Makna Sakral Dibalik Tradisi Omed-omedan Desa Sesetan
DENPASAR, diaribali.com – Desa Sesetan memiliki tradisi unik pasca perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1945, yang jatuh pada Rabu, 22 Maret 2023, yakni Omed-omedan, dimana pemuda-pemudi desa saling berciuman. Tradisi tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2000-an.
Festival kali ini menjadi pertama diadakan setelah pandemi Covid-19. Selama pandemi, kegiatan tetap diadakan dengan lingkup kecil dengan jumlah peserta terbatas.
Penglingsir Banjar Sesetan Kaja Jro Wayan Sunarya menjelaskan, tradisi yang penuh euforia dan kebersamaan antar warga itu sebenarnya memiliki makna yang cukup sakral. Warga desa Sesetan Kaja meyakini, kalau tradisi itu dilewatkan maka akan terjadi musibah. Jika tidak menggelar ritual Omed-omedan desa mereka akan dilanda malapetaka.
“Kami pernah meniadakan tapi sebagian besar warga kami dirundung bencana, dari situ tersirat pesan kalau kami harus tetap mengadakan Omed-omedan ini,” kata Sunarya.
Omed-omedan dalam bahasa Bali berarti tarik menarik. Namun pada perkembangannya istilah tarik menarik itu menjadi ciuman yang dilakukan antara pria dan wanita yang masih lajang.
“Tapi bukan berarti pornografi. Masyarakat Bali yang masih normal tidak mungkin melakukan ciuman di depan umum, ini yang perlu dipahami,” jelas Jro Wayan Sunarya.
Dalam festival Omed-omedan tahun ini, setidaknya ada 20-30 pasang teruna-teruni atau pemuda pemudi yang jadi peserta. Mereka berada dalam barisan yang saling berhadapan dan akan dipertemukan satu sama lain.
Ketika bertemu umumnya, si pemuda akan langsung mengarahkan ciuman ke pemudinya. Tapi itu tidak berlangsung lama. Karena di situ ada penengah yang akan menjaga kondisi. Uniknya, setelah kedua pemuda pemudi itu saling merapat, tubuh mereka langsung diguyur air hingga basah kuyup.Zor