Diskusi Publik, Akademisi dan Praktisi Beri Solusi Atasi Penanganan Sampah di Bali

IMG-20250225-WA0262
Narasumber Diskusi Publik soal Sampah di Bali digelar Serangkaian HUT JMSI Bali, Selasa (25/2) di Inna Heritage Denpasar.

Denpasar,diaribali.com
Masalah sampah bukan menjadi tanggungjawab pemerintah saja. Butuh dukungan semua pihak untuk mengatasi permasalahan sampah di Bali. Kesadaran menjadi fundamental atas kebijakan  pemerintah  dalam implementasi di masyarakat sehingga permasalahan dapat dikendalikan sesuai  harapan.

Persoalan sampah ini mengemuka saat   Pengurus Daerah (Pengda) Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Bali menggelar  Diskusi Publik bertema “Bali Bebas Masalah Sampah: Realistis atau Utopis?” di Inna Bali Heritage Hotel Denpasar, Selasa (25/2/25). Diskusi publik ini digelar sebagai bentuk kepedulian JMSI terkait lingkungan khususnya masalah sampah.

Diskusi publik ini menghadirkan Ketua TP PKK Provinsi Bali, Ny. Putri Koster sebagai keynote speaker. Adapun narasumber panelnya yakni, Plt. Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup  (KLH) Provinsi Bali I Made Rentin, Wakil Dekan I Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana I Gede Hendrawan, dan Ketua Yayasan Bumi Kita I Wayan Askara. Dan dimoderatori oleh Bidang Hukum JMSI Bali, I Putu Wiradana.

Plt. Kepala Dinas Kehutanan dan  Lingkungan Hidup  Provinsi Bali  I Made Rentin mengungkapkan,  berbicara sampah, merupakan problem atau  permasalahan yang tidak hanya dihadapi  Bali saja melainkan permasalahan  nasional, maupun  internasional.

Beberapa upaya telah dilakukan Pemprov Bali salah satunya  sempat melakukan study tiru ke Cina. Di sana telah  mampu menerapkan teknologi pengelolaan sampah  menjadi energi seperti listrik, panas dan bahan bakar atau disebut Waste to Energi (WtE). Dan Gubernur  Bali Wayan Koster akan mengadopsi pola seperti di Cina.

Birokrat asal Badung ini menambahkan, sampah di Bali berkisar  3.600 ton per hari dan 1,3 juta ton per tahun. Atas permasalahan ini perlu dilakukan  langkah-langkah  strategis dari sisi regulasi. Pemprov Bali sejak dulu sudah  konsen terhadap hal ini melalui Pergub nomor 47 tahun 2019 tentang  pengolahan sampah berbasis sumber, Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

BACA JUGA:  Wujudkan Denpasar Hijau, Pemkot Komit Lestarikan Keberagaman Hayati Canangkan "Taman Kehati"

Pada awal tahun 2025 ini, lanjutnya, ada penegasan melalui surat edaran ( SE ) yang isinya melarang penggunaan plastik sekali pakai seperti penggunaan kemasan  air minum  dan konsumsi  kemasan plastik, maupun pengadaan air kemasan saat rapat  yang diganti dengan   penggunaan tumbler.

Disamping itu, Pemprov Bali juga sedang mempersiapkan road map terkait pengelolaan sampah di Bali. “Kami di DLHK sedang mempersiapkan road map pengelolaan sampah di Bali. Permasalahan sampah merupakan permasalahan yang kompleks maka perlu melibatkan berbagai stakeholder,” terangnya.

Keseriusan Pemprov Bali dalam penanganan sampah di Bali juga diwujudkan dengan menggelontorkan anggaran 40 miliar melalui  penyerahan dana BKK (bantuan keuangan khusus) kepada kabupaten/kota di Bali kecuali Badung. “Anggaran  ini bersumber dari pungutan wisatawan asing  yang diperuntukkan untuk pelestarian budaya dan pelestarian alam Bali,” terang Rentin yang juga menjabat Kalaksa BPBD Provinsi Bali.

Sementara Ketua Yayasan Bumi Kita Wayan Aksara mengajak penanganan sampah di Bali dimulai dari hulu atau mulai dari kesadaran diri kita sendiri dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai maupun penggunaan kemasan makanan dan minuman non plastik.

Aktivis lingkungan ini juga menilai produksi sampah di Bali terus  meningkat karena pola yang digunakan sistem dikumpulkan lalu diangkut dibawa ke TPA.  Padahal fungsi TPA merupakan tempat pemrosesan bukan tempat pembuangan akhir tanpa dikelola.

“Seperti saat pelaksanaan piodalan di Pura Dalem Puri kemarin, sampah sisa upacara seperti canang terus menumpuk. Mestinya upaya penting yang dilakukan yaitu sosialisasi ke desa adat jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan upacara agar masyarakat sadar terhadap sampah yang dihasilkan sehingga bersama-sama kita bisa menjaga kebersihan dan kelestarian pura,” sambungnya.

BACA JUGA:  Jaya Negara - Arya Wibawa Akan Dilantik Presiden Prabowo Subianto

Adapun upaya yang telah dilakukan Yayasan Bumi Kita selama ini yaitu melakukan edukasi terhadap anak-anak di sekolah-sekolah dari tingkat SD, SMP maupun SMA  yang bertujuan untuk membangun kesadaran anak agar menjadi generasi hijau. Ketika kesadaranya sudah terbangun maka program-program pemerintah akan terealisasi dengan baik.

Selain langsung turun ke sekolah-sekolah, Yayasan Bumi Kita juga melakukan sosialisasi  melalui media seperti radio untuk menyapa masyarakat, menyapa ibu-ibu  di kampung untuk menyampaikan pesan-pesan positif kepada masyarakat luas. Disamping itu yang tidak kalah penting adalah melakukan  aksi sebagai bentuk konsisten untuk menjaga lingkungan dan alam Bali.

“Kami rutin turun ke lapangan menggelar aksi seperti ikut bersih-bersih pantai, bersih-bersih di pura saat ada upacara maupun hajatan-hajatan besar keagamaan yang diselenggarakan bersifat massal. Mari kita membangun budaya baru yaitu memakai tumbler. Membawa tumbler itu keren, perlu digaungkan bersama,” pungkas Aksara.

Wakil Dekan I, Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana I Gede Hendrawan menyatakan, masalah sampah juga menjadi perhatian kalangan akademisi di Bali maupun Indonesia dalam upaya penanggulangan permasalahan sampah dan mencari solusinya.

Dikatakan, ketika pemerintah tidak melakukan apa-apa atau tidak berinvestasi terhadap pengolahan atau pemrosesan sampah seperti infrastruktur, itu akan membutuhkan biaya lima belas kali lipat  lebih banyak daripada yang telah melakukan investasi. Maka perlu dialokasikan anggaran oleh pemerintah secara matang untuk pengolahan atau pemrosesan sampah.

BACA JUGA:  Sidak, Pegawai Pemprov Kompak Gunakan Tumbler

Jika sampah ini tidak ditanggulangi, lanjutnya,  sampah akan berdampak pada beberapa sektor seperti kesehatan, lingkungan maupun pariwisata  Bali. Maka diperlukan kesadaran masyarakat terhadap regulasi yang sudah ada yang disusun oleh Pemerintah dalam menyikapi masalah sampah di Bali bisa terwujud.

“Kita  ingin sehat butuh protein, sementara alam kita sudah tercemar sampah banyak ke laut di makan ikan-ikan nantinya protein yang kita makan tidak sehat akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Begitupula dengan kebersihan dan keasrian alam Bali akan terganggu maka berdampak pada pariwisata Bali. Jika alam Bali indah, bersih dan asri maka  akan menjadi daya tarik wisatawan,” bebernya.

Pihaknya mengajak semua pemangku kepentingan untuk  berkolaborasi. Unud siap membantu. Kebetulan  kami adalah tim dalam perencanaan pengelolaan sampah dan kelautan di Unud yang bekerja sama dengan perguruan tinggi  dari luar, semoga ini bisa bersinergi dengan Pemprov Bali untuk bersama turun ke lapangan kemudian bisa diadopsi oleh pemerintah dalam penanganan permasalahan sampah di Bali.  (Art)