iklan warmadewa iklan warmadewa stikom bali

Great Resignation vs Great Attraction, Tantangan dalam Memanusiakan Manusia

d1

BEBERAPA waktu yang lalu, saya bertukar ‘chat’ dengan sahabat yang sudah lama tidak jumpa. Menariknya, dalam obrolan itu ada cerita tentang dirinya yang akhirnya resign dari company tempat ia bekerja selama ini. Dan pertanyaan pun muncul, kok resign? Kenapa? Padahal setahu saya, ia bekerja cukup lama di company tersebut dan kalau boleh dibilang sudah settle dengan apa yang ia peroleh.

Dan yang lebih menariknya lagi, resignnya kok ya di saat pandemi? Sementara disisi lain, malah orang-orang bingung mencari pekerjaan. What happened? The Great Resignation Ternyata, hal ini juga terjadi di banyak negara di belahan dunia ini. Fenomena The Great Resignation. Ini merupakan sebuah kondisi ekonomi yang menggambarkan begitu banyaknya para pekerja yang mengundurkan diri dari pekerjaan mereka secara sukarela.

Survei McKinsey menunjukkan sejak bulan April 2021, lebih dari 19 juta karyawan di USA mengambil langkah resign dari pekerjaan mereka. Lebih lanjut lagi, Microsoft telah melakukan studi dan menyimpulkan sekitar 41% global workforce berencana untuk resign dan berpindah kantor dalam setahun ke depan.

Pertanyaan besarnya yang masih perlu dijawab : Kenapa? Anthony Klotz, Associate Professor of Management di Texas A&M University, USA yang mencetuskan istilah untuk fenomena “bubaran massal” ini berpendapat kalau pandemi Covid-19 inilah menjadi alasannya.

Selain itu, kondisi kerja selama pandemi dengan berbagai beban kerja yang dialami para pekerja ini, ditambah dengan program benefits dari company yang dirasa tidak sesuai, plus kondisi lingkungan kerja yang buruk menambah alasan mengapa fenomena ini terjadi. Selama pandemi ini pula, menurut Klotz, banyak orang telah meredefisinikan dan memikirkan ulang berbagai prioritas dalam kehidupan mereka, salah satunya tentang pekerjaan mereka.

Terlebih lagi ketika pandemi ini, banyak perusahaan di seluruh dunia kemudian melakukan pola kerja remote working melalui kebijakan work from home. Selama bekerja di rumah, para pekerja ini mulai meredesign kembali cara mereka dalam bekerja. Yang mereka cari dan tuju pun berubah. Mereka menginginkan work life balance dan fleksibilitas, keseimbangan dalam pekerjaan dan kehidupan keseharian.

Mengubah The Great Resignation menjadi The Great Attraction Lalu apa yang bisa dilakukan oleh para employer untuk mengubah fenomena bubaran massal menjadi fenomena untuk menarik talents atau great attraction? Para employer, ditingkat middle level manager ke atas, harus mulai “mendengar” karyawannya.

Memang, terkadang dalam lingkungan kerja, level eksekutif tidak memahami karyawan mereka lebih jauh. Selain faktor life balance, benefits, dan fleksibilitas di atas, hal lain yang menjadi alasan kenapa para pekerja resign adalah kurang didengar dan dihargainya voice dari karyawan, kurangnya sense of belonging dan ownership yang dirasa karyawan terhadap pekerjaan yang mereka jalani.

Di sini lah perlu pemahaman lebih lanjut dari sisi employer, tidak hanya dari sisi transaksional pemberian kompensasi kepada karyawan yang harus diperhatikan, melainkan juga sisi relasional antara employer dan employees. Then how to? Listen to employees voice’s. Dari proses mendengar itu, employer akan memahami tidak hanya permasalahan yang dihadapi oleh karyawannya tapi juga ide dan inovasi dari karyawan yang mampu mendukung transformasi organisasi.

Culture and policy transformation. Lakukan review terhadap budaya dan kebijakan yang dimiliki perusahaan. Sesuaikan dengan kebutuhan dan relevansinya dengan situasi dan kondisi saat ini. Pick, put, and manage the best talents. Kelola manusia dengan baik. Tempatkan mereka di tempat yang tepat, sesuaikan dengan skill yang mereka miliki. Jangan lupa motivate, communicate, dan giving opportunity untuk karyawan berkembang.

Engage with your employees. Para employer juga harus membentuk koneksi dan relasi dengan karyawannya. Tentunya, dengan membangun lingkungan kerja yang mendukung konektivitas tidak hanya untuk urusan pekerjaan tapi juga yang mampu mengakomodir preferensi personal dari karyawan. Jangan lupa, manusia adalah social being. Fenomena great resignation ini kemudian menjadi pembuka mata bagi employer dalam mengelola talents yang dimilikinya. Jangan lupa, manusia adalah aset perusahaan untuk tumbuh dan berkembang. Maka, manusiakanlah manusia.

Penulis: I Gusti Ngurah Widya Hadi Saputra, S.M., M.S.M (Dosen Prodi Manajemen Universitas Pendidikan Nasional)