Tekan Stunting, Ini Dilakukan Desa Belantih, Bangli
BANGLI,diaribali.com-Dalam rangja percepatan penurunan stunting di Bangli, khususnya di Desa Belantih berbagai upaya dilakukan
seperti memaksimalkan program-program pemenuhan gizi para ibu hamil, balita, ibu menyusui dan calon pengantin.
Kepala Desa (Perbekel) Belantih Nengah Wardana mengungkapkan, di wilayahnya terdapat empat balita terindikasi stunting. Meski demikian, pihaknya masih bisa melakukan intervensi karena usia bayi tersebut belum dua tahun dan akan terus dilakukan pemenuhan gizi yang cukup agar kondisi bayi semakin membaik.
“Saat ini ada 10 pasangan calon pengantin di desa kami yang sudah kami skrining. Ini merupakan langkah awal untuk mencegah lahirnya bayi stunting,” jelas Wardana disela Kampanye Percepatan Penurunan Stunting di Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Minggu (27/11).
Untuk ibu hamil sendiri, lanjut Wardana, terdata sembilan orang. Mereka telah didampingi oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang telah dibentuk oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Pihaknya berharap terus mendapat bimbingan dari stakeholder terkait seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Komisi IX DPR RI maupun dari dinas Kesehatan Bangli.
“Kalau SSGI 2021 kami masih 11,8. Sekarang kita masih menunggu rilis resmi dari pusat untuk SSGI 2022. Kami optimis dan berharap dikisaran 6 persen atau kurang dari 7 persen,” terang Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli Nyoman Arsana.
Arsana mengapresiasi kolaborasi semua pihak yang sangat gencar melakukan intervensi terhadap sasaran sehingga angka stunting dapat dikendalikan.
Sementara Inspektur Wilayah III BKKBN Wahyuniati, optimis Indonesia akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan sumber daya manusia (SDM) terbesar di dunia. Sehingga, warganya harus sehat, berkualitas, kompeten dan produktif.
Untuk itu, pemerintah menggencarkan kampanye penurunan stunting menuju arah tersebut, khususnya menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-100, tepatnya di tahun 2045.
Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia atau WHO, prevalensi stunting di setiap negara cenderung menurun dengan angka rerata 20 persen. Namun Indonesia sendiri saat ini masih di atas itu, 24,4 persen. “Jadi kita harus berjuang bersama mencapai target minimal 14 persen tahun 2024,” kata Wahyuniati.
Dalam kesempatan sama Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana cukup kaget mendengar empat balita di Desa Belantih terindikasi stunting. Ia lantas meminta TPK melakukan tindak lanjut gerak cepat serta laporan hasilnya.
Semestinya, menurut Kariyasa, di Bali secara umum tidak ada alasan penduduk stunting. Sebab Bali kaya dengan hasil sumber daya alam. Apalagi di Kintamani yang notabene gudangnya sayur dan ikan air tawar.
“Semoga yang dilaporkan banyak kasus stunting itu data-data lama. Kami ingin pemutakhiran lagi. Di Bali ini tidak boleh ada yang stunting karena bertalian dengan isu pariwisata, makanya saya wanti-wanti orangtua benerin jaga pola asuh anak,” pungkas politisi senior asal Desa Busungbiu, Buleleng ini. (Art)