


Film Kepandung Siap Ramaikan Biskop Lokal hingga Nasional

Komang Indra Wirawan (Gases) usai menggelar jumpa pers Film Kepandung bersama salah satu tokoh film.
DENPASAR, Diaribali.com-
Menjawab kegundahan dalam diri dan berangkat dari fenomena di masyarakat terhadap tren kasus dicurinya pretima yang merupakan barang yang disakral bagi umat Hindu di Bali yaitu sebuah cerminan kepercayaan dalam bentuk arca, menjadi pecutan bagi masyarakat Bali untuk memberikan edukasi dan pemahaman terhadap barang sakral dan adanya alam sekala niskala melalui sebuah garapan apik film berjudul Kepandung, merupakan karya asli orang Bali untuk disajikan sebagai bentuk wahana hiburan edukatif dari sebuah kegelisahan akan taksu Bali yang merupakan rohnya kebudayaan Bali.
“Digarapnya film Kepandung ini merupakan adanya keresahan dan terinspirasi atas kejadian-kejadian belakangan ini di masyarakat terkait kehilangan sebuah pretima yang diyakini sebagai preti wimba atau kepercayaan yang dicuri kemudian dampaknya nanti lambat laun taksu Bali kian memudar,” ujar Exsevutiv Produser “Kepandung” I Komang Indra Wirawan saat jumpa pers di Gedung Dharma Negara Alaya, Minggu (11/4).
Disamping itu, lanjut Indra, lahirnya film Kepandung ini membuktikan Bali tidak tertinggal dalam industri perfilman, mampu bersaing dan turut meramaikan bioskof-bioskof melalui sajian film yang bernuansa adat dan tradisi Bali.
Praktisi seni yang akrab disapa Mang Gases ini berhap film ini nantinya bisa meramaikan, menembus dan ditayangkan di bioskop-bioskop nasional maupun internasional.
Kata Mang Gases, Kepandung sendiri memiliki makna dua sisi, baik secara sekala maupun niskala, pertama yang berarti dimana kepercayaan masyarakat yang hilang ketika Pretima yang diyakini sebagai perwujudan kepercayaan dalam bentuk arca dicuri dan kedua berarti kehilangan sanak saudara yang terjadi di desa Kedampal.
“Pesan yang ingin kami sampaikan lewat pembuatan film ini yaitu menjaga keharmonisan seni dan budaya agar tetap eksis dan mampu bersaing pada industri perfilman di ranah nasional tentang dunia digital,” ungkapnya menambahkan.
Adapun waktu yang dibutuhkan dalam penggarapan film ini baru memakan waktu sekitar tiga setengah bulan dengan tingkat capaian baru mencapai sekitar 80 persen.
“Kita baru ke tahap pengeditan hari ini. Pembuatan ini memakan waktu sudah tiga setengah bulan, sambungnya.
Adapun target penonton setelah film ini dilaunching film Kepandung ini adalah dapat ditonton lebih dari 15 ribu penonton dalam waktu 10 hari.
“Kalau film Nyungsang dulu dalam waktu 10 hari mencapai 15 ribu penonton dengan tiga kali tayang dalam satu hari dan tayang di empat negara,” bebenya.
Secara singkat, film kepandung ini menceritakan seseorang yang kehilangan sanak saudara atau keluarga akibat becana alam gunung agung meletus atau gejer. Diceritakan Gejer seorang warga desa yang hidup sebatang kara sebagai juru pencar, suatu saat menemukan sebuah topeng dipesisir pantai saat menjalani aktivitasnya sehari-hari, kemudian dibawa pulang dan disimpam apik bak barang berharga bernilai tinggi.
Singkat cerita, Gejer berpimpi buruk dan semenjak topeng tersebut dimiliki banyak kejadian aneh muncul dalam hidupnya yang masih menyisakan usia usurnya.
Berselang lama, Gejer sakit, dan seorang utusan mendatangi Gejer atas petunjuk niskala, untuk mencari topeng yang pernah hilang puluhan tahun yang berkibat warga dilanda musibah didesa setempat. Dan dengan orang yang tepat topeng tersebut di tangan Gejer yang pernah mendapatkannya di pesisir yang tiada lain merupakan milik masyarakat Kedampal yang menjadi sungsungan warga setempat.
Dalam peremuan utusan Medampal dan Gejer, sama-sama menuturkan memori gunung agung yang saat itu keduanya kehilang. Ada yang kehilangan cucu tercinta dan kehilangan topeng sungsungan atau kepercayaan.
Atas petunjuk alam ini, akhirnya kehilangan tersebut kembali dipertemukan, topeng sesuhunan dikembalikan, sedangkan cucu dari Gejer juga akan dipertemukan yang kini sudah memasuki usia remaja.
Dalam waktu singkat, akhirnya sebelum menghembuskan nafas terakhir gejer, pertemuan gejer bertemu dengan cucu dengan paras ayu bak kembang desa, begitu pula warga kedampal menemukan sungsungan ibarat menemukan jati diri bangkit kembali.
Semenjak itu, kehidupan warga Kedampal kembali berangsur damai, aman, dan harmonis atas keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki kembali. Ini menggambarkan begitu kuatnya dunia sekala dan niskala yang diyakini. (red).