PPDB Bersih Bukan Mimpi, Asal Semua Komponen Taat Azas
DENPASAR-DiariBali
Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) seolah menjadi hajatan tahunan di Tanah Air, khususnya di Bali. Ada-ada saja persoalan yang muncul akibat inkonsistensi terhadap petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis oleh oknum yang tentunya memiliki power.
Jika saja jumlah peserta didik baru di sekolah-sekolah negeri diterima sesuai kapasitas, pasti tidak muncul masalah. Pengelola perguruan swasta pun senang karena kebagian “kue” demi kelangsungan hajat hidup guru honorer dan pegawainya yang jumlahnya cukup signifikan.
PPDB tahun ajaran 2021/2022 ini pun tak lepas dari polemik yang mengesankan terjadi “konflik” antara pemerintah daerah sebagai pengelola sekolah negeri dengan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) selaku gabungan pengelola persekolahan swasta. “Kami tidak ngerti apa sih maunya pemerintah dan DPRD. Kok kami tidak pernah dilibatkan. Bahkan ditemui pun susah,” protes Ketua BMPS Provinsi Bali Gede Ngurah Ambara Putra, Jumat (30/7/2021), lalu.
Ambara Putra menjelaskan, lebih dari 3000 peserta didik baru yang resmi mendaftar di SMA/SMK swasta se-Bali hilang usai Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Atau lebih tepatnya setelah sejumlah orangtua lulusan SMP demo ke gedung dewan karena anaknya tidak tertampung di SMA/SMK negeri.
Ambara, mempertanyakan jika ketidakberesan penanganan masalah PPDB selalu terulang setiap tahunnya, bagaimana mungkin bisa mengupayakan pendidikan yang berkualitas?
“Fakta di lapangan secara kasatmata kecurangan yang dilakukan Oleh oknum-oknum DPRD yang berbicara di depan para pendemo mengakselalu nadir untuk rakyat, malah mendukung rakyat melanggarjuklak dan juknis PPDB yang dibuat sendiri bersama Pemerintah,” sentilnya.
“Bagaimana mungkin? Hanya karena demo masyarakat yang anak-anaknya tidak diterima di sekolah negeri karena tidak lulus seleksi administrasi dan tes tertulis, oknum-oknum anggota DPRD Provinsi Bali mau melanggarjuklak -juknis PPDB yang sudah pasti akan mengorbankan upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas, berkarakter dan berkeadilan,” imbuhnya lagi.
Tindakan kotor dan curang seperti itu, menurut dia, merupakan tindakan yang secara sengaja membunuh sekolah swasta. Oknum tersebut lupa bahwa mereka pernah Iahir dari rahim sekolah swasta. Lanjut Ambara, jika realitas seperti ini dibiarkan terus, maka jangan bermimpi dan berharap pendidikan yang berkualitas dan berkarakter.
Dalam rapat yang digelar di Gedung Perdiknas tersebut, BMPS Bali menyampaikan 10 tuntutan. Di antaranya, meminta pemerintah dan DPRD menjadi contoh tentang ketaatan terhadap azas. Selanjutnya, para pelaku kecurangan itu diminta pertanggungjawaban di depan hukum. “Kami juga minta setop kampanye sekolah gratis. Itu pembodohan. Buktinya di sekolah negeri tetap bayar kok. Sebaiknya diganti dengan jargon sekolah berkualitas,” tegasnya.
Tuntutan lainya berisi tentang subsidi untuk sekolah swasta, sikap yang adil, menyetop dikotomi dan meminta pemerintah melibatkan pihak swasta dalam menentukan arah kebijakan pendidikan ke depan.
“Wahai pemerintah, jangan lagi ada dusta di antara kita. Sendiri berjanji tidak membuka gelombang kedua, kenyataannya melanggar sendiri. Sendiri berjanji tidak lagi membuka sekolah baru pada tempat di mana ada sekolah swasta di sekitarnya. Lagi-lagi sendiri melanggarnya. Cukup sudah! Jangan berdusta lagi,” bunyi tuntutan terakhir dari BMPS Bali. BAQ