Akademisi Lintas Negara Sumbang Gagasan untuk Konsep Pembangunan Bali

FST Ngurah Rai
International Guest Lecture bertema "Sustainable Development for Bali Island Towards the Vision of Golden Indonesia 2045”, bertempat di Auditorium UNR, Senin (9/12/2024).

DENPASAR, diaribali.com – Tiga perguruan tinggi, yakni Universitas Ngurah Rai (UNR) Denpasar, melalui Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Fakultas Teknik Universitas Hindu Indonesia (Unhi) dan, Fakultas Teknnologi Infrastruktur dan Kewilyahan (FTIK) Institut teknologi Sumatera (ITERA), berkolaborasi menggelar International Guest Lecture bertema “Sustainable Development for Bali Island Towards the Vision of Golden Indonesia 2045”, bertempat di Auditorium UNR, Senin (9/12/2024).

International Guest Lecture ini tergolong agenda besar, karena menghadirkan tiga narasumber dari tiga negara, yakni Prof. Dr. Walter Timo de Vries dari School of Engineering and Design Technical University of Munich Munchen, Germany, Prof. Shin-Huang Chen dari Civil Engineering National Central University Taiwan, dan Dr. Minh Kieu dari University of Auckland, New Zealand.

Para peserta, selain dari dosen dan mahasiswa UNR, ITERA dan Unhi juga hadir mahasiswa fakultas teknik dari Universitas Udayana (Unud), Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas), Universitas Warmadewa (Unwar), Universitas Mahendratta (Unmar), dan Universitas Dwijendra (Undwi)

Dekan FST UNR Dr. Ir. Putu Doddy Heka Ardana, ST., MT., IPM., menjelaskan, kolaborasi antar-perguruan tinggi (fakultas teknik) ini, berangkat dari kekhawatiran terhadap pembangunan Bali yang semakin tidak terkontrol atau jauh dari kata keberlanjutan.

Padahal keberlanjutan sangat penting dipikirkan dan dilakukan sebagai persiapan menuju Indonesia Emas tahun 2045, sesuai tema yang diusung. Menurut Doddy, dalam membangun sebuah daerah, diperlukan pandangan dari orang yang berada di luar daerah tersebut agar mendapatkan gambaran obyektif.

BACA JUGA:  Kebijakan atas Dedikasi, 12 Karyawan Perdiknas Terima Reward

“Untuk perbaikan di dalam, terkadang kita perlu meminta hasil potret orang luar. Kalau kita-kita yang di dalam ini, tentu kurang obyektif. Pandangan sempit bahkan menganggap semua baik-baik saja,” jelas Doddy didampingi Wakil Dekan Dr. Ir. Ni Kadek Astariani, ST., MT., IPM., ASEAN.Eng.

Terlebih Bali, lanjut dia, sebagai destinasi pariwisata dunia sangat memerlukan konsep pembangunan berkelanjutan. Sehingga pasca-seminar ini, diharapkan lahir gagasan-gagasan penting dari ketiga narasumber yang sangat berkompeten di bidangnya dan berasal dari negara maju.

Masing-masing narasumber bakal melakukan studi komparasi di pulau-pulau kecil di negaranya sebagai perbandingan. “Hasil studi itu kita jadikan acuan bahkan solusi untuk disampaikan ke pemangku kebijakan. Namun nilai kearifan lokal tetap kita pegang teguh karena sebagai roh Bali,” ujarnya.

Kegiatan ini didukung penuh oleh Rektor UNR Prof. Dr. Ni Putu Tirka Widanti, MM., M.Hum. Bahkan sebagai salah satu bentuk apresiasi, rektor secara khusus mementaskan Tari Joged Luwih sebagai ‘welcome dance’ yang telah dipersiapan hampir selama satu bulan.

Menurut Prof. Tirka, konsep pembangunan berkelanjutan relevan dengan napas UNR, yakni Tri Hita Karana, yang terdiri dari menjaga harmonisasi manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dengan sesama manusia (Pawongan) serta dengan alam (Palemahan).

“Semoga kita semua mendapatkan solusi dari kegiatan ini. Termasuk juga teman-teman dari ITERA Sumatera terkait pembangunan infrastruktur di sana,” kata Prof. Tirka.

BACA JUGA:  Kebijakan atas Dedikasi, 12 Karyawan Perdiknas Terima Reward

Pada kesempatan itu, Prof. Walter berfokus pada tantangan besar berupa kelangkaan lahan dan bagaimana mengelolanya, khususnya di tempat seperti Bali. Ia mencontohkan dari Singapura dan Monaco.

“Singapura telah menunjukkan bagaimana strategi kota, kepadatan penduduk meningkat dan tetap melindungi ruang hijau dengan memanfaatkan lahan yang terbatas,” sebutnya.

Sementara itu, Monaco telah melakukan reklamasi 20 persen daratannya dari laut. Ini merupakan hal yang mengesankan namun bukannya tanpa tantangan.

Prof. Walter berpendapat bahwa strategi-strategi seperti reklamasi mungkin berhasil di Bali, namun hal ini bukanlah solusi yang bisa diterapkan untuk semua pihak.

“Lingkungan dan budaya Bali yang unik membuat kita harus melakukan pendekatan ini dengan sangat hati-hati. Jadi, ini benar-benar tentang menemukan keseimbangan yang tepat antara pembangunan dan pelestarian,” pungkas Prof. Walter.

Sementara Dr Minh menyoroti bagaimana transportasi secara signifikan berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca di berbagai negara. Misalnya, Selandia Baru, Indonesia, dan Vietnam yang mengalami peningkatan emisi yang bervariasi.

Indonesia sendiri mengalami peningkatan emisi terkait transportasi sebesar 123 persen sejak tahun 2000, sedangkan di Vietnam peningkatannya bahkan lebih dramatis lagi yaitu sebesar 358 persen.

Ia juga menyinggung strategi untuk mengurangi jejak karbon transportasi dan meningkatkan keberlanjutan, khususnya dalam konteks ketahanan terhadap bencana alam. Jadi sudah saatnya seluruh komponen berpikir kritis mengenai emisi dan solusi transportasi berkelanjutan.

BACA JUGA:  Kebijakan atas Dedikasi, 12 Karyawan Perdiknas Terima Reward

Pada kesempatan yang sama, Prof. Chen, mengajak peserta untuk menyoroti hal yang dianggap sepele, yakni trotoar. “Trotoar mungkin sering kita anggap remeh,” singgung Prof. Chen.

Ia mengajak masyarakat untuk mengubah mindset tentang trotoar bahwa keberadannya sangat penting sebagai penghubung masyarakat dengan jaringan transportasi, sehingga berpengaruh pada kelancaran lalu lintas.

Ia mencontohkan, Taiwan telah mengubah trotoarnya selama bertahun-tahun untuk meningkatkan arus lalu lintas dan menjadikan kota lebih layak huni. “Hal ini merupakan pengingat bahwa sesuatu yang sederhana seperti trotoar dapat berdampak besar pada cara kita bergerak dan hidup di ruang perkotaan,” pungkas Prof. Chen. Ast/Zor