Jadi Kewenangan Kerta Desa, Bale Kertha Adhyaksa Tidak Menangani Perkara Adat

Denpasar,diaribali.com–
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Bale Kertha Adhyaksa dikebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provisni Bali dan eksekutif. Kali ini agenda Paripurna ke 32- masa Persidangan III, Selasa (12/8) yaitu Jawaban Gubernur atas pandangan umum frkasi yang sebelumnya disapaikan pada Rapat Paripurna Senin (11/8).
Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Provinsi Bali Dewa Made Mahayadnya didampingi Wakil Ketua Wayan Disel Astawa, Ida Gede Komang Kresna Budi dan I Komang Nova Sewi Putra memberikan kesempatan kepada Gubernur Bali Wayan Koster untuk menyampaikan jawaban Gubernur terhadap pandangan umum fraksi.
Menanggapai pandangan Fraksi Gerindra, Koster memaparkan, sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, Pemerintahan Desa Adat memiliki kelembagaan terdiri dari Prajuru Desa, Sabha Desa, Kerta Desa, dan Banjar Adat. Bale Kerta Adhyaksa berada dalam Wewidangan Desa Adat, namun tidak merupakan bagian kelembagaan dari Desa Adat.
Bale Kerta Adhyaksa tidak menangani perkara adat yang menjadi kewenangan Kerta Desa. Bale Kerta Adhyaksa merupakan lembaga fungsional yang mengemban fungsi koordinasi, konsultasi, fasilitasi, pendampingan, dan penyelesaian perkara hukum umum yang terjadi dalam Wewidangan Desa Adat dalam rangka penguatan dan pemberdayaan Kerta Desa Adat.
Disebutkan, penyelesaian perkara hukum umum dilaksanakan dengan pendekatan keadilan restoratif berdasarkan asas kemanfaatan, keadilan, kekeluargaan, kebersamaan, musyawarah, dan kesetaraan.
Namun, Gubernur sepakat dengan pendapat bahwa Bale Kerta Adhyaksa diisi dengan SDM yang profesional, yakni: memiliki kecakapan/kompeten, kejujuran/integritas, dan
kemerdekaan/independen yang akan ditambahkan dalam Pasal 9.
“Kata Adhyaksa dalam bahasa Sansekerta berarti “pengawas” atau “hakim tertinggi”. Adhyaksa dalam hal ini tidak hanya identik dengan kejaksaan tetapi sebagai representasi nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebijaksanaan. Penggunaan kata Adhyaksa dalam nama Bale Kerta Adhyaksa, mengandung makna bahwa dalam menangani perkara hukum umum yang terjadi dalam wewidangan Desa Adat, Bale Kerta Adhyaksa memadukan penerapan hukum adat yang hidup ditengah masyarakat (living law) dengan hukum positif,” terang Koster.
Lebih jauh disampaikan, materi pengaturan dalam Raperda, dengan jelas dapat disampaikan bahwa Bale Kertha Adhyaksa merupakan lembaga yang netral, tidak merupakan reinkarnasi dari Raad van Kerta, sepakat memilih sebutan perkara (bukan konflik), sepakat tidak ada konflik norma, sepakat mengenai rumusan kejaksaan mengacu pada Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 Undang-Undang Kejaksaan Republik
Indonesia.
Sementara menjawab pandangan Fraksi PDIP, Golongan Karya, dan Fraksi Demokrat-Nasdem,
Gubernur sependapat untuk melakukan harmonisasi, sinkronisasi, dan penguatan koordinasi untuk mencegah tumpang
tindih kewenangan maupun konflik yurisdiksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Sependapat dengan saran untuk membangun mekanisme dokumentasi dan pelaporan yang tertib dan berbasis digital untuk menciptakan akuntabilitas dan menjadi referensi penyelesaian perkara serupa di masa mendatang,” pungkas Koster. (Art)