Pendampingan Hukum pada Pengembangan Desa Wisata dengan Mengoptimalkan Peranan Kelembagaan Desa
TABANAN, diaribali.com – Pariwisata memiliki peranan penting dalam budaya masyarakat, terkait erat dengan cara orang menggunakan waktu mereka, baik untuk kesenangan pribadi maupun orang lain. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 2009, pasal 1 ayat 1, pariwisata diartikan sebagai aktivitas perjalanan oleh individu atau kelompok untuk rekreasi, pengembangan diri, atau eksplorasi daya tarik suatu tempat dalam waktu tertentu.
Selain itu, sektor pariwisata juga merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara. Setelah pandemi COVID-19, terdapat peluang untuk memulihkan ekonomi melalui pengembangan pariwisata, terutama dengan fokus pada desa wisata. Setiap desa memiliki karakter dan keunikan yang membedakannya dari desa lain, baik dalam aspek ekonomi, sosial, maupun budaya.
Melalui inovasi, potensi dan tradisi budaya di desa dapat dikembangkan menjadi daya tarik yang menarik bagi pengunjung. Menurut Widjaja (2011), pemberdayaan bertujuan untuk mengoptimalkan seluruh potensi desa guna mencapai kemajuan, melibatkan motivasi, inisiatif, dan kreativitas untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan.
Pengembangan desa wisata sebagai alternatif dalam sektor pariwisata dapat mempengaruhi pembangunan berkelanjutan di daerah pedesaan (Zakaria & Suprihardjo, 2014). Damanik (2013) mengidentifikasi tiga faktor pendorong dalam pariwisata pedesaan: (1) keaslian potensi alam dan budaya, (2) lingkungan fisik yang relatif bersih dari polusi, dan (3) pertumbuhan ekonomi yang lambat, sehingga potensi lokal belum sepenuhnya dimanfaatkan. Ketiga faktor ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan desa wisata.
Desa Bongan, yang terletak di Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, memiliki potensi besar untuk dijadikan desa wisata. Dengan kondisi geografis yang sebagian besar dataran rendah dan iklim yang mendukung, Desa Bongan menawarkan sejumlah daya tarik, termasuk Situs Bale Agung Pesarean Kebo Iwa, potensi wisata Burung Jalak Bali, Pura Balang Tamak, tradisi Mesuryak, dan hamparan persawahan yang luas. Pada 6 November 2018, Desa Bongan secara resmi ditetapkan sebagai Desa Wisata melalui Surat Keputusan Bupati Tabanan. Namun, pengembangan desa wisata ini belum berjalan optimal dan memerlukan peningkatan peran lembaga pemberdayaan desa seperti Badan Pemberdayaan Desa (BPD) yang berkolaborasi dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam pengembangan pariwisata.
Berdasarkan analisis situasi, terdapat beberapa masalah utama yang perlu diatasi, antara lain:
- Keterbatasan pemahaman tentang aspek hukum dalam pengelolaan usaha pariwisata, terlihat dari tidak adanya Peraturan Desa (Perdes) tentang BUMDes dan Kelompok Sadar Wisata (Pordarwis).
- Ketidakadaan pendampingan dalam penyusunan kontrak kerja sama tertulis antara BUMDes, Pordarwis, dan pihak ketiga, seperti vendor pariwisata.
- Pemberdayaan dalam pengelolaan manajemen unit usaha pariwisata yang masih kurang optimal, serta strategi pemasaran yang belum efektif.
Pendampingan hukum di Desa Bongan sangat penting untuk meningkatkan pemahaman tentang regulasi pengelolaan pariwisata. Tanpa adanya Perdes yang jelas, pengelolaan potensi wisata desa tidak terstruktur, menghambat pemberdayaan masyarakat. Selain itu, ketidakadaan kontrak kerja sama yang tertulis dapat memperburuk situasi dan berisiko menimbulkan sengketa di masa mendatang.
Tim Pengabdian kepada Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Warmadewa telah melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum untuk membantu Desa Bongan dalam menyusun draf Perdes. Dengan adanya regulasi yang jelas, desa dapat melaksanakan program pengembangan pariwisata yang bermanfaat bagi masyarakat. Pelatihan mengenai kontrak hukum juga telah dilaksanakan, memberikan pemahaman tentang penyusunan dan penerapan MoU antara BUMDes, Pordarwis, dan pihak ketiga, yang sangat penting untuk memastikan kepastian hukum dalam kerja sama. Dalam aspek manajemen, pelatihan pengelolaan unit usaha pariwisata telah dilakukan dengan fokus pada strategi pemasaran modern dan transparansi dalam perekrutan serta pelaporan. Dengan memanfaatkan platform digital dan media sosial, Desa Bongan diharapkan dapat meningkatkan visibilitasnya sebagai destinasi wisata.
Pengembangan pariwisata di Desa Bongan menghadapi tantangan signifikan terkait kurangnya pemahaman hukum dan pengelolaan yang kurang profesional. Ketiadaan Perdes tentang BUMDes dan Pordarwis menghalangi pengelolaan potensi wisata desa secara efektif. Selain itu, tidak adanya MoU antara BUMDes, Pordarwis, dan vendor pariwisata menambah kompleksitas serta risiko sengketa di masa mendatang.
Oleh karena itu, sangat penting untuk segera menyusun Perdes yang komprehensif dan memberikan pendampingan hukum dalam penyusunan kontrak kerja sama. Pelatihan manajemen dan pemasaran yang intensif juga perlu diimplementasikan untuk meningkatkan kapasitas pengelola unit usaha pariwisata. Keterlibatan masyarakat dalam proses ini sangat penting untuk membangun kesadaran dan rasa memiliki terhadap pengembangan pariwisata desa. Melalui langkah-langkah tersebut, Desa Bongan diharapkan dapat memaksimalkan potensi pariwisatanya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mencapai pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan.rl