Memaknai Hari Suci Saraswati hingga Hari Pagerwesi “Guru Mulia Yang Kita Lupa”

Denpasar,diaribali.com–
Akhir-akhir ini, kita tersentak ketika ada pernyataan bahwa keberadaan Guru menjadi beban dalam sebuah anggaran biaya. Hal ini mungkin benar, bahwa keberadaan guru yang begitu banyak untuk mendidik anak-anak negeri. Namun jika kita lihat lebih luas, maka Guru sesungguhnya adalah salah satu profesi yang sangat mulia, tidak ada yang bisa melakukan apapun jika guru sudah tidak menjalankan kewajibannya.
Sosok pengajar anak-anak negeri yang berawal dari kedidakmampuan sampai pada berkemampuan pada bidangnya, tidak bisa membaca sampai bisa membaca. Atau bahkan dari yang tidak bermoral, sampai memiliki budi pekerti yang tinggi. Disinilah peranan guru yang mulia itu. Ilmu pengetahuan dan Guru memang tidak bisa dipisahkan, menyatu dengan rangkaian yang sangat luhur.
Rangkaian hari suci yang kita sedang sambut Adalah dari Saraswati, yang jatuh pada Saniscara wuku Watu gunung (6/9),
beserta rentetan upacara seperti soma ribek, sabuh mas sampai pada pagerwesi. Semua hari suci ini mesti kita maknai sebagai pesan terhadap kita semua bahwa kita mesti berbenah dan tersadarkan betapa pentingnya hari suci ini untuk kita dan ke-alaman kita.
Pertama, Hari Suci Saraswati sebagai hari suci pemuliaan Ilmu Pengetahuan, hari yang digunakan oleh seluruh umat untuk mengucapkan syukur atas segala anugerah yang telah dianugerahkan bagi kemudahan kehidupan. Memang pada dasarnya ilmu pengetahuan itu tidak membuat seseorang menjadi kaya, tetapi lebih dari itu adalah bahwa ilmu pengetahuan itu memberikan kita kehidupan yang lebih baik.
Lebih baik bisa kita lihat pada kesejahteraan, kesehatan, ketercukupan akan kebutuhan dan bukan keinginan. Hal ini bisa kita peroleh beberapa penguatan antara lain pemuliaan yang didasarkan pada pemahaman Ilmu, untuk digunakan dalam kehidupan yang mulia ini. Mulia karena Guna (ilmu pengetahuan) lalu dengan ilmu itu kita memperoleh Gina (Geginan) atau professional hidup dan disanalah puncaknya akan memperoleh kesejahteraan (Dana). Satu diantara ketiga konsep diatas merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan, tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya.
Secara etimologis, hari suci Saraswati bisa kita lihat sebagai beirkut . Saraswati terdiri dari kata : Saras (srs) dan Wati. kata Saras berarti sesuatu yang mengalir, dan “kecap” atau ucapan. Dan kata Wati berarti yang memiliki/mempunyai. Jadi, Saras-wati berarti : yang mempunyai -sifat megalir dan sebagai sumber ilmu pengetaluan dan kebijaksana-an. Inilah kemudian berkembang bahwa beliau adalah sumber kebijaksanaan. Bukankah dengan ilmu pengetahuan kita akan menjadi lebih bijak? Sudah barang tentu itulah yang kita pahami.
Dengan ilmulah kita memiliki kemampuan untuk mengerjakan segala sesuatu. Ilmu membuat kita mengetahui yang pada ujungnya akan memberikan dampak positif dalam kehidupan kita. Keilmuan kita juga yang akan memberikan kita identitas, serta professional. Dengan professional inilah kita berangkat untuk melakukan kegiatan serta aktivitas kehidupan dengan harapan kesejahteraan itu bisa kita peroleh.
Makna yang kita perlukan Adalah tentang pemujaan pada hari soma ribek. Memuja sang hyang Sri Sadhana merupakan awalnya, yang mesti kita syukuri atas segala apa yang telah kita peroleh. Berbagai pangan yang kita simbulkan dengan beras adalah mutlak untuk kehidupan. Berbagai makanan yang menjadi sari-sari kehidupan kita hanya bisa diperoleh pada berbagai pangan kita.
Umbi-umbian, kacang-kacangan buah dan sebagainya adalah bukti bahwa alam sangat menyangga kehidupan kita. Inilah yang mesti kita syukuri dengan melakukan pemujaan pada hari suci soma ribek, agar segala pangan itu senantiasa menyedia untuk kita dan menjadi sumber kehidupan untuk keberlangsungan hidup.
Ketika ilmu dan segala pangan kita peroleh dan mencukupi kehidupan kita maka, hendaknyalah kita menyimpan hasil yang berlebih itu dengan menjadikannya sebagai harta benda. Bisa kita jadikan emas, rumah, tanah dan investasi lainnya. Untuk inilah kita mesti melakukan pemujaan sebagai rasa syukur kita pada hari suci sabuh emas.
Hari ini merupakan pemujaan kepada Dewa Mahadewa yang bermanivestasi sebagai dewa kuwera, Dewa uang dan segala harta benda. Sekarang ini kita lebih menggunakan uang dan harta benda ini sebagai simbul status keberhasilan kita, walau sesungguhnya peruntukannya bukan untuk itu.
Segala harta benda adalah sisa-sisa yang telah kita gunakan sehingga mampulah kita tersejahterakan. Sisa yang tersimpan itu akan kita gunakan pada waktunya nanti ketika kita memerlukan. Pemujaan ini penting agar selalu terjaga dan terpelihara keberadaannya.
Selanjutnya barulah kita memuja Guru (Sang Hyang Paramesti Guru) pada saat Pagerwesi. Hari ini adalah hari yang spesial, karena waktu pemujaan yang datangnya 6 bulan sekali ini adalah cetusan rasa bhakti atas segala anugerah guru. Guru yang dimaksud adalah beliau yang maha guru, gurunya guru yang menjadi penyeberang dari kegelapan kita menuju yang terang itu.
Dengan memuja gurunya guru, maka kita telah mengharap akan kebaikan guru sekala yang ada (guru rupaka atau orang tua, guru pengajian atau guru disekolah dan guru wisesa atau pemerintah). Pengharapan kita bukan saja Kesehatan kebaikan dan segala kemudahan, tetapi juga agar tersejahterakanlah guru ini. Khusus guru pengajian, ciri kesejahteraannya adalah naiknya gaji dan tunjangannya. Hal ini penting untuk kebaikan pola dan system yang kemudian berlangsung.
Kini, kita sedang lupa akan jasa-jasa seorang guru untuk keberadaan kita sampai detik ini. Merekalah yang seharusnya tempat kita bertumpu dan mengadu serta menumpahkan segala hal baik ataupun buruk yang kita peroleh. Hal buruknya adalah ketika kita tergelapkan dan menderita atas cobaan hidup. Namun baiknya adalah ketika kita berhasil, maka wajiblah kita mengingat guru kita dengan membantu dan membahagiakannya walau dengan cara yang sederhana.
Ketika kita buta tentang kehidupan, gelap karena kebodohan kita, maka mereka-merekalah yang membuat kita terang, vidya dan terpelajar. Mereka memberikan tuntunan dan mengarahkan kita serta memberikan penguatan tentang mana hal yang buruk untuk ditinggalkan serta hindari, dan mana hal yang baik untuk selalu kita lakukan.
Maka pada konteks ini, wajarkah kita menyatakan bahwa guru itu tidak baik? Menjadi beban bagi negeri? Tentu ini sangatlah relative. Apapun itu, maka kita mesti berfikir ulang tentang kebermaknaan agar kita tidak lupa yang pada ujungnya menuai petaka. Sebaliknya kita mesti mengingat untuk beroleh kebaikan atas segala yang telah menjadikan kita sampai detik ini.
Ilmu pengetahuan, kekayaan dan guru adalah tiga hal yang mesti kita sikluskan dan jaga serta pelihara, demi kebaikan alam, kita dan negeri kita ini. Jika ketiga hal ini menjadikan kita buta, maka petaka pasti terjadi. Semangatlah memuja pada hari suci Saraswati, Somaribek, Sabuh Mas dan Pagerwesi, sebagai wujud kita memuliakan dengan menjaga dan memelihara untuk kemajuan dan kesejahteraan kehidupan kita.
Oleh : I K. Satria
Penyuluh Agama Kementerian Agama Kabupaten Buleleng.