Perempuan Bangkit, Negara Kuat: Antari Jaya Negara Hadiri Talk Show KPPI Bali

IMG-20251018-WA0013
Ketua TP PKK Kota Denpasar, Ny. Sagung Antari Jaya Negara (tengah), saat menghadiri Talk Show “Perempuan Berdaya, Negara Berjaya” yang digelar KPPI Bali di Duta Orchid Garden, Denpasar, Sabtu (18/10). Acara ini diikuti ribuan perempuan lintas profesi dan partai politik dari seluruh Bali.

Denpasar, diaribali.com

Sabtu pagi di Duta Orchid Garden, Denpasar, bukan sekadar riuh oleh embusan angin tropis dan aroma bunga. Ribuan perempuan dari berbagai penjuru Bali dari ibu rumah tangga hingga politisi lintas partai hadir menyatukan langkah dalam Talk Show bertajuk “Perempuan Berdaya, Negara Berjaya”. Sebuah gelaran sarat pesan politik, kultural, dan kebangsaan yang diinisiasi oleh Kaukus Politik Perempuan Indonesia (KPPI) Provinsi Bali.

Di antara hadirin, tampak sosok yang tak asing dalam gerakan pemberdayaan perempuan di Bali: Ny. Sagung Antari Jaya Negara, Ketua TP PKK Kota Denpasar sekaligus istri Wali Kota Denpasar.  ia hadir bukan sekadar menyapa, tetapi menyuarakan. Pesannya jelas perempuan tak lagi cukup berdiri di belakang, kini saatnya berdiri sejajar.

“Perempuan memiliki potensi besar untuk bersanding sejajar dengan laki-laki dalam berbagai bidang,” ujarnya tegas. “Melalui kegiatan ini, kita harapkan makin banyak perempuan yang terinspirasi untuk mengambil peran strategis dalam pembangunan bangsa.”

Nada suaranya lugas, tapi teduh. Sebuah keseimbangan yang mencerminkan semangat perempuan Bali masa kini tegas dalam prinsip, lembut dalam penyampaian. Kehadiran Antari bukan sekadar simbolik, tetapi refleksi dari geliat perempuan daerah yang kini menuntut ruang dan pengaruh lebih besar di arena kebijakan.

Acara yang dibuka secara resmi oleh Pembina KPPI Bali, Ny. Putri Suastini Koster, menyuguhkan lebih dari sekadar dialog. Ia menyulut semangat. Dalam sambutannya, Putri Koster menekankan pentingnya kekuatan internal dan eksternal perempuan yang ingin menapaki ranah publik. Ia berbicara tidak hanya sebagai istri Gubernur, tapi sebagai aktivis perempuan yang menolak inferioritas.

“Politik memerlukan kecerdasan, taktik, dan strategi,” ujarnya. “Kita tidak sedang membentuk penari yang andal, tapi politisi yang tangguh dan berintegritas.”

Pernyataan Putri Koster menjadi semacam garis bawah dari misi KPPI sendiri—sebuah gerakan perempuan lintas partai yang menempatkan nasionalisme di atas sekat warna bendera politik. Ia bahkan menyerukan agar selepas Pemilu, para politisi kembali melebur dengan masyarakat, menjauh dari ego sektoral dan narasi saling menjatuhkan.

“Yang kita junjung adalah bendera merah putih,” tegasnya, disambut tepuk tangan panjang dari para peserta yang sebagian besar mengenakan kebaya dan selendang berwarna-warni simbol keberagaman yang berpadu dalam semangat persatuan.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPPI Provinsi Bali, Ni Wayan Sari Galung, mengungkap misi yang belum selesai keterwakilan 30 persen perempuan dalam dunia politik. Sebuah angka yang terus dikejar, namun belum benar-benar terwujud di banyak daerah.

 

“Kami ingin memberikan motivasi agar perempuan semakin percaya diri, bermental kuat, dan mampu menjadi pemimpin yang berintegritas,” ujarnya, menegaskan kembali peran KPPI sebagai ruang aman sekaligus kawah candradimuka bagi calon-calon pemimpin perempuan.

Talk show ini bukan panggung selebrasi. Ia menjadi cermin bagi perjalanan panjang perjuangan politik perempuan. Di tengah dunia politik yang masih dominan maskulin dan penuh intrik, KPPI hadir sebagai lokomotif perubahan. Tidak mudah, tetapi tidak mustahil.

Di tengah gemuruh wacana nasional soal kepemimpinan dan kesetaraan gender, acara ini terasa seperti oase menawarkan keteduhan narasi, namun juga membakar semangat. Denpasar, dalam hal ini, bukan sekadar kota budaya, tetapi turut menjadi episentrum kebangkitan perempuan.

 

Dalam wajah Antari Jaya Negara dan Putri Koster, tergambar dua generasi perempuan Bali yang bersuara. Bukan untuk mendominasi, tapi untuk menyetarakan. Bukan untuk menggantikan, tapi untuk mengambil bagian.

Karena ketika perempuan berdaya, bukan hanya negara yang berjaya. Tapi juga keluarga, komunitas, dan masa depan yang lebih setara. Dari Bali, suara itu bergema. Tegas. Lugas. Dan tak bisa diabaikan.(db)