Bersama Kita Cegah Stunting
Oleh: Ni Komang Erny Astiti, SKM., M.Keb
STUNTING merupakan kondisi gangguan pertumbuhan pada anak yaitu tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari usiannya.
Stunting merupakan kondisi serius yang terjadi saat seseorang tidak mendapatkan asupan bergizi dalam jumlah yang tepat dalam waktu yang lama (kronik) (Kominfo, 2019).
Pada tahun 2018, Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 3 dari 10 anak Indonesia bertumbuh pendek. Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa.
Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang tentunya akan berpengaruh terhadap kesehatan dan pertumbuhan otaknya (Kominfo, 2019).
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, angka stunting nasional mengalami penurunan dari 37,2 % pada 2013 menjadi 30,8 % pada 2018. Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019, angka ini menurun menjadi 27,7 %. (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2020)
Stunting memiliki dampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktivitasnya, serta terhadap daya saing bangsa.
Dampak jangka pendek dari stunting dapat terganggunya perkembangan otak anak, kecerdasan berkurang, gangguan pertumbuhan fisik, gangguan metabolisme dalam tubuh.
Dampak jangka panjang stunting dapat berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga anak mudah sakit, resiko tinggi munculnya penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan disabilitas pada usia tua.
Seriusnya masalah kesehatan yang disebabkan oleh stunting, menjadi alasan pemerintah menetapkan penanganan stunting dalam prioritas nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, yang menetapkan penurunan target angka stunting nasional menjadi 14% (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2020).
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah saat ini untuk mencapai target tersebut tentunya tidak mudah, karena sejak awal tahun 2020 terjadi pandemi Covid 19 yang menimbulkan berbagai dampak termasuk kesehatan, serta memperburuk kondisi stunting di Indonesia.
Tiga Hal penting dalam pencegahan stunting meliputi perbaikan terhadap pola makan (gizi), perbaikan pola asuh serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.
Anak usia 0-12 bulan masuk dalam periode emas atau masa ketika otak anak sedang mengalami perkembangan pesat. Oleh karena itu orang tua harus memperhatikan asupan kecukupan gizi anak.
Bayi berhak mendapatkan haknya untuk dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) segera setalah lahir, mendapatkan ASI secara eksklusif (0-6 bulan), lanjutkan pemberian ASI hingga 2 tahun/lebih, berikan makanan penambah ASI (MPASI) berupa makanan yang berkualitas dari bahan lokal mulai dari usia 6 bulan.
Pada anak balita, salah satu pemenuhan kebutuhan gizi yang bermanfaat adalah dengan pemberian susu. Susu memiliki zat gizi penting bagi pertumbuhan fisik dan pertumbuhan lainnya.
Setiap anak di Indonesia memiliki hak untuk terbebas dari masalah gizi, termasuk stunting dan masalah gizi lebih yaitu obesitas.
Dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sehat, Kementerian Kesehatan memberi panduan tentang pentingnya konsumsi gizi seimbang sejak dini dan itu dimulai dari keluarga.
Istilah “isi piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiaakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam porsi makan harus terdapat setengah piring diisi oleh sayu dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
Pola asuh juga mempengaruhi stunting, terutama pola asuh yang kurang baik dalam praktik pemberian makan bagi bayi dan balita.
Upaya ini dapat dioptimalkan dengan dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga agar para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.
Upaya berikutnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah memperbaiki sanitasi untuk mengurangi stunting. Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada resiko ancaman penyaki infeksi. Oleh karena itu perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar (BAB) sembarangan.
Guna mewujudkan masyarakat Indonesia bergaya hidup bersih dan sehat, pemerintah terus menggiatkan program sanitasi untuk negeri serta Gerakan Indonesia Bersih berupa sanitasi berbasis masyarakat, pengurangan sampah dengan memberdayakan masyarakat melali program padat karya tunai, pembangunan TPA sampah skala regional serta tempat pengelolaan sampah dengan pendekatan reduce, reuse dan recycle (TPS3R).
Program percepatan pencegahan dan pengurangan stunting memiliki sasaran prioritas dan fokus pada intervensi gizi. Sasaran prioritasnya yaitu ibu hamil dan anak usia 0-2 tahun atau rumah tangga 1000 hari pertama kehidupan.
Intervensi gizi spesifik berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Intervensi gizi stunting meliputi intervensi dengan sasaran ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan serta ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan.
Intervensi dengan sasaran ibu hamil, berupa memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium, menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari malaria.
Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan dilakukan dengan mendorong inisiasi menyusu dini (pemberian ASI jolong/kolostrum) serta mendorong pemberian ASI eksklusif.
Intervensi dengan sasaran ibu menyusi dan anak usia 7-23 bulan yaitu dengan mendorong penerusan pemberian ASI hingga 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi lengkap dan melakukan pencegahan dan pengobatan diare.*