Buku Bhaerawa Jnana akan Dibedah, Sulinggih Turut Beri Pandangan

Klungkung, diaribali.com–
Yayasan Padukuhan Sri Candra Bhaerawa (PSCB) kembali menelorkan buku anyar yang berjudul Bhaerawa Jnana setelah sebelumnya sukses merampungkan buku perdana yang berjudul Bhaerawa Jalanku.
Sebagai referensi umat Hindu tentang ajaran Bhaerawa, buku ini mengupas simbol-simbol dalam ajaran Bhaerawa serta maknanya. Selain itu buku ini juga untuk menjawab stigma negatif masyarakat yang menganggap Bhaerawa ajaran ekstrim atau seram.
Melalui buku karya kedua yang ditulis
Ida Pandita Dukuh Celagi Daksa Dharma Kirti
umat diajak berpikir jernih dan mengupas intisari dari sumber maupun lontar tentang ajaran pelepasan untuk melepaskan tiga ikatan utama, yaitu ilusi, ego, dan ketakutan.
Ketua Panitia Launching dan Bedah Buku Jro Mangku Wisnu Artha mengungkapkan, buku kali kedua ini mengangkat Baerawa Jnana. Alasannya, untuk memberikan pemahaman dan sudut pandang berbeda kepada masyarakat yang selama ini memberikan stigma negatif terhadap Bhaerawa. Padahal, Bhaerawa itu merupakan jalan melepaskan diri.
“Nanti akan tampil sebagai moderator dr. Wayan Mustika dan I Wayan Westa sebagai pembedah buku Bhaerawa Jnana,” imbuh Wisnu Artha.
Wisnu Artha berharap melalui bedah buku ini mampu memberikan pengetahuan dan alternatif dari ajaran Baerawa. Sekaligus untuk mengubah pemikiran masyarakat yang selama ini hanya mengetahui Bhaerawa melalui legenda atau mitos. “Kita ubah pemikiran negatif melalui pandangan lain tentang ajaran Baerawa nusantara, khususnya di Bali,” sambungnya.
Sementara Ida Dukuh Celagi memaparkan, pada buku pertamanya memuat terkait konsep Bhaerawa secara lebih luas. Namun, pada buku keduanya mengupas lebih spesifik makna dan simbol- simbol yang digunakan oleh Sadhaka (penganut) Bhaerawa.
Buku kedua ini akan dilaunching pada Sabtu (30/8) nanti di Yayasan Padukuhan Sri Candra Bhaerawa, Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Klungkung yang akan dihadiri Sedhaka dan Sulinggih yang turut memberikan akan memberikan tanggapan dan pandangannya terkait ajaran Bhaerawa, sehingga diharapkan mampu membuka dialog yang sehat dan bermanfaat.
Tidak kalah penting, buku ini akan dibedah oleh penulis kenamaan yaitu dr. Wayan Mustika. Buku Bhaerawa Jnana nantinya dapat diperoleh melalui Rumah Semesta yang menjadi mitra distribusi. “Kami ingin buku ini bisa diakses lebih luas, sehingga masyarakat tidak hanya mendengar stigma negatif, tapi bisa memahami langsung dari sumbernya,” tambah dia.
Peserta akan diajak membedah ajaran Bhaerawa lewat buku Bhaerawa Jnana. Buku ini juga menyambung ini karya pertamanya, Bhaerawa adalah Jalanku, yang disebut mendapat sambutan positif dan diminati banyak kalangan.
Sebagai seorang praktisi Bhaerawa, Ida Dukuh Celagi sangat memahami esensi ajaran serta teknik meditasinya.
“Di zaman sekarang, ada pergeseran dalam penggunaan sarana yang sering dianggap terlalu ekstrem. Padahal, simbol-simbol itu bisa digantikan dengan bentuk yang lebih sederhana namun tetap bermakna. Misalnya, tulang diganti dengan kayu yang sudah terbakar, atau tengkorak diganti dengan kelapa maupun kerang yang disucikan,” jelasnya.
Bhaerawa Jnana, lanjut Ida Pandita Dukuh Celagi, menegaskan bahwa inti dari ajaran Bhaerawa adalah konsep pembebasan. Konsep ini menekankan pada kemampuan seorang sadaka untuk melepaskan tiga ikatan utama, yaitu ilusi, ego, dan ketakutan.
“Ketika seseorang mampu membunuh ilusi, ego, dan ketakutan, maka ia akan berjalan bebas tanpa ikatan. Artinya tanpa rasa takut, tanpa keterikatan pada ilusi, dan tanpa terbelenggu ego,” ungkap Ida Pandita Dukuh Celagi.
Sayangnya, pemahaman masyarakat umum selama ini kerap melenceng. Ajaran Bhaerawa sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif, bahkan dianggap sesat. Pandangan tersebut, menurut Ida Dukuh, muncul akibat proses panjang “pembunuhan karakter” terhadap ajaran ini. “Dulu, ajaran Bhaerawa sering dicap buruk, akhirnya orang takut mendalami, bahkan meninggalkannya,” tambahnya.
Hal menarik lainnya, menurut Ida Dukuh Celagi, ajaran Bhaerawa bukanlah sebuah agama, melainkan jalan atau filsafat yang bisa diikuti siapa saja. Karena itu, pengikut ajaran ini tidak hanya berasal dari Hindu. “Bhaerawa adalah ajaran, bukan agama. Siapapun boleh mengikuti. Namun, kalau karma seseorang tidak terkait dengan ajaran ini, mungkin ia tidak akan pernah bertemu dengan Bhaerawa,” tuturnya. (Art).