Pemimpin yang Merasa ‘Bodoh’
DENPASAR-Diari Bali
Gung Eddy, sejatinya bukanlah akademisi kaleng-kaleng. Gelar akademiknya saja doktor. Jabatannya Ketua Perkumpulan Pendidikan Nasional (Perdiknas) sebuah yayasan yang menaungi unit pendidikan SMP Nasional, SMK Teknologi Nasional dan yang paling dikenal luas yakni Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar.
Uniknya, meski bergelar doktor, pemilik nama lengkap AA Ngurah Eddy Supriyadinata Gorda ini selalu merasa bodoh. Sejak memimpin Perdiknas 11 Maret 2019 lalu, menggantikan kakak kandungnya Dr. AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda, gaya kepemimpinan Gung Eddy lebih kepada menjadi pendengar yang baik. “Saya tidak pintar. Tapi saya yakin teman-teman saya orang hebat,” katanya.
Menurutnya, apa yang telah diwariskan pendahulunya sudah sangat baik sehingga ia tinggal melanjutkan sembari melakukan sedikit evaluasi. Yang menjadi tujuan utamanya adalah manajemen berbasis data serta mempersiapkan haluan pembangunan Perdikas dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Belum lama ini, secara khusus Gung Eddy mengundang empat professor Undiknas, disusul tiga dosen bergelar P.hD serta mantan kepala SMP Nasional dan SMK Teknologi Nasional guna mendapatkan masukan, saran, kritik demi menentukan arah Perdiknas ke depan. Semua masukan itu ia catat dengan baik untuk bahan evaluasi.
“Saya hanya ingin membangun sistem berbasis data. Ini manajemen terbaik bagi saya pribadi. Setiap pimpinan unit dan jajarannya akan diseleksi oleh sistem. Mereka yang tidak memenuhi kriteria akan mundur dengan sendirinya. Jadi tidak ada istilah pecat memecat,” ungkapnya.
Berdasarkan pantauan, masukan yang disampaikan seluruh tamu undangannya menyarankan agar pimpinan Perdiknas mempersiapkan diri menghadapi ‘digital distruption’. Digital distruption merupakan perubahan terhadap teknologi digital dan model bisnis yang mempengaruhi ‘value proposition’, dari produk atau jasa yang dijual. Perubahan teknologi digital ini dapat menjadi tantangan, sekaligus menjadi cambuk bagi peradaban manusia.
Masukan berikutnya, Perdiknas selaku payung hukum diharapkan mengembangkan unit-unit bisnis lain, tapi masih linier dengan bidang pendidikan yang menjadi tujuan utama para pendiri yang telah tiada; IGN Gorda dan Nyoman Sambereg. Upaya ini dilakukan untuk mendapatkan sumber pendapatan di luar Sumbangan Pembinaan Pendidikan atau SPP peserta didik.
Dibangunnya unit bisnis lain, juga berdampak pada pemberdayaan keluarga besar Perdiknas untuk mengais pengalaman bisnis, terutama untuk mahasiswa dan dosen Undiknas. Dengan demikian, Perdiknas dan unit-unitnya akan tetap ajeg, menjadi garda terdepan mencerdaskan kehidupan bangsa. TUM