Pukis Laba-laba Poniman, Bisa Bayar dengan Doa

IMG-20220217-WA0011
Poniman sedang melayani anak-anak yang memesan kue lupis laba-laba.

DENPASAR-DiariBali

SABAN sore, deru knalpot motor Honda Astrea Grand tua Poniman selalu dinanti anak-anak di gang-gang sempit wilayah Gatot Subroto Tengah, Denpasar.

Tangan terampil Poniman sesekali kewalahan meladeni bocah-bocah yang belum bisa mengendalikan kesabaran. Semua ingin dapat jatah lebih dulu. Menjadi pemandangan lazim, di mana anak-anak berkerumun, di sana ada Poniman.

Poniman adalah pedagang kue pukis laba-laba asal Lumajang, Jawa Timur. Ia tinggal indekost di Tabanan, namun menjajakan dagangannya ke Kota Denpasar.

“Biar hemat mas. Di Tabanan kost lebih murah,” kata Poniman, sembari mengaku istri dan ketiga anaknya yang masih bocah dipulangkan ke Lumajang sejak Pandemi Covid-19 merebak.

Selain rasanya enak, kue lupis laba-laba racikan Poniman juga ramah dikantong. Hanya Rp 2 ribu rupiah per gulung. Rasanya mirip kue crepes.

Cara membuatnya pun sederhana. Adonan cair yang terdiri dari tepung terigu, gula, telur dan margarin dituangkan ke dalam loyang panas. Tinggal tambahkan toping seres dan susu kental manis rasa cokelat. Dalam waktu 2 menit, lupis laba-laba siap disajikan.

Setiap pedagang tentu berharap meraup keuntungan sebesar-besarnya. Namun prinsip itu tidak nampak dalam kamus jualan Poniman.

Saat sibuk mengolah kue, mata Poniman secara teliti memperhatikan anak yang tidak membawa uang. Hatinya langsung terketuk. Tanpa ragu, ia memberikan anak tersebut lupis laba-laba secara gratis.

“Cukup doakan saja biar usaha saya lancar,” kata Poniman. Ia mengaku setiap melihat anak kecil, pikirannya melambung ke Lumajang, teringat anak kandungnya sendiri.

BACA JUGA:  Walikota Jaya Negara Resmikan Gedung Pastoran Gereja Katholik Santo Petrus

“Saya nggak tega, ada anak yang tidak jajan tapi temannya jajan. Jadi berapa jumlah anak yang berkerumun, saya buatkan semua. Khusus yang nggak bawa duit, gratis,” ujarnya.

“Suka nangis saya kalau lihat anak yang pengen jajan tapi gak bawa duit. Misalnya kalau dia pulang minta ke orangtuanya, bisa dimarahin dia. Mending saya kasi aja kan,” imbuh Poniman.

Poniman meyakini, rejeki tidak hanya melulu soal uang, tapi kesehatan, kebahagiaan keluarga serta bisa berbagi pun adalah rejeki besar.

Setiap hari, Poniman menghabiskan 5 kilogram tepung. Dia mulai menjajakan kue dari pukul 10 pagi sampai habis. Di tengah keterbatasan perekonomiannya, Poniman tidak takut memberi, sebab apa yang dia punya adalah hasil pemberian juga.

Poniman mengawali usahanya 10 tahun silam. Sebelum menjajal wilayah Denpasar, ia berjualan di Nusa Dua.(Baq)