

Cara Unik Masyarakat Baliaga, Desa Pedawa Maknai Tumpek Landep

Buleleng,DiariBali.com-
Bali adalah pulau yang memiliki keaneragaman budaya dan tradisi, salah satunya adalah tradisi keberagamaan yang dilakukan pada setiap hari suci. Tradisi yang tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Bali tercermin dari sebuah keyakinan dinamisme masyarakat Bali yang meyakini bahwa suatu benda memiliki sebuah energi, keyakinan ini dapat dilihat dalam sebuah upacara di hari suci Tumpek Landep yang dilakukan pada setiap 210 hari menurut penanggalan pawukon Bali.
Tumpek landep adalah hari suci untuk memuja Sang Hyang Siwa Pasupati yang diyakini sebagai dewa penganugerah ketajaman pikiran, karena identik dengan keris atau tombak sebagai salah satu benda gaib.
Pelaksanaan hari suci tumpek landep yang unik bisa dilihat di Desa Pedawa, salah satu desa tua di Bali yang terdapat di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng Bali, dalam pelaksanaan upacara di hari suci Tumpek Landep di Desa Pedawa sedikit berbeda dibandingkan desa lainnya.
Namun dalam fungsi maupun makna tetap sama. Di desa Pedawa, sebelum melaksanakan upacara terhadap benda bertuah ataupun alat yang akan diupacarai terlebih dahulu masyarakat pedawa akan melakukan pemujaan di pura desa atau masyarakat pedawa lebih mengenalnya sebagai pura penyarikan.
Di pura tersebut akan dilakukan pemujaan disalah satu pelinggih yang bernama Pelinggih Bukit Anyar. Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah memohon tirta pengerapuhan dan tirta pasupati sebagai sarana ritual untuk benda ataupun alat yang akan di upacarai.
Pemujaan yang dilakukan dipimpin oleh pemimpin keagamaan di desa pedawa yang di sebut Dane Balian Desa yang mempunyai tanggung jawab untuk melakukan upacara-upacara keagamaan yang ada di Desa Pedawa.
Sarana upakaranya berupa canang daksina baas pipis, canang meraka, permohonan tirtanya menggunakan sibuh cemeng, dengan pemujaan daun andong bang dan bunga pucuk bang. Sementara untuk tirta pengerapuhannya menggunakan cawen putra dan bunga jempiring putih.
Setelah memohon tirta pengerapuhan dan tirta pasupati, upacara tumpek landep siap dilaksanakan di masing-masih perumahan warga, tirta tersebut di gunakan untuk ngerapuh atau membersihkan dan menyucikan benda-benda yang di anggap memiliki kekuatan gaib seperti keris,tombak maupun batu atau logam mulia yang dianggap bertuah. tirta tersebut juga digunakan pada benda lainya agar pada saat di upacarai benda tersebut lepas dari kekotoran dan kembali bersih.
Pemujaan Sang Hyang Siwa Pasupati bisa juga kita jumpai di jantung Desa Pedawa yaitu di Pasraman Pasir Ukir , pelaksanaan di pasraman dilakukan karena Ida Sang Hyang Pasupati Pengenteg Jagat, distanakan disana sebagai benda bertuah untuk memohonkan pengenteg atau penyeimbang.
Dalam hal ini benda bertuah tersebut diyakini sebagai pengenteg atau penjaga serta pelindung jagat Denbukit atau Buleleng, pegenteg jagat Bali serta pengenteg Nusantara. Harapan lainnya adalah dengan melakukan pemujaan di hari suci Tumpek landep, maka Ida Sang Hyang Siwa Pasupati akan senantiasa dilindungi dari mara bahaya dan diberikan kekuatan pada segala benda gaib yang ada.
Sudah menjadi tradisi di pedawa bahwa setiap Tumpek Landep, maka warga desa akan memohon air suci ke pura penyarikan, tradisi ini bukan hanya sekedar ritual, tetapi adab purba dimana salah satu manifestasi Tuhan diyakini sebagai pemberi tuah atas segala benda gaib.
Secara tidak langsung pula, kegiatan ini memberikan penguatan bahwa pentingnya melakukan ritual yang disertai dengan keyakinan yang mantap, bahwa semua yang ada ini adalah anugerah untuk disyukuri dan diindahkan dalam setiap langkah ketajaman kehidupan kita.
Tumpek landep tidak hanya berfungsi sebagai sarana upacara yang dilakukan untuk benda-benda gaib saja namun penting kita cermati bahwa pelaksanaan tumpuk landep adalah sarana untuk menumbuhkan hati yang suci dan ketajaman nurani dalam sarananya pun juga memiliki makna sebagai alat untuk mengharmoniskan alam semesta untuk menjadikan manusia agar berperilaku yang baik dalam melaksanakan dan menjalankan kehidupannya. Selamat hari Suci Tumpek landep.
Oleh : Kadek Adi Nugraha
Mahasiswa Teologi, Stahn Mpu Kuturan, Singaraja.