
Cumlaude’, Aktivis Kesetaraan Gender Raih Gelar Doktor

Denpasar,diaribali-
Disertasi berjudul “Resistensi terhadap Dominasi Patriarki dalam Novel Jepang Era Heisei (1989-2019)” mengantarkan aktivis kesetaraan gender, I Gusti Ayu Andani Pertiwi, SS., M.Si, menyandang gelar Doktor (Dr) setelah dinyatakan lulus dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor, pada Program Studi (Prodi) Doktor Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud), Senin (26/5/2025).
Andani, sapaan karib Gusti Ayu Andani Pertiwi, pun tercatat sebagai doktor ke 291 Prodi Doktor Kajian Budaya FIB Unud. Dalam disertasi yang diangkat, Andani merujuk dalam ketiga novel berwujud dua bentuk, yakni penolakan terhadap peran tradisional perempuan dan penolakan terhadap norma sosial Jepang.
Dalam penelitiannya, Andani mengungkapkan, era Heisei di Jepang (rentang 30 tahun) tidak hanya ditandai oleh krisis ekonomi, bencana alam dan meluasnya budaya pop, tetapi juga pergeseran nilai terkait peran gender.
Meski inisiatif kesetaraan gender telah diupayakan, kata Andani, ketidak-adilan masih terjadi dan memicu resistensi atau perlawanan termasuk dalam karya sastra, seperti yang terlihat dalam novel Out karya Natsuo Kirino, Susu dan Telur karya Mieko Kawakami dan Gadis Minimarket karua Sayaka Murata.
“Saya berusaha mengungkap resistensi yang muncul dalam ketiga novel tersebut dengan menggunakan lensa dekonstruksi. Penelitian ini sifatnya kualitatif dengan pendekatan kritis kajian budaya, menggunakan metode pengumpulan data studi pustaka: data dikumpulkan dari ketiga novel dan selanjutnya dianalisis menggunakan teori dekonstruksi, feminisme dan tubuh sosial,” ungkap Andani.
Hasil penelitiannya menunjukkan beberapa faktor yang secara tidak langsung memengaruhi resistensi yang terjadi, yakni ketidak-adilan gender, kemandirian ekonomi dan kesadaran tentang identitas diri.
Perempuan yang aktif di LSM Bali Sruti ini menjelaskan, penolakan terhadap peran tradisional perempuan digambarkan melalui pilihan untuk memasuki ruang publik dan pilihan untuk tidak menikah.
Sementara itu, penolakan terhadap norma sosial Jepang tercermin melalui pembunuhan, memilih menjadi orangtua tunggal, penolakan terhadap standar kecantikan yang sempit serta bekerja paruh waktu meski tidak menikah.
Implikasi yang muncul sebagai bagian dari proses dekonstruksi dominasi patriarki, dengan munculnya kesadaran perempuan akan hak dan agensinya, penciptaan makna baru perempuan yang multi-peran, solidaritas perempuan yang melawan budaya patriarki serta munculnya model keluarga alternatif.
“Penelitian ini menegaskan bahwa ketiga novel tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kritik terhadap patriarki, tetapi juga sebagai media refleksi atas perubahan sosial di Jepang Era Heisei,” imbuhnya.
Andani mengaku bersyukur karena proses menggenggam gelar doktor dilalui dengan penuh tantangan. Ia mulai studi Doktor tahun 2018, saat dirinya mulai mengandung buah hati. Di sisi lain, ia harus aktif “menyama braya”, serta segudang aktivitas di LSM.
“Bayangin saja, saya sedang ngidam, harus aktif di PKK tempat tinggal, harus kuliah S3, di LSM juga. Jadi saya cosplay memainkan setidaknya lima peran,” kenangnya.
“Nah pas covid itu agak terbantu dengan kuliah daring. Setidaknya bisa lebih punya waktu menyusui dan merawat si kecil di rumah,” imbuh wanita kelahiran Karangasem 24 November 1993 ini.
Ibu satu anak ini pun, bertekad semakin mempertajam perannya dalam kesetaraan gender. Andani juga ingin menjadi dosen agar bisa mengabdikan ilmunya lebih luas lagi di dunia pendidikan tinggi.
Andani menamatkan pendidikan Sarjana (S1) dan Magister (S2) di kampus yang sama. Ia lulus S1 Sastra Jepang tahun 2016, kemudian tancap gas ke S2 mengambil Kajian Budaya, lulus tahun 2020.
Andani menunjukkan konsistensi perjuangan kesetaraan gender. Ini tampak dari tugas akhirnya, baik S1, S2 dan S3 yang berkutat pada penelitian novel Jepang berbau gender.
Dr. Ida Ayu Laksmita Sari, S.Hum., M.Hum., selaku Promotor, berpendapat, novel bukan saja berurusan dengan kisah cinta, tetapi juga sarat akan pesan sosial, moral, dan ideologi. Sama dengan di Indonesia secara umum, masyarakat Jepang adalah masyarakat dengan sistem partriarki yang sangat kuat.
Namun, dominasi patriarki di mana-mana, termasuk di Jepang mendapat respon kritis atau perlawanan untuk mewujudkan kesetaraan gender. “Studi atas novel yang dilakukan Andani bukanlah studi sastra yang biasa kita jumpai di dalam disiplin ilmu sastra. Warna Cultural Studies-nya jelas terlihat dalam kajian Andani menjadikan teks sastra sebagai wacana untuk kajian kritis atau perlawanan atas kondisi sosial yang didominasi sistem patriarki dengan segala praktik-praktik hegemonisnya,” ungkap Ida Ayu Laksmita.
“Dalam kajiannya, Andani menunjukkan kepada kita bahwa dominasi patriarki yang tampak natural dan alamiah atau ‘mulo keto’ perlu digugat agar kesetaraan tidak menjadi sebatas wacana tetapi realita,” imbuhnya.
Kaum intelektual Jepang terutama sastrawan, menurutnya, menggunakan perjuangan kesetaraan gender dalam karya sastra termasuk novel. Pilihan topik disertasi ini mencerminkan minat kuat Andani terhadap wacana kesetaraan gender yang tampak dari aktivitas sosialnya di LSM Bali Sruti, organisasi yang dikenal bergerak di bidang pemberdayaan perempuan.
“Saya berharap Andani terus melaksanakan kegiatan akademiknya dengan terus melakukan panelitian yang akan berguna untuk profesinya dalam kegiatan di Bali Sruti,” harapnya.
“Menimbang prestasi promovenda selama menempuh studi, ketekunan dan kontribusi penelitiannya terhadap lembaga dan masyarakat, (Andani-red) dinyatakan lulus dengan predikat Pujian atau Cumlaude,” sambung Ketua Sidang Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.
Bertindak selaku Ko Promotor I, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Ko Promotor II Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum. Ketiganya juga tampil sebagai dewan penguji ditambah Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, MS., Prof. Dra. Luh Putu Sendratari, M.Hum., Dr. Nanang Sutrisno, S.Ag., M.Si dan Dr. Ni Luh Ramaswati Purnawan, SS., M.Comn. (Art)