Buka Ruang Keadilan Antara Pelaku dan Korban Lewat Restorative Justice

Buka Ruang Keadilan Antara Pelaku dan Korban Lewat Restorative Justice
Bagikan

DENPASAR, diaribali.com-Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai (FH UNR) menyelenggarakan Kuliah Umum dengan tema “Membuka Ruang Keadilan Antara Pelaku dan Korban dengan Pendekatan Restorative Justice” Jumat (23/12/2022) di Aula Kampus Setempat.

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber yakni Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Teguh Subroto SH.,MH., dengan materi “Eksistensi Penerapan Kebijakan Restorative Justice Dalam Penanganan Perkara Dikejaksaan” dan Ketua Pengadilan Negeri Bangli Anak Agung Ayu Dian Indrawati, SH., MH., dengan materi “Restorative Justice Dalam Penanganan Perkara di Pengadilan”.

Dekan FH UNR Dr. I Wayan Putu Sucana Aryana, SE., SH.,MH., mengatakan penyelenggaraan kuliah umum ini sebagai bentuk implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang pendidikan yang menjadi agenda wajib untuk diselenggrakan khususnya di FH UNR.

Tema restorative justice, kata Sucana, sangat relevan dengan disahkannya Rancangan UU KUHP dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada 16 Desember lalu, yang mana hukum pidana yang terbuat dalam KUHP telah berubah dari distributive justice menjadi restorative justice.

“Seperti yang kita ketahui sebelumnya penyelesain perkara itu adalah distributive justice tapi sekarang ke restorative justice ini tujuannya agar mengurangi sidang peradilan yang diadakan seluruh kantor pengadilan, sehingga penyeselain restorative justice ini juga mengurangi perkara yang masuk di sidang pengadilan,” jelasnya.

Restorative justice lanjutnya, dimulai dari tingkat penyidikan yang ada di Kepolisian serta di Kejaksaan dan yang terakhir di Pengadilan.

Sucana menilai, penerapan restorative justice di Bali sangat baik. diharapkan kedepan pendekatan restorative justice dapat mengurangi tindak pidana yang masuk ke pengadilan. “Kalau bisa agar diselesaikan di luar pengadilan dengan dengan restorative justice saja”, ucapnya.

Dia juga menyampaikan hal dalam penyeselasain khususnya penegakan hukum agar bisa berjalan baik dan masyarakat bisa mendapatkan kepastian hukum.

Narasumber Teguh Subroto usai acara mengatakan, materi yang disampaikan sangat menarik, karena kata dia, penghentian penuntan melalui restorative justice mendapatkan dukungan yang sangat antusias dari masyarakat dan tokoh adat.

“Bahkan di Bali sendiri sudah disediakan rumah restorative justice yang berada tempat sakral. Seperti di Penglipuran ini menjadi contoh kita bahwa dukungan msayrakat di Bali terutama dalam penyelesain pengehentian penuntutan RC ini cukup bagus,” ujarnya.

Rumah restorative justice lanjutnya, berjumlah 49 yang berada di seluruh kabupaten Provinsi Bali. “Cabang Kejaksaan Negeri Klungkung yang di Nusa Penida juga sudah ada,” katanya

Sementara narasumber Ayu Dian Indrawati menyampaikan, penerapan restorative justice di Pengadilan dalam penanganan perkara saat ini sedang diusahakan agar bisa dioptimalkan. Dari Mahkamah Agung (MA) Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum senantiasa menghimbau setiap pengadilan untuk mengupayakan pendekatan restorative justice dalam setiap penyelesaian perkara.

Seperti mislanya perkara anak. Itu wajib untuk diupayakan diversi, apabila pengadilan berhasil diversi maka akan memperoleh nilai tinggi dalam EIS. “EIS itu evaluasi, implelentasi, SIPP dimana itu adalah penilain terhadap penanganan perkara diseluruh satuan kerja dibawah MA khususnya Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum,” jelasnya.

Ia melanjutkna, terdapat empat jenis perkara yang dapat direstorative justice di pengadilan yakni perkara anak, narkoti dengan syarat-syarat khusus yang telah ditentukan, perkara perempaun yang berhadapan dengan hukum dan perkara tipiring.

“Hampir semua perkara di pengadilan khususnya di Bangli sudah mulai di upayakan dan dimasukan dalam pertimbangan putusan,” tutupnya. Zor