidupan berorganisasi merupakan kesadaran untuk bersama-sama berusaha menuju perbaikan yang berkelanjutan. Cinta itu memperbaiki bukan mengganti. Jika Anda menganggap cinta sebagai sesuatu yang berharga dalam segala aspek kehidupan Anda, maka Anda memiliki kesempatan untuk mengungkapkan cinta sepanjang hidup Anda, termasuk di dalam organisasi tempat Anda bekerja. Jadi, sudah siapkah Anda untuk mencintai dengan syarat?