Akademisi: Pertanian Bali Butuh Sentuhan Teknologi

Prof. Dr. IB. Raka Suardana, SE., MM
Prof. Dr. IB. Raka Suardana, SE., MM
Bagikan

“Saat Pandemi sektor pertanian yang bisa menjadi bantalan untuk digarap, pasalnya sektor pariwisata di Bali sedang porak poranda. Hanya saja, pertanian di Bali butuh sentuhan teknologi baik saat pengolahan maupun pasca panen. Selama ini pasca panen di Bali belum tersentuh oleh teknologi”

DENPASAR- DiariBali
Banyak kalangan perpendapat bahwa di tengah situasi sulit pandemi Covid-19 ini, masyarakat Bali yang sebelumnya bergantung pada sektor pertanian harus melakukan transformasi ke sektor pertanian.

Padahal, ada sektor lain yang memiliki potensi untuk digarap dan dikembangkan. Pasalnya sektor tersebut tidak terdampak signifikan oleh pandemi ini seperti; UMKM, kelautan maupun Industri.

Dari sektor tersebut ada banyak hal yang bisa digarap, seperti sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) misalnya bisa di kembangkan kuliner, industri rumahan, industri kreatif maupun even organaizer.

Pemaparan tersebut disampaikan Prof. Dr. IB. Raka Suardana, SE., MM, saat sebagai narasumber dalam acara Capacity Building yang di gelar Kantor Perwakilan wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali, Selasa (22/6) di Denpasar.

Sementara sektor, kata Prof. Raka, seperti sektor kelautan misalnya bisa digarap atau dikembangakan pada ikan tuna, kerapu, lobster maupun abalon. “Untuk sektor di pertanian sendiri bisa digarap padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi,” paparnya.

Selain itu, ada lagi sektor industri, walaupun di Bali sendiri tidak ada industri besar seperti di daerah lain, bisa di garap dari sisi pengolahan baik hasil pertanian maupun kelautannya.

Dekan Undiknas Denpasar ini juga mengatakan, selama pandemi ini, sulit berharap dari sektor pariwisata. Salah satunya yang sedang digaungkan sekarang baik oleh pemerintah maupun akademisi dan praktisi salah satunya yaitu sektor pertanian.

Hanya saja, pertanain di Bali belum tersentuh oleh teknologi. Walaupun ada penggunaan teknologi dalam pengolahannya, namun untuk pasca panen atau saat banjir, hasil pertanian tidak dapat dikelola dengan baik. ” Dari dulu kita lalai, tiap tahun kejadian anjlok saat banjir panen terjadi, tidak ada melirik teknologi,” tegasnya.

Prof. Raka tidak memungkiri, bahwa untuk melirik teknologi butuh dana yang besar, sehingga petani belum mampu untuk membelinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah maupun piham swasta. Meski demikian, sambung Prof Raka Pemerintah daerah maupu provinsi mestinya hadir, turun sebagai pemodal.

“Selama ini saat panen hasil pertanian, misalnya panen salak di Karangasem, saat itu mungkin harga salak bisa mencapai seribu rupiah ga ada yang beli. Kalau ini diolah melalui sentuhan teknologi tentu dapat menjadi nilai tambah hasil pertanian kuta di Bali,” pungkasnya. (Tim)