iklan warmadewa iklan warmadewa stikom bali

Kekuatan Magis Pura Pucak Sari Bukit Cemeng, Sakit Tak Kunjung Sembuh Langsung Sehat saat Sanggup ‘Ngayah’

Pura Pucak Sari Bukit Cemeng
Pura Pucak Sari Bukit Cemeng

Manggis,diaribali.com-
Bali tidak hanya kaya akan seni, tradisi, adat dan budaya yang masih dijaga dan dilestarikan oleh mayarakat khususnya umat Hindu Bali. Ritus yang silih berganti masih tetap dilakoni sebagai rasa sujud bhakti, terhadap keberadaan beliau baik secara sekala maupun niskala.

Memiliki julukan Pulau Seribu Pura, wajar saja Pulau Dewata ini memiliki vibrasi dan kekuatan magis atau niskala di beberapa tempat-tempat atau pura di Bali yang diyakini oleh umat akan keberadaan tempat-tempat sakral di Bali.

Seperti Pura Pucak Sari Bukit Cemeng. Merupakan pura Dhang Kahyangan, yang berlokasi di perbukitan atau huluning desa tepat perbatasan antara Dusun Telengan, Desa Gegelang, Kec. Manggis, Karangasem, berbatasan dengan Desa Padang Tunggal, Selat.

Pura yang jauh dari pemukiman warga desa ini terletak di ketinggian sekitar 1200 MDPL dan diyakini memiliki vibrasi yang kuat dan adanya kekuatan magis yang tinggi dipercaya hingga saat ini.

Meski lokasi pura yang jauh dan harus melalui medan ektreme saat Ida lunga jelang piodalan, masyarakat selalu antusias dan bersemangat untuk tangkil (sembahyang) dan memundut manakala upacara digelar di pura Pucak Sari.

Ada sebanyak 135 pengayah pemundut (tim khusus) atau yang disebut Pertegak yang selalu membawa sarana joli atau jempana dan seperangkat ungkulan (pajeng), kober, tarub, tamiang bak singgasana dengan pasukan khusus kerajaan. Meski dibawah terik matahari maupun diguyur hujan tidak menyurutkan semangat bhakti dan keiklasan jika sudah waktunya pemundut harus berjalan menuju pura.

BACA JUGA:  Karya Tabuh Gentuh Desa Griana Kangin, Wagub Giri Punia Rp 25 Juta

Meski medan yang dilalui ekstream dan curam kayakinan warga dengan keberadaan beliau masyarakat tidak pernah pantang mundur melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing.

Memiliki seragam khusus dan warna yang mencolok berbeda dengan orang sembahyang pada umumnya, pertegak juga dibekali sebuah keris dengan beragam ukuran dan bentuk sebagai seselet atau senjata simbol keberanian dan kesatria. Karena berlokasi pura di Utara yang identik dengan warna Hitam atau Wisnu, maka pakain pemundut Pura Pucak Sari Bukit Cemeng dipilih berwarna hitam dan saput, dengan udeng berwarna merah simbol keberanian serta kamen berwarna putih melengkapi perpaduan tiga warna tri datu yaitu merah putih dan hitam.

Menurut Jro Mangku Pamucuk Pura Pucak Sari Bukit Cemeng I Wayan Brata, banyak umat yang tangkil selain di Pura Pucak Sari, juga di penyimpenan untuk memohon tirta ketika hendak menggelar upacara Dewa Yadnya atau Piodalan, Karya Agung, Ngeroras maupun menggelar upacara Rsi Gana dari dua Desa Antiga dan Gegelang.

“Seperti yang tadi itu orang nglungsur tirta mau brangkat ke Turki, memohon agar selamat sampai tujuan dan bekerja di sana,” tutur Jro Mangku yang dinobatkan menjadi mangku sejak tahun 1999.

Mangku Brata menambahkan, tak sedikit juga masyarakat yang tangkil (sembahyang) yang memohon kesidian, taksu maupun sebelum menjadi jro tapakan.

Pihaknya mengaku, apapun permohonan pemedek dirinya selalu malayani dengan menyambungkan doa-doa atau mantram sesuai tujuan dari umat. Tak sedikit juga warga sekitar Dusun Telengan yang sembuh dari sakit yang menahun ketika sanggup akan ngayah mundut sebagai pertegak jika sembuh dari sakitnya.

BACA JUGA:  UMKM Boleh Jualan di Area Bencingah Pura Agung Besakih, Prioritas Produk Lokal

“Kalau sudah sembuh pasti datang sembahyang ke pura dan menyatakan akan sanggup ngayah karena sudah diberikan keselamatan, kesehatan saat maut menghadang dan sudah berobat kemana-mana tak kunjung sembuh,” tutur mangku Brata yang merupakan Jro Mangku dari garis keturunan sejak buyutnya.

Baik jro mangku maupun warga setempat sangat antusias dan tulus iklas jika hendak piodalan maupun ngayah untuk kepentingan pura karena diyakini Beliau selalu melindungi umat.

“Kalau sudah ngayah mundut tidak ada yang berani berkelit. Pertegak adalah garda terdepan. Justru kalau tidak mau nyayah pertegak akan jauh ketinggalan dan cepat merasa lelah,” terang jro mangku.

Lebih jauh disampaikan, pujawali atau piodalan di Pura Pucak Sari Bukit Cemeng bertepatan dengan Anggar Kasih Wuku Tambir setiap enam bulan sekali (210) hari menurut perhitungan kalender Bali.

Sedangkan Usaba atau piodalan yang lebih besar dilaksanakan setiap Purnama Sasih Kalima bertepatan bulan November. Berbeda dengan piodalan, upacara usaba rangkaiannya lebih panjang diawali dengan pelaksanaan melasti, munggah sedah, ngias, katuran ke beji, puncak usaba, selanjutnya sehari setelah puncak usaba atau manis dilaksanakan ke beji, lalu katuran masineb dan nyejer selama dua hari.

Selain itu, jika hendak ke pura Pucak pamedek disarankan untuk melaksanakan persembahyangan terlebih dahulu di pura Bias Membah, Batu Lawang, baru di Puncak utama mandala. Selanjutnya persembahyangan dilanjutkan ke Beji Tirta Aji.

BACA JUGA:  Semeton Teruna Teruni Denpasar Ngayah di Pura Agung Besakih

Karya Agung, masih kata Mangku Brata, digelar pada tanggal 26 September tahun 2023 di Pura Pucak Sari Bukit Cemeng dengan tingkatan upacara yaitu Utama. Merupakan karya terbesar yang dilaksanakan sepanjang berdirinya pura ini.

Seluruh masyarakat Desa Gegelang dan Antiga tumpah ruah melaksanakan persembahyangan ke pura puncak, turut menyaksikan jalannya karya agung, di mana upacara yang hanya dilaksanakan dalam rentang waktu puluhan tahun.

Setahun sebelum karya warga juga melaksanakan gotong royong dan berbagai renovasi untuk merampungkan seluruh bangunan dan palinggih yang ada.

Adapun pelinggih yang ada di utamaning mandala pura dari sudut timur ada Sanggaran Agung, Pelinggih Betara Basukian, Padma Kurung, Penawasangaan, Sapta Petala, Ngerurah, Gedong, Menjangan Seluang, Limas Sari Limas Catu, Pengaruman, dan Pengodal.

Karena tata letak pura tri mandala, sementara di jaba tengah ada satu bale gong dan satu bale pesandekan untuk beristirahat atau tempat pakemit pamedek. (Art)