Suara Rakyat Tak Lagi Nyaring
Oleh: I Komang Adi Saputra
Kenaikan harga BBM memicu reaksi dari berbagai kalangan mulai dari mahasiswa sampai organisasi serikat buruh diberbagai daerah. Suara-suara mereka jelas merepresentasikan keresahan masyarakat secara umum akibat kebijakan kenaikan harga BBM, dan secara tegas menarasikan penolakan terhadap kebijakan tersebut.
Selain kondisi perekonomian rakyat belum pulih sepenuhnya, kenaikan BBM juga memicu melambungnya harga berbagai jenis kebutuhan pokok, sejauh ini kenaikan harga BBM ampuh menekan daya beli masyarakat. Hal ini tentu menjadi cekaman bagi masyarakat yang tidak berpenghasilan tetap, terlebih bagi mereka yang masih menganggur.
Kebijakan “bantalan sosial” berupa bantuan uang tunai yang disalurkan oleh pemerintah tidak akan memberikan dampak yang signifikan bagi keadaan ekonomi masyarakat kecil. Eksistensinya laksana “obat penenang” yang hanya berfungsi sesaat saja. Selain itu dalam proses pendistribusiannya juga kerap kali tidak tepat sasaran,.
Terkadang masyarakat yang sejatinya berhak menerima bantuan tersebut, justru tidak memperoleh bantuan. Sebaliknya mereka yang sudah berkecukupan malah memperoleh bantuan sosial dari pemerintah. Realitas seperti ini membuat masyarakat menjadi prustasi, tidak jarang mereka melontarkan berbagai laknat sebagai bentuk kekesalan atas ketidak adilan.
Rakyat Membutuhkan Sosok Seperti “Prometheus”
Hampir sebulan sudah harga BBM bersubsidi dinaikkan oleh pemerintah, kebijakan tersebut niscaya menimbulkan berbagai reaksi dari multilapisan masyarakat. Diberbagai daerah mahasiswa dan serikat buruh telah turun kejalan untuk mengaspirasikan penolakannya kepada pemerintah, dan masih berlangsung, serta akan terus berlanjut.
Dalam keadaan seperti ini seolah-olah rakyat dan mahasiswa berjuang sendirian. Faktanya juga demikian, lalu kemana para wakil rakyat yang dipilih dan digaji oleh rakyat? Semestinya dalam situasi seperti ini DPR berfungsi sebagai penyambung lidah rakyat, menyuarakan suara dan keresahan rakyat secara lantang tanpa keragu-raguan.
Laksana kisah “Prometheus” dalam mitologi Yunani kuno, yang dengan berani mendaki gunung Olympos mengambil kembali api yang sebelumnya direngut oleh dewa Zeus lalu mengembalikannya kepada umat manusia.
Suara Rakyat
Melihat aksi demostransi yang telah dilakukan oleh rakyat sebagai entitas aspirasi ketidaksetujuan terhadap kebijakan kenaikan harga BBM, tampaknya pemerintah tetap bergeming tanpa memberi respon atas penolakan tersebut. Nyata sudah suara dan pekik rakyat memang tak lagi nyaring, serta kedaulatan rakyat telah sirna.
Teori kedaulatan rakyat yang lazim menjadi dasar di negara-negara demokrasi menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat adalah hal yang semu. Lantaran realitas dimasyarakat dewasa ini tidak kompatibel dengan teori tersebut. Apakah hal itu akan menjadi akhir dari teriak rakyat? Tentu saja TIDAK! Semakin didiamkan niscaya suara rakyat akan semakin lantang dalam menuntut haknya, sampai mereka-mereka yang dipilih rakyat dan diamanatkan konstitusi untuk menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat tersadar lalu bangkit karena jerit rakyat.