Solar Subsidi Dibajak Mafia

IMG-20251231-WA0026
Gudang Penimbun Solar subsidi saat digrebek Jajaran Polda Bali.

Denpasar, diaribali.com
Klaim pengawasan ketat penyaluran BBM bersubsidi di Bali runtuh di penghujung tahun. Aparat kepolisian mengungkap praktik penyelewengan Solar subsidi dalam skala besar yang justru melibatkan Agen BBM Industri resmi Pertamina Patra Niaga.
Pengungkapan ini disampaikan dalam konferensi pers Polda Bali, Selasa (30/12), terkait penyelidikan yang dilakukan sejak Jumat (12/12) di sebuah gudang di Jalan Pemelisan Genah Suci, Kelurahan Sesetan, Denpasar Selatan. Lokasi tersebut menjadi pusat penimbunan dan distribusi ilegal Solar subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali menemukan satu unit kendaraan Isuzu Panther dengan tangki modifikasi berkapasitas 1.000 liter yang mengangkut Solar subsidi ke gudang tersebut. Pemeriksaan lanjutan mengungkap total 9.900 liter Solar subsidi tersimpan di lokasi, lengkap dengan tiga mobil tangki, enam tandon berkapasitas masing-masing 1.000 liter, dua mesin pompa, serta kendaraan modifikasi lain untuk memindahkan BBM.
Solar subsidi itu, berdasarkan hasil interogasi, dijual kembali kepada konsumen kapal menggunakan mobil tangki milik PT LA—Agen BBM Industri resmi Pertamina Patra Niaga. Modus ini memperlihatkan bagaimana BBM yang disubsidi negara bocor ke pasar industri dengan harga komersial, menggerus hak publik sekaligus merugikan keuangan negara.
Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus mengakui kasus tersebut. Area Manager Communication, Relations & CSR, Ahad Rahedi, menyatakan perusahaan telah berkoordinasi dengan penyidik dan menjatuhkan sanksi kepada PT LA. “Sanksi terberat berupa Pemutusan Hubungan Usaha dapat diberlakukan sesuai hasil penyelidikan,” kata Ahad.
Meski menegaskan tidak menoleransi pelanggaran, kasus ini kembali memunculkan pertanyaan lama: seberapa efektif sistem pengawasan distribusi BBM bersubsidi yang selama ini diklaim berjalan ketat? Fakta bahwa ribuan liter Solar subsidi bisa dikumpulkan, dipompa, dan diperjualbelikan secara sistematis menunjukkan celah serius dalam pengendalian di lapangan.
Di akhir tahun, pengungkapan ini menjadi pengingat pahit bahwa subsidi energi masih rentan dibajak oleh jaringan terorganisir—bahkan dari dalam rantai distribusi resmi. Tanpa pengawasan yang transparan dan penindakan yang konsisten, janji “tepat sasaran” berisiko tinggal slogan.

Pertamina mengimbau masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran penyaluran BBM bersubsidi melalui Pertamina Contact Center 135. Namun publik menanti lebih dari sekadar imbauan: pembenahan sistemik agar subsidi negara benar-benar sampai ke tangan yang berhak. (Art)