Lomba Gender, Ajang Menumbuhkan Bibit Baru Seni Karawitan Tua
DENPASAR, diaribali.com-Pesta Keseian Bali (PKB) merupakan ajang pelestarian seni dan budaya Bali dengan memberikan ruang untuk menunjukkan seniman berkreativitas dan menggali bibit-bibit baru atau meregenerasi agar kesenian yang ada tidak putus kehilangan penerus, baik seni tradisi moderen atau kuno (tua).
Tak terkecuali pentas gender wayang. Pentas yang dimulai sejak tahun 2013 yang dimasukkan dalam agenda PKB, hingga kini gender wayang masih tetap eksis ditampilkan. Meski tergolong karawitan kuno (tua) anak-anak juga piawai memainkan gender, baik dalam keseharian mengiringi upacara maupun dijadikan lomba dalam PSR (pekan olahraga seni dan pelajar).
Koordinator Juri Gender Wayang PKB, I Gusti Putu Sudarta saat ditemui disela lomba gender wayang, Sabtu (24/6) mengatakan, lomba gender wayang dalam PKB merupakan kelanjutan dari PSR. Lomba ini bertujuan menumbuhkan bibit baru terhadap gamelan karawitan kuno (tua).
“Kalau dahulu anak-anak jarang bisa menguasai gender. Tapi sekarang sudah berkembang banyak seniman gender dan minat anak-anak untuk belajar tinggi. Disamping juga dimasukkan dalam ekstrakurikuler di sekolah,” terangnya.
Gusti Sudarta menambahkan, yang terpenting dari PKB ini yaitu ajang menampilkan kemampuan, juara bukan tujuan utama. Dengan tampilnya dari masing-masing daerah, ini menunjukkan terlahir generasi baru. Disamping juga kekhasan masing-masing daerah muncul di sini. Pasalnya, meski gending gender sama dibawakan oleh masing-masing daerah akan berbeda.
Sentuhan kedaerahan atau style masing-masing daerah menjadi warna baru dan sentuhan seniman dalam menuangkan ide dan gagasan akan memberi kesan berbeda meski tiga pokok dasar memainkan gender harus ada seperti gending, teknik dan penjiwaan.
Gusti Sudarta yang juga seniman multitalenta ini berpendapat, dari penampilan keseluruhan penampilan ketiga sekaa gender dari duta Gianyar, Klungkung dan Jembrana sudah bagus dari teknik pukulan, dan tetekep sudah sesuai dengan usia.
Dikatakan dari meteri gending angkat-angkatan, meski materinya sama namun masing daerah mampu menampilkan gaya tersendiri. “Tadi ada kekhasan kedaerahan. Memiliki karakter tersendiri,” sebutnya.
Kata dia penilaian dalam gender wayang ada tiga pokok yang harus mampu ditampilkan dalam bermain gamelan klasik ini diantaranya: keutuhan gending, teknik pukulan dan tutupan, terakhir penjiwaan lagu yang dibawakan dengan kekuatan teknik. “Sehingga ngematch jadinya semua antara gending, teknik dan pengerasan (penjiwaan), ” pungkas dosen Pendalangan ISI Denpasar asal Desa Bedulu, Gianyar ini.
Lebih jauh disampaikan, pada PKB tahun ini ada tujuh sekaa yang bakal berkompetisi. Dua kabupaten absen untuk lomba gender ini yaitu Kabupaten Buleleng dan Bangli. Peserta pertama pentas yaitu Kabupaten Gianyar, Klungkung dan Jembrana. Dan pada hari kedua akan tampil duta Kota Denpasar, Badung, Tabanan dan Karangasem. (Art)