BKKBN dan Kementerian PPPA Kompak Atasi Stunting

Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Menteri PPPA Bintang Darmawati didampingi pejabat terkait menghadiri kegiatan Pencanangan Desa Ramah Anak di Denpasar.

DENPASAR-DiariBali

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, Bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati menghadiri kegiatan Pencanangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) dan Desa Bebas Stunting di Desa Kesiman Kertalangu, Denpasar pada Selasa, (24/11).

Hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Gubernur Bali, Cok Ace, Walikota dan Wakil Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara dan I Kadek Agus Arya Wibawa, Plt Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dwi Listyawardani dan Kepala Perwakilan BKKBN Bali, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih beserta jajaran di Pemerintah Provinsi Bali dan Kota Denpasar.

Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan, sumber daya yang paling berharga dalam suatu negara adalah Sumber Daya Manusia (SDM), sehingga penanganan stunting harus intens dilakukan karena mempengaruhi kualitas generasi penerus bangsa.

“Maka menjadi penting bagi kita untuk berinvestasi pada 84,4 juta anak atau 31,6 persen dari populasi Indonesia yang harus menjadi perhatian bersama. Kasus stunting di Provinsi Bali, khususnya Denpasar sudah jauh lebih kecil dari data nasional. Sehingga sangat tepat daerah ini dijadikan pilot project untuk menjadi Desa Bebas Stunting,” ujarnya.

Bintang menambahkan penanganan stunting merupakan wujud dari pemenuhan hak dasar anak, yaitu hak hidup, tumbuh dan berkembang, mendapatkan perlindungan, dan partisipasi. Oleh karena itu, seluruh pihak pun harus berkolaborasi untuk mewujudkan perempuan berdaya anak terlindungi demi Indonesia maju dan bebas stunting.

Sementara Kepala BKKBN Hasto Wardoyo memaparkan, stunting tidak hanya harus diatasi, namun harus dicegah. Pasalnya, banyak kekurangan yang dihadapi apabila mengalami stunting.

Secara fisik, orang stunting memiliki tubuh yang pendek. Di samping itu orang stunting memiliki kemampuan intelektual terbatas di bawah rata-rata. Kemampuan akademik yang rendah akan membuat susah bersaing. “Tidak mungkin menjadi Gubernur, masuk kepolisian, TNI, pilot “ ujarnya.

Menurut Hasto, pencegahan stunting dapat dilakukan dengan pemenuhan gizi seimbang bagi keluarga berisiko stunting yang memiliki calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, baduta/balita stunting terutama dari keluarga kurang mampu. Melalui pemanfaatan sumberdaya lokal (termasuk bahan pangan lokal) yang dapat dipadukan dengan sumberdaya/kontribusi dari mitra lainnya.

“Di desa Kesiman Kertalangu ini pemanfaatan sumber daya local untuk pemenuhan gizi sudah sangat bagus, seperti tadi daun kelor yang dijadikan menu makanan untuk balita dalam bentuk nugget”

Dokter Hasto menambahkan, “Untuk percepatan penanganan stunting, BKKBN sedang menyiapkan tim pendamping keluarga (TPK) risiko stunting. Setiap tim pendamping keluarga berjumlah tiga orang yang terdiri dari Bidan/Nakes lainnya, Kader PKK, Kader KB yang ada di wilayah tersebut.”

Tim Pendamping Keluarga ini nantinya akan mendampingi keluarga-keluarga yang beresiko stunting (Catin, Ibu Hamil, Keluarga mempunyai balita) dengan pemberian informasi-informasi terkait pencegahan Stunting.

“Provinsi Bali sendiri mempunyai 3.327 TPK yang tersebar di seluruh desa/kelurahan dan nantinya akan operasionalnya akan dibiayai oleh BKKBN melalui BOKB ” ujarnya.

Wali Kota Denpasar, Jaya Negara menjelaskan “pemilihan desa Kesiman Kertalangu sebagai tempat pencanangan Desa Bebas Stunting sangat tepat, karena kasus Stuntingnya sangat rendah, hanya ada satu,” ujarnya.

Menurut Jaya Negara, dalam rangka percepatan penurunan stunting Kota Denpasar terus berupaya untuk menurunkan angka stunting di Denpasar dengan berbagai kegiatan pendampingan dan pemberian makanan kepada ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan anak Balita Stunting melalui Posyandu. TUM