Cegah Stunting, Screning Pranikah Agar Jadi Kebiasaan Masyarakat Bali

IMG-20221004-WA0004
Screning kesehatan di sela Kampanye Percepatan Penurunan Stunting diikuti Remaja putri calon pengantin di Desa Sambangan, Sukasada, Buleleng, menjalani Minggu (2/10/2022).

SINGARAJA, diaribali.com-Dalam Percepatan Penurunan angka Stunting di Pulau Dewata, Kepala Dinas PPKBP3A Nyoman Suyasa
mengajak masyarakat Bali pada umumnya, dan Masyarakat Buleleng pada khususnya untuj melakukan screning pranikah dijadikan kebiasaan untuk melahirkan bayi yang sehat dan normal agar, serta
untuk mencegah kelahiran anak stunting (gizi buruk).

Hal ini disampaikan Nyoman Suyasa saat mewakiki Pj Bupati Buleleng dalam rangka Percepatan Penurunan Stunting di Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Minggu (2/10/2022), bersama Anggota Komisi IX DPR RI dan BKKBN.

Menurut Suyasa, pemeriksaan calon pengantin (catin) belum membudaya di tengah masyarakat Bali, berbeda dengan umat lain yang bahkan ada kursus bagi calon pengantinnya.

“Bagi pasangan calon pengantin saya harap tiga bulan sebelumnya melapor dulu ke aparat desa agar diperiksa kesehatannya. Mari jadikan budaya. Dimulai dari Desa Sambangan,” harap Riang.

Sementara Kepala Desa (Perbekel) Sambangan Nyoman Sudarsana mengakui di desanya ada dua balita yang terindikasi mengidap gizi buruk. Namun telah dilakukan upaya penanggulangan oleh kader PKK, KB dan tenaga kesehatan setempat.

Sudarsana berharap, Kampanye Percepatan Penurunan Stunting memberikan makna luar biasa bagi warganya guna menyiapkan generasi-generasi hebat untuk Indonesia emas 2045 atau tepat 100 tahun Kemerdekaan RI.

“Dipilihnya desa kami tentu sebuah kesempatan berharga bagi kami. Terima kasih BKKBN dan Pak Ketut (Kariyasa). Jangan tinggalkan kami sampai di sini, tapi teruslah bimbing masyarakat kami secara berkelanjutan,” harap Sudarsana.

Di lain sisi Politisi PDIP asal Busungbiu, Buleleng, I Ketut Kariyasa Adnyana menargetkan prevalensi stunting di Bali minimal dua persen bahkan zero. Karena stunting menjadi isu nasional, kata Kariyasa, maka seluruh pemerintah daerah diminta berkolaborasi membebaskan Indonesia dari ancaman stunting sesuai Perpres No 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

“Stunting ini sebenarnya sangat mengkhawatirkan secara nasional sebesar 24 persen. Bayangkan artinya satu dari empat anak terindikasi stunting,” katanya pada kegiatan yang dihadiri ratusan warga setempat.

Jika dibiarkan, yang terjadi adalah ancaman terhadap stabilitas negara. Anak-anak dengan gizi buruk kronis itu akan menjadi beban negara. Kondisinya yang sakit-sakitan dan IQ rendah tidak akan mampu bersaing dengan negara lain, malah melumpuhkan negaranya sendiri.

Untuk itu, pihaknya mengajak masyarakat Sambangan, khususnya calon pengantin mengimplementasikan betul edukasi agar tidak ada lagi bayi yang lahir dengan kondisi stunting mulai 2023 dan seterusnya.

Menanggapi hal itu, Direktur Komunikasi Informasi dan Edukasi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (KIE-BKKBN) Eka Sulistia Ediningsih berpendapat, target prevalensi dua persen untuk Bali sangat realistis.

Selain menjadi provinsi dengan prevalensi stunting terendah nasional (10,9 persen), pemerintah kabupaten/kota dan provinsi di Bali juga menurut Eka Sulistia banyak melakukan inovasi sehingga Bali layak dijadikan contoh bagi provinsi lain se-Indonesia.

“Saya rasa ajakan dari Pak Ketut Kariyasa itu harus kita jalankan bersama. Bali ini banyak inovasi. Stuntingnya terendah pula. Jadi layak dijadikan tempat belajar bagi daerah lain,” sarannya. (Art)