Mata Air Beji Song Broek, Diyakini Menambah Kegantengan Pria
GIANYAR-DiariBali
SISTEM kepercayaan orang Bali sangatlah unik. Konon, peneliti Eropa pun kesulitan mendefinisikan kepercayaan orang Bali dengan nafas Hindunya. Salah satu ajaran leluhur Bali yang masih eksis hingga kini adalah memuliakan air sebagai sumber kehidupan.
Di era revolusi industri 4.0 ini, masyarakat Hindu Bali masih memegang teguh penghormatan terhadap air secara sekala dan niskala. Salah satu contoh, Beji Song Broek (dibaca Beruk) yang terletak di bantaran sungai Banjar Griya, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.
Dilihat dari struktur bangunannya, Beji Song Broek ini kurang tepat disebut pura. Sebab, hanya ada satu palinggih Padmasana dan patung pendeta persis di bawah pipa besi tempat mata air mengalir. Palinggih ini berdiri di mulut bantaran sungai kecil dengan aliran air semata kaki orang dewasa.
Cukup mudah menjangkau tempat ini. Dari arah Denpasar, belok kiri di jalan sebelah utara Pasar Sengol Payangan. Lanjutkan perjalanan ke arah timur dengan medan sedikit menurun hingga ketemu Song Broek Jungle Resort di ujung jalan. Bagi yang mengendarai mobil, bisa pinjam parkir di villa itu, jika tamu lagi sepi, pasti diizinkan.
Perjalanan dilanjutkan dengan menapaki anak tangga yang sedikit curam namun jumlahnya tak lebih dari 100 anak tangga. Lalu, “pamedek” akan disambut pemandian umum bernama Pemandian Song Broek.
Kamar mandi pria dan wanita terpisah sekat tembok permanen yang tidak terlalu tinggi. Masing-masing kamar mandi terdapat tiga pipa yang mengalirkan air sangat jernih. Di bagian tengah-atas, berdiri sebuah palinggih. Sehingga kesan sakral sangat kental di pemandian ini. Lokasinya yang terletak di kaki jurang makin menegaskan kesakralan tempat ini.
Made Suarjana, seorang pemuda banjar setempat, Sabtu (15/5/2021) menjelaskan, sebelum seseorang malukat di beji, wajib membersihkan diri dengan cara mandi di pemandian tersebut. “Laki-laki di sebelah barat. Wanita sebelah utara,” jelas dia.
Setelah mandi, barulah “pamedek” memulai ritual malukat di beji yang letaknya 150 meter sebelah utara pemandian. Tidak ada banten khusus yang dihaturkan di padmasana beji, demikian juga pemangku yang nganteb. “Pamedek bisa sendiri-sendiri melakukan ritual. Bantennya pun sesuai keyakinan,” tambah Suarjana.
Suarjana yang masih sangat muda ini tidak mengetahui secara pasti sumber mata air di beji Song Broek. Namun, berdasarkan penuturan “panglingsir” desa setempat dari zaman ke zaman, konon, mata air yang disucikan masyarakat tersebut berasal dari Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar.
Sejak dahulu kala, aliran airnya memang tidak terlalu besar, mungkin sebesar jari telunjuk orang dewasa, tapi alirannya konsisten meski saat musim kemarau. Masyarakat setempat meyakini, orang-orang yang melukat di beji ini akan diberkati kecerahan aura wajah. Yang pria tambah ganteng dan yang perempuan tambah cantik.
Kisah mistis pernah terjadi berkali-kali. Mata air tiba-tiba menghilang. Penyebabnya diduga ada orang yang sedang “cuntaka” nekat datang “malukat”. Ini memang menjadi pantangan terbesar di Beji Song Broek. “Bagi yang berhalangan, misalnya cewek sedang datang bulan, atau ada kematian dilarang keras ke sini. Kalau nekat, airnya akan hilang. Perlu waktu lama agar airnya kembali,” bebernya.
Suarjana mengungkapkan, keberadaan Beji Song Broek belum diketahui masyarakat luas. Sumber airnya lebih digunakan sebagai air siap minum oleh warga sekitar. Pihak BUM Desa sendiri sempat mewacanakan menjadikan tempat ini sebagai daya tarik wisata khususnya wisata spiritual.
Ia mengaku, Beji Song Broek terbuka untuk umum, kecuali bagi mereka yang sedang “berhalangan”. Pengelolaan dan perawatannya pun masih bersifat sukarela. Pengunjung juga tidak dikenakan punia dan uang parkir kendaraan. TIM