
Penerus Maestro Made Gileh Dipercaya Merancang Bade Tumpang Sia AGPAG

Karangasem,diaribali.com-
Tanah Dewata tidak pernah kehilangan seniman. Di setiap desa, niscaya ditemukan para maestro di bidang seni. Baik seni karawitan, tari, olah vokal hingga undagi (spesialis bagunan).
Alih-generasi berlajan dengan baik. Sehingga sosok-sosok muda bermunculan meneruskan kiprah pendahulu, maestro sepuh yang telah berpulang.
Di Banjar Babakan, Desa Adat Gegelang, Kecamatan Manggis, Karangasem, misalnya. Era 1970-2000 an, tersohor maestro undagi I Made Gileh. Meski telah berpulang ke pangkuan Ibu Pertiwi, namun sosoknya hidup abadi dengan karya dan idealisme yang ditinggalkan.
Mendiang Made Gileh di era kejayaannya, berhasil menularkan ilmu undagi ke para pemuda wilayahnya, bahkan hingga ke desa-desa tetangga.
Sebagian besar mantan anak asuhnya kini sukses menekuni usaha bangunan styile Bali dan palinggih. Ada juga yang khusus membuat sarana pitra yadnya berupa bade, petulangan dan sebagainya.
Jejak-jejak peninggalan mendiang Made Gileh dengan mudah ditemui hingga saat ini. Salah satunya tiga tapel boma pada Candi Gelung Pura Penataran Sira Arya Gajah Para, Dadia Baler Setra, Antiga.
Jika Made Gileh adalah perintis pembuka jalan, maka I Kadek Erik Desiawan, adalah pewaris penerus jalan. Dek Erik, sapaannya, merupakan cucu biologis sekaligus idiologis Sang Maestro yang dikenal bersahaja itu.
Di usia relatif muda, 35 tahun, Dek Erik sudah berpengalaman menyelesaikan berbagai jenis bade dan petulangan. Saat ini, ia dipercaya sebagai komando bade tumpang sia (9) dengan tinggi 16 meter milik pasemetonan Sira Arya Gajah Para Bretara Sira Arya Getas (AGPAG).
Gabungan enam kelompok dadia ini akan menggelar Ngaben Massal pada 4 Juli 2025, bertempat di Setra Desa Adat Angantelu. Bade karya Dek Erik Cs. Ini akan digarap dari Jebag Desa Angantelu menuju setra, menempuh jarak sekitar 700 meter. Meski demikian, waktu tempuh diperkirakan 1 jam karena faktor medan dan ribuan orang yang bakal memadati area.
“Kali ini kami membuat bade tumpang 9 dengan tinggi 16 meter dengan kapasitas daya tampung 160-170 sawa. Selain itu di sini juga sekaligus membuat pengiriman, pengeroras, pengerapuhan, pemuspaan, sangge. Seperangkat lengkap,” terang Dek Erik, ditemui di lokasi pembuatan bade, di Banjar Babakan.
Bapak tiga anak ini mengaku senang dan terhormat diberikan mandat penuh oleh panglingsir AGPAG untuk membuatkan bade dan perlengkapannya sebagai bentuk penghormatan dan diberikan ruang untuk seniman lokal berkarya agar seni di desa Angantelu/Gegelang tetap tumbuh dan berkembang.
Ditambahkan, untuk sikut (ukuran) bade masih digunakan sikut lama yang diwarisi dari kakek dan bapak saat masih aktif berkarya. Dengan tetap mempertahankan sikut lama yang tidak berani melanggar norma-norma yang tidak diperbolehkan menurut sastra yang diyakin terhadap seniman atau undagi bade pada umumnya.
Untuk bagain-bade ada yang disebut; dasar, badan, pepalihan, badan dara dan raab. Untuk hiasan berlaku pada umumnya seperti boma, sae maupun garuda. Namun untuk ukuran dan besar nanti menyesuaikan dengan kapasitas yang dibutuhkan. Tidak kalah penting, diantara sikut dan bagian-bagian hiasan tetap diperhatikan untuk kebutuhan estetika.
“Membuat bade merupakan hobi sejak kecil. Lingkungan dan keluarga juga mendukung untuk melestarikan seni dan budaya agar tidak putus.
Pesan kakek yang masih terngiang adalah sing dadi memada mada ( tidak boleh menyamai atau membuat bade seperti yang digunakan kaum berkasta) seperti menggunakan naga banda dan bale taman,” sebutnya sembari megatakan itu petuah penting yang selalu saya ingat.
Ia mengaku secara khusus bade ini dipersembahkan untuk bapak, kakak, anak, dan mertua yang kebetulan diaben nanti. Merupakan kebanggaan disaat diberikan kepercayaan dan tanggungjawab oleh warga.
Secara umum bade ini dipersembahkan untuk pasemetonan sebagai bentuk penghormatan terhadap tetua, keluarga dan memupuk semangat gotong royong berlandaskan spirit Bhakti Satya Wirang.
Dek Erik berharap karyanya (bade red) nanti rampung sesuai target dan harapan bisa mengantarkan sawa sampai di setra berjalan lancar. Semoga semangat hari ini tetap dijaga sampai akhir acara agar apa yang menjadi harapan pasemeton terwujud.
“Astungkara nanti berjalan lancar sampai ke setra. Semoga leluhur memberikan jalan yang terang dan kekuatan serta didukung semangat semeton AGPG untuk menyukseskan ngaben bersama enam dadia ini agar ke depan bisa dilaksanakan berkelanjutan,” pungkasnya berharap. (Art)