Tumpek Landep: Hari Suci untuk Landeping Idep menuju Penguatan Diri

IMG-20250221-WA0042
IK Satria

Denpasar,diaribali.com
Manasā nicayam krtva tato vaca vidhiyate,
kriyate, karmanā paścāt pradhānam vai manastatah. (Sarasamuscaya, 79)
{Kunang sangksepanya, manah nimittaning niścayajñāna, dadi pwang niûcayajñāna,
lumêkas tang ujar, lumêkas tang maprawrtti, matangnyan manah ngaranika pradhānan mangkana.}

Secara singkat arti dari sloka dan padarta diatas sebagai berikut. Maka kesimpulanya, pikirkanlah yang merupakan unsur yang menentukan, jika penentuan perasaan hati telah terjadi, maka mulailah orang berkata, lalu melakukan perbuatan; oleh karena itu pikirkanlah yang menjadi pokok sumbernya.

Dari sloka dan artinya diatas, maka ada beberapa struktur yang sangat penting untuk kita renungkan. Yakni perilaku kita berawal dari fikiran, lalu perkataan dan mulailah melakukan perbuatan. Struktur ini juga menguatkan bahwa apapun yang kita fikirkan hendaknyalah dibicarakan terlebih dahulu, lalu setelah disepakati maka mulailah dikerjakan atau diperbuat. Jika kita Tarik Kesimpulan maka secara sederhana kesalahan atas perbuatan yang pertama-tama dimohonkan ampunan lalu perkataan dan akhirnya fikiran.

Hal ini juga sesuai dengan mantra tri sandya bait keenam yakni ( Om Ksantavyah Kayiko Dosah, Ksantavyo Vacika Mama,  santavyo Manaso Dosah, Tat Pramadat Ksamasva Mam) yang artinya Ya Tuhan ampunilah dosa perbuatan hamba, ampunilah dosa perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian hamba.

Dalam fokus kedua sloka diatas sesungguhnya fikiranlah yang paling utama kita buat baik untuk baiknya perkataan dan perbuatan itu. Ini juga sebagai cikal bakal, dimana seluruh kesucian itu kita mohonkan untuk ketiga hal itu, yaitu fikiran, perkataan dan perbuatan.

Dasar bahwa fikiran sebagai yang terutama dimohonkan maka kita mesti memuliakan hari suci tumpek landep sebagai salah satu hari suci yang sangat penting untuk hal ini. Ketajaman pemikiran inilah yang akan mampu menjadikan manusia pada posisi yang jelas seutuhnya.

Manusia yang mengetahui sekaligus menjalankan apa yang ia ketahui, mampu menggunakan ketajaman fikiran untuk usaha yang bertujuan untuk mempermudah hidup. Inilah yang menghasilkan ciptaan teknologi untuk kemudahan.
Segala apa yang ada ini adalah karena tajamnya fikiran memandang sesuatu. Kita tahu bunga memang indah, tetapi jika tidak manusia yang memelihara dan ‘membaikan’ bunga maka bukan keindahan yang diperoleh tetapi justru sebaliknya. Kita tahu mobil adalah hasil dari pemikiran tajam, pesawat, dan benda lainnya, namun jika salah menggunakan maka juga akan mendapatkan masalah dengan hal tersebut.

BACA JUGA:  Diikuti 384 Peserta, Wawali Arya Wibawa Buka BBB Kota Denpasar 2025

Lontar Sundarigama berikut sebagai bahan pijakan memaknai Tumpek Landep : “kunang ring wara landep, saniscara kliwon, pujawalin Bhatara Siwa, mwah yoganira Sang Hyang Pasupati, pujawalinira Bhatara Siwa tumpeng putih kuning adanan, iwak sata putih, sarupane wenang, gerang, terasi bang, sedah woh aturakna ring sanggar. Yoganira Sang Hyang Pasupati, sesayut pasupati, sesayut jayeng perang, sesayut kusuma yudha, suci , daksina, peras ajuman, canang wangi, tadah pawitra , reresik astawakna ring sarwa dewa lalandep ing aperang, kalinggania ikang wang, apasupati landeping idep, samangkana lekasakna sarwa mantra wisesa, dhanur dara, uncarakna ring bhusana ning paperangan kunang, minta kasidhian ring sang hyang pasupati”.

Arti bebasnya : Juga pada wara Landep, yaitu hari Caniscara Kliwon, adalah puja wali Bhatara Çiwa, dan hari saat beryoganya Sang Hyang Pasupati Adapun untuk pujawali Bhatara Çiwa, ialah : Tumpeng putih kuning satu pasang, ikannya ayam putih, dan boleh juga sebulu (berbagai warna), Gerang, terasi merah, pinang dan sirih, dan banten itu dihaturkan di Sanggah.

Adapun yoganya Sang Hyang Pasupati (Hyang Widhi dalam wujud Raja Alam semesta), ialah :
Sesayut jayeng perang, sesayut kusumayudha, suci, daksina peras, canang wangi-wangi, untuk memuja bertuahnya persenjataan. Demikian juga menurut ajaran dalam hubungannya dengan manusia ialah hal itu untuk menjadikan tajamnya pikiran, karena hal yang demikian patut dilaksanakan dengan puja mantra sakti pasupati, ilmu tentang persenjataan, juga dalam bhusana untuk dimohonkan kesidhian kepada Sang Hyang Pasupati.

Berdasarkan wejangan suci diatas bisa kita pahami bahwa pada saat tumpek landep adalah hari dimana ada dua hal yang mestinya dilakukan yaitu Pujawali Bhatara Siwa, dan beryoganya Sang Hyang Pasupati. Memang ini dibedakan sebagai bentuk kewenangan beliau di alam semesta ini. Dipujanya Bhatara Siwa sebagai bentuk penganugerah kasih dan kekuatan kepada manusia, rasa syukur kita lakukan dengan melakukan pemujaan di Sanggar atau Merajan masing-masing.

Hal ini yang perlu kita pahami, bahwa selama ini yang melakukan pemujaan di hadapan mobil, motor, dan benda mewah lainnya adalah keliru sebab dalam teks suci ini kita sudah diharapkan melakukan pemujaan di Sanggah, bukan tempat lainnya yang mampu mengurangi makna baik dalam hari suci tumpek landep.

BACA JUGA:  Pengurus Pusat MGPSSR Pusat Mejaya-Jaya, Ketua: Saya Ingin Meningkatkan Mutu Pendidikan dan Beasiswa

Selanjutnya adalah bahwa pada hari ini adalah hari dimana Ida Sang Hyang Pasupati melakukan yoga semesta, sehingga umat diharapkan untuk melakukan pemujaan dengan mempersembahkan sesuatu yang intinya memohon ‘pasupati’ terhadap diri manusia utamanya pada pemikirannya.

Pikiran adalah kunci dari pelaksanaan hari Suci Tumpek landep ini. Bisa kita pahami bahwa pada saat wuku sebelumnya adalah wuku watugunung dimana ilmu pengetahuan kita mohonkan dan selanjutnya kita memohonkan kekuatan terhadap ‘sarana’nya berupa pikiran kehadapan guru (pagerwesi, hari guru menurut hindu).

Setelah memperoleh anugerah gurulah kita memperoleh ketajaman dalam hal berfikir, maka disini guru kemudian disebut dengan Gunathita yang artinya orang yang telah mampu mengatasi Tri Guna dalam dirinya. Selanjutnya adalah Rupawarjitha yang artinya orang yang telah memahami ketuhanan yang tak berwujud atau sudah mampu memperoleh penerangan fikiran. Setelah memperoleh anugerah dari gurulah kita akan memperoleh ketajaman pikiran yang kemudian kita peringat pada saat Tumpek Landep.
Apa sebenarnya maksud dari ketajaman fikiran (manah) untuk penguatan diri? Ini sesungguhnya untuk menjawab bahwa pada saat Tumpek landep adalah keliru kita melakukan pemujaan terhadap benda-benda mewah penyerta kehidupan berupa mobil, motor, sepeda, isi perabotan dapur, sebab itu adalah bagian dari kesejahteraan yang akan lebih tepat dilakukan pada saat Hari Suci Tumpek Kuningan.

Landeping idep itulah sesungguhnya yang ditekankan pada saat Hari Suci yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku landep ini. Tajamnya pemikiran bisa kita lihat dengan tajamnya kecerdasan atau utamanya pemikiran untuk melakukan segala sesuatu yang utama. Cerdas memandang sebuah persoalan dengan penuh pertimbangan baik dan buruk serta sadar untuk melakukan kebaikan itu sebagai laku hidup buka laku yang ada pada angan-angan, sebab dewasa ini banyak orang pintar tetapi tidak cerdas, tidak tajam untuk mengurai permasalahan dengan budaya laku yang baik. Artinya banyak yang pintar yaitu tahu akan kebenaran tetapi menyimpang pada tataran perilakunya.

BACA JUGA:  Pemkot Denpasar Gelar Rahina Suci Saraswati

Jika kita lihat pelaksanaannya, maka pada hari ini seluruh umat hindu memuliakan dirinya dengan menyembah kepada Hyang Pasupati di sanggah kemulan, natab sesayut jayengperang, kusuma yuda dan sesayut pasupati. Artinya pada saat ini kita memohon agar selalu jaya dalam melakukan peperangan hidup melawan segala macam musuh yaitu kama, loba, krodha, moha, mada, matsarya. Hal lain agar mampu menginjak dan mengalahkan segala macam klesa.  Antara lain awidya yaitu ketidakmampuan memahami diri sendiri dan alam semesta, asmita, yang artinya ego yang tak terkendali.

Raga yang artinya selalu menganggap sumber kebahagiaan ada di luar diri, selanjutnya adalah dwesa yang menganggap sumber duka ada di luar diri, abhiniwesa yaitu takut akan ketiadaan jika panca klesa dan sad ripu ini bisa dikalahkan dan dikuasa maka akan menghasilkan manusia yang penuh pencerahan, tajam dalam berfikir dan kesidhian akan tercapai.

Selanjutnya adalah natap sesayut kusuma yudha adalah agar manusia diberikan kekuatan dan kebijaksanaan agar bisa bersaing dan terhindar dari perilaku menyimpang seperti korupsi, dan lain-lain. Nilai kebijaksanaan itulah yang memberikan pencerahan dan kekuatan pada seseorang sehingga penuh wibawa karena kebijaksanaannya.

Selanjutnya adalah natap pasupati, yaitu setelah mampu menang dari segala musuh dan klesa serta mampu memperolehkewibawaan akibat dari kebijaksanaan maka perlu di pasupati agar ketiga hal ini terasah, terperbaharui dengan baik dan ujungnya akan memperoleh kesidian.

Bisa dipahami pula bahwa ketiga sesayut ini juga memberikan penajaman terhadap ketajaman pikiran (pasupati), ketajaman kata sebagai bagian dari kebijaksanaan akibat kemenangan dalam berbagai klesa dan musuh  (kusuma yudha), dan ketajaman dalam perilaku agar cerdas mengenal kebaikan dan melakukannya (jayeng perang).

Fikiranlah sebagai pijakan baiknya perbuatan dan perkataan. Simbol berbagai sarana upakara seperti sesayut adalah pengejawantahan bahwa dalam kehidupan ini kita sangat mengharapkan tajamnya fikiran untuk berperang dalam hidup. Berperang melawan kebodohan (avidya) dan berperang melawan musuh dalam diri kita sendiri atau Sad Ripu. Rahajeng Rahina Suci Tumpek Landep, dari anugerah ketajaman, menuju pengampunan, dan hasilnya adalah kekuatan diri.

Penulis: IK Satria (Penyuluh Agama Kemenag Kab. Buleleng)