Seni Menjadi Ibu
PERINGATAN Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember, selalu menjadi ruang pribadi bagi saya untuk membangkitkan kesadaran betapa pentingnya peran Ibu dalam setiap aspek kehidupan. Meskipun dalam ajaran Hindu dikatakan bahwa setiap hari merupakan hari pemujaan kepada ibu, namun tidak ada salahnya kita coba memaknai lebih dalam sosok “Ibu” dalam kehidupan kita di hari yang istimewa tersebut.
Sebagai seorang praktisi Human Resource Management, pada dasarnya saya sedikit berkeberatan jika sosok ibu yang luar biasa dimaknai secara sempit dengan hanya memberikan penghargaan kepada ibu biologis. Banyak aspek keteladanan dan kesempurnaan seorang ibu yang dapat kita terapkan dalam berbagai dimensi, termasuk ketika memimpin sebuah organisasi.
Kualitas kepemimpinan dalam sebuah organisasi dalam banyak kasus menjadi faktor penentu keberhasilan. Meskipun banyak karyawan memberikan rasa hormat dan kepatuhan kepada seorang pemimpin karena posisi mereka di perusahaan, hanya memegang gelar kepemimpinan tidak menjamin bahwa Anda akan memimpin organisasi Anda secara efektif.
Pemimpin terbaik hendaknya mampu menjadi “ibu” yang mampu menginspirasi tim mereka menuju kesuksesan pribadi dan profesional serta menciptakan budaya motivasi di tempat kerja mereka. Bila seorang pemimpin kita ibaratkan sebagai seorang “ibu” maka karyawan adalah “anak”.
Meskipun seorang anak tak mungkin menjadi sempurna karena dia manusia biasa, bagi ibunya dia adalah wujud kesempurnaan. Seorang ibu akan tetap menyayangi anaknya secara alami seberapa pun kekurangan anaknya di mata orang lain. Induk seekor singa yang buas pun akan tetap mencintai anaknya secara alami.
Begitu pula selayaknya seorang pemimpin. Berlandaskan cinta dan kasih sayang seorang “ibu”, pemimpin diharapkan mampu menciptakan, memperoleh, dan mentransfer pengetahuan, sambil terus melakukan monitoring dan memodifikasi perilaku anak-anaknya (karyawan) sehingga terwujudlah kesempurnaan tersebut.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa organisasi yang berjalan dalam jangka waktu yang panjang adalah organisasi mampu memancarkan cinta dan kasih sayang yang tulus kepada karyawan. Dengan memberikan perasaan menjadi bagian (engaged) dalam sebuah keluarga besar, karyawan merasa lebih dipahami dan dihargai.
Orang-orang berkomitmen untuk organisasi di mana mereka merasa seperti bagian dari keluarga dan merasa dipahami serta dihargai oleh kepemimpinan sebuah organisasi. Kepedulian, perhatian, dan penghargaan untuk karyawan pada gilirannya dapat meciptakan keutuhan, harmoni, dan kesejahteraan.
Baik kedokteran maupun bidang psikologi positif telah mempelajari dan menegaskan bahwa cinta memiliki kekuatan yang besar untuk mengatasi pengaruh negatif dari emosi yang merusak seperti dendam, marah, khawatir, dan takut.
Cinta dan kasih sayang ini juga memungkinkan terciptanya lingkungan yang kondusif untuk memberikan umpan balik terhadap kinerja yang ditunjukkan oleh karyawan. Koreksi, kritik, masukan, pujian dalam kegiatan coaching, caounselling, dan mentoring seringkali sulit disampaikan dalam lingkungan kerja yang “toxic”.
Sebaliknya, ketika umpan balik tersebut dikomunikasikan layaknya seorang “ibu” yang mengasihi anaknya, umpan balik yang diberikan dapat berjalan dengan maksimal, sehingga mampu menginspirasi, meningkatkan kepercayaan diri, dan menimbulkan kepuasan kerja pada bawahan.
Terlebih jika kita kaitkan dengan konteks kekinian banyak millennial yang mengatakan bahwa mereka sangat menyukai umpan balik yang diberikan oleh pimpinan mereka dan berharap pimpinannya banyak memberikan umpan balik.
Dengan demikian menjadi tahu bahwa pekerjaan mereka diperhatikan dan secara berkelanjutan dapat terus memperbaiki kinerja yang mereka tunjukkan untuk menjadi lebih produktif.
Ibu menurut ajaran Hindu memiliki keutamaan yang luar biasa. Ia selalu hadir dan berada dalam keluarga.
Tidak ada yang melebihi kecintaan ibu dalam hal mengasihi dan mengasuh anak-anaknya. Jika tiada sosok ibu,kegalauan, kegelisahan, kesedihan, hampa, kesepian tidak mengetahui sang ibu akan selalu menghantui. Di zaman ketika perubahan terjadi sangat dinamis, sosok “ibu” kembali menemukan momentumnya untuk memberikan kita arahan akan value dan praktik baik yang mungkin sering terlupa.
Hari Ibu menjadi momen pengingat yang mengajak kita untuk kembali memaknai ulang Hari Ibu. Bukan hanya sebatas Hari Ibu dalam peran keluarga, tetapi bagaimana menerapkan sosok “ibu” dalam kehidupan berorganisasi atau aspek kehidupan lainnya. Dengan pemaknaan ini, niscaya kemuliaan seorang ibu akan semakin terwujud nyata.