LAM-PTKes Adakan Pertemuan di Bali, Apa yang Dibahas?

BADUNG, diaribali.com-

Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes) Indonesia menggelar pertemuan bertema “Asia Quality Forum for Medical and Health Profession Education” di Kuta, Badung, Bali, 8-9 Desember 2022.

Ketua LAM-PTKes Prof. dr. Usman Chatib Warsa, Sp. MK., PhD., kepada awak media, Kamis (8/12) menjelaskan, forum internasional tersebut dilandasi adanya kebutuhan untuk memenuhi target
World Health Organization atau WHO pada tahun 2030 sehubungan dengan Strategi Global untuk Sumber Daya Manusia
Kesehatan.

Selain itu, mantan Rektor Universitas Indonesia ini membeberkan, forum tersebut juga sebagai upaya perlunya penguatan sistem akreditasi di kawasan Asia.

Perkumpulan LAM-PTKes mengundang menghadirkan para pembicara internasional yang telah berkecimpung di dunia pendidikan, di antaranya, Titi Savitri (President of SEARAME), David Gordon (President of WFME), Bob Woollard (Chair International Social), Janet Grant (University College London).

Helen Featherstone (GMCSI UK)
, Ronnny Heintze (AQAS, Jerman)
, Manoj Jhalani (Director, Department of UHC/Health Systems), Gaya Gamwehage (Director, Office of The Director-General, WHO Geneva) dan Tetty DS Ariyanto (National Professional Certification Board BNSP).

Pembicara dari sekitar Asia seperti dari Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, Sri Lanka, dan Thailand turut membagikan pengalaman
tentang pentingnya mutu pendidikan bidang kesehatan dalam menghasilkan tenaga kesehatan yang mumpuni.

Demikian pula pembicara yang mewakili keilmuan kesehatan yaitu kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, farmasi, kebidanan, kesehatan masyarakat dan
gizi telah dilibatkan pula untuk berbagi informasi terkait upaya penjaminan mutu di bidang ilmu masing-masing.

“Tujuan utama diadakannya Bali Meeting 2022 ini yaitu menyebarluaskan target WHO 2030 terkait strategi global sumber daya manusia kesehatan, memfasilitasi persiapan Mutual Recognition Agreement (MRA) bagi beberapa profesi kesehatan serta mengidentifikasi strategi penguatan sistem akreditasi di kawasan Asia untuk mencapai target WHO 2030, dan
membahas tentang upaya pengakuan internasional terhadap sistem akreditasi,” jelas Prof. Usman.

Prof. Usman berharap, forum ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan
kedokteran dan kesehatan di Indonesia dengan mewujudkan proses akreditasi tingkat internasional, melalui luaran atau output berupa platform akreditasi lintas batas di Asia dan sekitarnya.

Yang pada akhrinya dapat memperluas serta mempererat hubungan internasional
Indonesia dengan berbagai negara melalui jalur pendidikan. Yang menarik, forum ini dirangkai cultural night, dengan tujuan memperkenalkan kebudayaan dan keindahan Indonesia khususnya kebudayaan Bali di kancah internasional.

Ia menambahkan, LAM-PTKes berdiri delapan tahun silam berkat dorongan dari pemerintah dan WHO. Namun, lembaga yang dipimpinnya itu bersifat independen didirikan oleh para profesional.

President The South-East Asia Regional Association of Medical Education (SEARAME) dr. Rr. Titi Savitri Prihatiningsih, MA., M.Med, Ed., P.hD., merasa optimis ke depan, Indonesia mampu menjadi pemimpin di bidang medis mengacu pada kepemimpinan Indonesia pada Presidensi G20.

Pendidikan kedokteran, lanjut Titi, memiliki keunikan, yaitu tidak bisa lepas dari sistem tenaga kesehatan. Jadi, pendidikan kedokteran dan profesi kesehatan dengan sistem tenaga kesehatan itu seperti saling merangkul dan sangat erat.

Oleh karena itu dalam pengembangan sistem pendidikan kedokteran dan tenaga kesehatan akan selalu bergandengan tangan. Termasuk juga dalam pengembangan standar atau pun kriteria.

Ia mengucapkan, dalam diskusi sebelumnya, terungkap tantangan masalah kesehatan yang ada, berupa pandemi, emerging, perkembangan teknologi yang sangat pesat dan masih banyak konflik di dalam dan antar negara.

“Jadi dalam mendidik dokter dan tenaga kesehatan kita juga perlu membekali lulusan kita untuk mampu menghadapi tantangan-tantangan seperti penyakit baru, pandemi, endemi. Tantangan kesehatan sangat beragam,” kata Titi.

Menurutnya, seorang dokter dan tenaga kesehatan tidak hanya menguasai kompetensi teknis tetapi juga harus memiliki softskill seperti kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan kreativitas, berinovasi, daya tahan dan seterusnya. Ini menentukan keberhasilan profesi kedokteran dan kesehatan dalam bekerja di masyarakat nanti. rl