Komite III DPD RI Audiensi ke Wali Kota Denpasar, Serap Aspirasi RUU TPKS

D2
AA Agung Gde Agung (3 dari kanan) usai menyerap aspirasi terkait RUU TPKS di Kantor Wali Kota Denpasar, Selasa (8/3).

DENPASAR-DIARIBALI.COM

Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dapil Bali AA Gde Agung bertemu Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara khusus menyerap aspirasi berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Kantor Wali Kota Depasar, Selasa (8/3).

AA Gde Agung mengucapkan terima kasih atas informasi dan masukan yang diberikan oleh Wali Kota, Sekda dan dinas terkait tentang kondisi riil kasus kekerasan seksual di Ibu Kota Provinsi Bali tersebut.

“Saya datang sebagai Komite III DPD RI yang sangat berkepentingan dalam RUU TPKS ini. Saya sengaja pilih serap aspirasi di Denpasar karena masyarakatnya heterogen. Kekerasan seksual biasanya rentan terjadi di daerah heterogen. Dan benar saja perkiraan itu,” kata AA Gde Agung.

Anak Agung Gde Agung

Dalam pertemuan tersebut, Panglingsir Puri Ageng Mengwi terlebih dulu diterima Sekda Kota Denpasar IB Alit Wiradana dan jajaran dinas terkait. Dari perbincangan itu muncul wacana restitusi bagi korban kekerasan seksual sebagaimana halnya korban terorisme. Restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban tindak pidana terorisme atau ahli warisnya.

Ia berpendapat, wacana restitusi sangat perlu dipertimbangkan demi keberlangsungan hidup korban. Selain itu, juga diperlukan rumah perlindungan korban yang komprehensif lengkap dengan layanan psikiater.

Ia menambahkan, semua pihak segera berharap UU TPKS menjadi payung hukum kekerasan seksual yang ancaman hukumannya 15-20 tahun, bahkan ada tambahan kebiri bagi pelaku. Hal ini bertujuan memberikan efek jera. Meski demikian, tidak ada yang menjamin kasus kekerasan seksual nihil.

BACA JUGA:  Tegas, Menteri Wihaji Minta Seluruh Keluarga Berisiko Stunting Tertangani

“Sehingga yang perlu kita perhatikan di sini adalah korbannya. Bagaimana mereka menjalani kehidupan selanjutnya,” katanya sembari mengakui masih ada perbedaan pendapat antar-legislator karena sejumlah legislator berupaya memasukkan unsur perzinahan dan perilaku seks menyimpang dalam formulasi RUU.

Lebih lanjut, kata Bupati Badung (2005-2015) ini, keberadaan desa adat di Bali sangat penting dalam TPKS. Awig-awig desa adat telah mengatur sanksi niskala bagi pelaku kekerasan seks, misalnya dengan ‘macaru’ sebagai pembersihan alam dari tindakan kotor tersebut.

Dengan lahirnya UU TPKS, didukung berbagai kebijakan serupa dari instansi lain seperti Dirjen Dikti dan yang lain, diharapkan kasus kekerasan seksual menurun. Ia juga memuji sikap para korban yang mulai berani melapor. Apalgi saat ini pengaduan tidak hanya lewat jalur kepolisian.

“Sekarang ada banyak jalur melapor yang diinisiasi dinas-dinas terkait. Bisa juga lewat media sosial. Ini harus dimanfaatkan oleh korban,” harapnya. Semua aspirasi akan ditampung lalu disampaikan saat rapat dengan kementerian terkait di pusat.

Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara mengapresiasi kunjungan kerja AA Gde Agung tersebut yang menurutnya sebagai bentuk kepedulian wakil rakyat Bali kepada masyarakatnya. Tentu saja, Jaya Negara berharap, AA Agung Gde Agung sukses memperjuangkan kepentingan daerah.

Pencegahan kekerasan seksual, menurut wali kota, memerlukan sinergitas semua pihak termasuk peran aktif masyarakat. “Jadi kami terima kasih sekali kepada Atu (AA Gde Agung,Red) yang berkenan mengunjungi kami. Semoga informasi yang kami berikan bermanfaat,” katanya. ZOR