Tata Ruang Diluruskan, Sertifikat Dicabut

IMG-20251001-WA0017
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali menyerahan Dokumen Sertifikat kepada Kejaksaan Tinggi Bali usai Rapat Pansus di DPRD Bali, Senin (29/9).

Denpasar,diaribali.com
Sebanyak 106 sertifikat yang terbit di kawasan mangrove dan Taman Hutan Raya (Tahura) Bali siap dibatalkan, menyusul langkah tegas Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali dalam menata ulang tata kelola ruang dan lingkungan di Pulau Dewata.

Pemerhati lingkungan Prof. Lanang Perbawa menyampaikan apresiasinya kepada Pansus TRAP atas langkah konkret yang dinilai berpihak pada kepentingan lingkungan dan masyarakat Bali. Ia menilai skandal penerbitan sertifikat di kawasan konservasi merupakan cermin buruk tata ruang yang tidak boleh terulang kembali.

“Pansus TRAP telah menunjukkan keberpihakan yang jelas pada kepentingan lingkungan dan masyarakat. Ini momentum penting untuk menyelamatkan Bali,” ujar Prof. Lanang dalam rapat di Gedung DPRD Bali, Selasa (23/9).

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, Made Supartha, menegaskan bahwa dari hasil rapat lintas stakeholder, disepakati pengembalian fungsi konservasi dan hutan lindung, termasuk kawasan mangrove, sebagai wilayah resapan air dan pelindung ekosistem pesisir.

“Kita sepakat bahwa 106 sertifikat yang terbit di kawasan tersebut akan dilakukan pencabutan atau pembatalan oleh pihak berwenang, dalam hal ini Badan Pertanahan, karena secara regulasi tidak boleh ada sertifikat di kawasan lindung,” tegas Supartha.

Ia juga menekankan pentingnya ekulasi atau penyesuaian formalitas hukum dengan fakta di lapangan. Jika kawasan tersebut merupakan pesisir atau perairan, maka sertifikatnya tidak sah secara hukum dan lingkungan.

Anggota DPRD Bali, Gede Harja Astawa, menyatakan bahwa pihak dewan siap memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum jika ditemukan indikasi pelanggaran pidana dalam penerbitan sertifikat tersebut.

“Bali memang butuh investasi, tapi harus oleh investor yang patuh hukum dan beritikad baik. Jangan sampai investasi malah merusak lingkungan,” ujarnya.

Saat ini, pihak Kejaksaan dan Polda Bali disebut sudah melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan pelanggaran dalam kasus ini.

Langkah pembatalan sertifikat ini dinilai menjadi langkah strategis dalam memperbaiki tata ruang, menjaga fungsi lingkungan, serta menghindari bencana ekologis di masa depan seperti banjir akibat rusaknya fungsi mangrove sebagai kawasan resapan air dan pelindung pesisir.

106 Sertifikat Siap Dibatalkan, Pansus TRAP DPRD Bali Dapat Apresiasi

Denpasar, 23 September 2025 — Sebanyak 106 sertifikat yang terbit di kawasan mangrove dan Taman Hutan Raya (Tahura) Bali siap dibatalkan, menyusul langkah tegas Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Bali dalam menata ulang tata kelola ruang dan lingkungan di Pulau Dewata.

Pemerhati lingkungan Prof. Lanang Perbawa menyampaikan apresiasinya kepada Pansus TRAP atas langkah konkret yang dinilai berpihak pada kepentingan lingkungan dan masyarakat Bali. Ia menilai skandal penerbitan sertifikat di kawasan konservasi merupakan cermin buruk tata ruang yang tidak boleh terulang kembali.

“Pansus TRAP telah menunjukkan keberpihakan yang jelas pada kepentingan lingkungan dan masyarakat. Ini momentum penting untuk menyelamatkan Bali,” ujar Prof. Lanang dalam rapat di Gedung DPRD Bali, Selasa (23/9).

Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, Made Supartha, menegaskan bahwa dari hasil rapat lintas stakeholder, disepakati pengembalian fungsi konservasi dan hutan lindung, termasuk kawasan mangrove, sebagai wilayah resapan air dan pelindung ekosistem pesisir.

“Kita sepakat bahwa 106 sertifikat yang terbit di kawasan tersebut akan dilakukan pencabutan atau pembatalan oleh pihak berwenang, dalam hal ini Badan Pertanahan, karena secara regulasi tidak boleh ada sertifikat di kawasan lindung,” tegas Supartha.

Ia juga menekankan pentingnya ekulasi atau penyesuaian formalitas hukum dengan fakta di lapangan. Jika kawasan tersebut merupakan pesisir atau perairan, maka sertifikatnya tidak sah secara hukum dan lingkungan.

Anggota DPRD Bali, Gede Harja Astawa, menyatakan bahwa pihak dewan siap memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum jika ditemukan indikasi pelanggaran pidana dalam penerbitan sertifikat tersebut.

“Bali memang butuh investasi, tapi harus oleh investor yang patuh hukum dan beritikad baik. Jangan sampai investasi malah merusak lingkungan,” ujarnya.

Saat ini, pihak Kejaksaan dan Polda Bali disebut sudah melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan pelanggaran dalam kasus ini.

Langkah pembatalan sertifikat ini dinilai menjadi langkah strategis dalam memperbaiki tata ruang, menjaga fungsi lingkungan, serta menghindari bencana ekologis di masa depan seperti banjir akibat rusaknya fungsi mangrove sebagai kawasan resapan air dan pelindung pesisir. (Art)