Atasi Permasalahan di Bali, Amitaba: Selesai Hanya Tiga Kata ‘Perkuat Desa Adat’

IMG-20250206-WA0046
I Made Arya Amitaba

DENPASAR,DiariBali.com
Bali sebagai destinasi atau tujuan pariwisata dunia memiliki ragam keunikan adat, seni, budaya dan tradisi yang dijaga dan dilestarikan oleh masyarakatnya. Segala bentuk tata cara pelaksanan tersebut  disusun dan dijalankan melalui Desa Adat yang dilakukan oleh krama adat.

Seiring pesatnya perkembangan pariwisata di Pulau Dewata, tak sedikit permasalahan yang timbul mulai dari masalah sampah, kemacetan, alih fungsi lahan pertanian maupun banyaknya investor yang hendak berinvestasi untuk meraup pundi-pundi penghasilan dari kue pariwisata.

Praktisi keuangan Bali I Made Arya Amitaba  mengungkapkan sebagai krama Bali harus turut terjun ke desa adat, perlu menumbuhkan kepedulian serta  harus mensupport desa adat dengan pola modernisasi.

Moderinasi dimaksud yaitu tidak lagi berfokus menghadiri keagamaan atau nodya (menghadiri) acara saja. Diharapkan tokoh-tokoh masyarakat  harus turut  berpikir yang strategis untuk mengembangkan Desa Adatnya.

“Hal yang bersifat keseharian jalan saja, namun untuk tokoh harus terjun di desa adat untuk ngayah memberi sumbangsih pemikiran satrategis untuk pengembangan dan mamajukan  desa adat tanpa merubah tradisi dan budaya yang ada,” ungkapnya kepada media usai Seminar Nasional di gedung Giri Nata Mandala yang diinisiasi BPR Kanti belum lama ini.

Dengan demikian, lanjutnya, ketika itu sudah dijalankan, persoalan-persoalan yang muncul di desa adat pasti dapat dicegah atau diselesaikan dengan baik. Seperti misalnya konflik atau kepemilikan lahan oleh investor atau asing, tentu ke depan tidak akan terjadi karena desa adat kuat.

BACA JUGA:  Program Pertamina Ajak Pengecer Jadi Pangkalan Resmi

Kenapa persoalan investor terjadi, karena sebagai krama Bali tidak memikirkan secara simultan, hanya memikirkan secara parsial. Kalau dipikirkan secara simultan dijamin permasalah-permasalahan yang menyangkut desa adat dengan mudah dapat ditangani.

Amitaba yang juga Direktur BPR Kanti menyebut, sederhananya  persoalan yang menjadi musuh utama yang dihadapi di Bali sekarang seperti kemacetan. Dirinya memberikan solusi agar Pecalang Adat dihadirkan  dengan terintegrasi dengan digitalisasi setiap titik-titik kemacetan. Karena pecalang desa adat pasti tahu titik-titik rawan macet dan waktu macet di wilayahnya.
“Ajarkan dia cara pengaturan lalu lintas dan terkoneksi secara  digitalisasi. Dengan demikian persoalan di Bali dapat ditangani.

Pihaknya meyakini bahwa persoalan   persoalan Bali selesai hanya cukup dengan tiga kata  yaitu ‘Perkuat Desa Adat’. Dengan memperkuat desa adat, segala sesuatu yang ada dan terjadi di desa adat diketahui dan dipikirkan sebelumnya terkait gejolak atau permasalahan yang akan terjadi, namun sudah pikirkan terlebih dahulu hingga solusinya.

Selain itu, lanjut Amitaba, keberadaan Majelis Desa Adat (MDA) dengan konteks  hubungan MDA dengan desa adat untuk mengawal desa adat salah satunya yaitu keberadaan hukum adat yang kita kenal dengan  pararem yang dibuat desa adat harus didaftarkan ke MDA tujuannya agar pararem yang dibuat agar clear dari persoalan-persoalan hukum.

Misalnya seperti dulu keputusan hasil musyawarah atau suara terbanyak menjadi keputusan final, namun
sekarang sama dengan hukum NKRI yang harus patut dijunjung.

BACA JUGA:  Di hadapan PM Malaysia dan Presiden RI, Axiata dan Sinar Mas Teken Dua Perjanjian

Lebih jauh disampaikan, persoalan krama Bali yang banyak menjual lahan terhadap investor karena tuntutan kehidupan yang dirasakan berat di desa adat. Ditambahkan, BPR Kanti 11 tahun lalu, meluncurkan peluncuran buku Hukum Adat Bali, semacam kamus penyelesain hukum adat.

Tujuannya agar dia paham dalam menjalankan adat dan menjadi pedoman bagi Bendesa Adat agar  tidak boleh sewenang-wenang atau arogan  dalam menjalankan tugas atau mengambil keputusan   dan kewajibannya.

“Buku yang diterbitkan pada tahun 2014 tersebut itu tujuannya agar saat ada persoalan hukum adat bendesa tahu cara memecahkan masalah tersebut agar tidak diselesaikan dengan arogan. Termasuk juga generasi muda agar tidak takut untuk terjun di desa adat agar nantinya tidak timbul permasalahan kasepekang desa. Mari bersama ikut serta menjaga  dan memperkuat desa adat,” pungkas Amitaba. (Art)