Tim Penyuratan Pararem Unwar Sasar Desa Adat Dalem Yangapi, Tabanan

IMG_20250813_073151
Tim Pkm Penyuratan Awig-awig Universitas Warmadewa bersama Prajuru Desa Adat Dalem Yangapi, Tabanan.

Tabanan,diaribali.com-
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor: 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali memberikan amanat  setiap Desa Adat wajib memiliki awig-awig.  Memang apabila dilihat dari historisnya, Desa Adat bersifat  otonom, artiya memiliki kewenangan mengatur urusan internalnya.

Setiap Desa Adat mempunyai kewenangan membuat awig-awig, yang tujuannya adalah adanya suatu ketertiban dalam kehidupan masyarakatnya. Awig-awig pada awalnya memang tidak tertulis, namun seiring perkembangan waktu, diupayakan awig-awig itu dibuat tertulis untuk memudahkan dalam pelaksanaannya.

Awig-awig sedapat mungkin dirancang sedemikian rupa, sehingga  mampu mengantisipasi perkembangan yang terjadi di masyarakat. Membuat awig-awig  tertulis ataupun merevisinya oleh masyarakat, juga memerlukan pemahaman dari prajuru desa adat, apalagi isi awig-awig atau  pararem dari aspek hukum yang tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, dan ketentuan hukum positif lainnya. Berdasarkan hal tersebut dalam rangka memberdayakan masyarakat Desa Adat perlu dilakukan kegiatan sosial untuk memberikan pemahaman bidang hukum.

Berdasarkan kondisi masyarakat demikian, tim pengabdian Universitas Warmadewa (Unwar) yang  diketuai oleh Dr. I Ketut Sukadana, S.H.,M.H, beranggotakan Dr. Ni Made Jaya Senastri, S.H.,M.H,  Dr.  I Made Gianyar, S.H.,M.H.,M.Kn, serta dibantu oleh  mahasiswa, menyelenggarakan kegiatan pendampingan   penyuratan penyuratan pararem penyahcah awig-awig di Desa Adat Dalem Yangapi, Desa Abiantuwung, Kediri, tabanan.

“Tujuan kegiatan ini adalah memberdayakan masyarakat Desa Adat dan juga dalam rangka memberikan pemahaman hokum, sehingga hukum adat yang diterapkan sinergis dengan hukum positif (hukum Negara)”, ujar Sukadana yang merupakan dosen senior bidang Hukum Adat di Fakultas Hukum Unwar belum lama ini.

Menurut Sukadana, pembuatan norma hukum (adat) sebagaimana dimuat dalam awig-awig atau pararem  mesti disesuaikan dengan perkembangan jaman. Hal yang tidak kalah pentingnya yaitu pemahaman hukum  bagi Prajuru Desa Adat dalam rangka menangani dan menyelesaikan wicara (perkara adat).

Lebih lanjut dikatakan, kegiatan penyuratan pararem ini penting dilakukan sebagai implementasi dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, yang di dalam ketentuan Pasal 18 ayat (3) mensyaratkan bahwa awig-awig dan pararem itu harus disuratkan. Pararem yang  dibuat tertulis (tersurat) akan lebih mudah dalam pelaksanaannya bagi prajuru Desa Adat. Adapun wujud kegiatan yang dilakukan yaitu ceramah, identifikasi  dan dilanjutkan dengan pendampingan penulisan pararem penyahcah awig-awig.

Sukadana mengharapkan hasil kegiatan pengabdian  ini, segera  dapat kasobyahan  kepada krama desa, sebelum  diberlakukan oleh prajuru desa. Hal ini dimaksudkan agar krama desa mengetahui dan memahami adanya aturan yang mengikat demi tercapainya kasukretan skala-niskala  di Desa Adat.

Sementara itu Bandesa Adat Dalem Yangapi, I Made Artana, S.E yang didampingi oleh prajuru lainnya,   menyambut baik kegiatan pengabdian ini, dengan mengucapkan banyak terima kasih kepada Universitas Warmadewa sebagai kampus yang  peduli terhadap masyarakat  melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM).

“Ini ibarat gayung bersambut, kegiatannya sangat bermanfaat karena sesuai kebutuhan Desa Adat saat ini yang baru saja selesai menyusun  awig-awig.”  Harapan ke depannya kegiatan ini tidak berhenti sampai disini saja, melainkan bisa berkelanjutan dalam berbagai bidang lain, karena permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat desa adat sangat komplek.  (Art)