Jaga Kesakralan, Forkopimcam Denpasar Utara Gelar Rakor Malam Pengrupukan
![WhatsApp Image 2025-02-11 at 19.23.14](https://diaribali.com/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2025-02-11-at-19.23.14-1024x768.jpeg)
Denpasar, diaribali.com
Upaya melindungi nilai sakral dan filosofis dari perayaan Malam Pengerupukan dan Hari Suci Nyepi Caka 1947, Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Denpasar Utara menggelar rapat koordinasi di Kantor Kecamatan Denpasar Utara, Selasa (11/2). Dalam rapat ini juga turut dilaksanakan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh, yang menitikberatkan pada larangan penggunaan sound system dalam parade ogoh-ogoh di Kota Denpasar.
Tampak hadir dalam kesempatan tersebut Kadisbud Kota Denpasar, Raka Purwantara, Kasatpol PP Kota Denpasar, AA Ngurah Bawa Nendra, Kaban Kesbangpol Kota Denpasar, AA Ngurah Dharma Putra, Kepala Bagian Hukum sekaligus Plt. Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Kota Denpasar, Komang Lestari Kusuma Dewi,
Hadir pula Kapolsek Denpasar Utara, Danramil 1611-01 Dentim, Manager ULP PLN Denpasar, perwakilan MDA Kota Denpasar, Ketua LPM Kec. Denpasar Utara, Ketua Sabha Upadesa Kec. Denpasar Utara, Ketua PHDI Kec. Denpasar Utara, Sabha Yowana Kec. Denpasar Utara, Perbekel/Lurah, Jro bendesa adat sajebag Denpasar Utara dan Kepala Puskesmas se Kec. Denpasar Utara.
Dalam forum ini, Forkopimcam menegaskan pentingnya menjaga ketertiban dan keluhuran budaya dalam perayaan Malam Pengerupukan dan Hari Suci Nyepi.
Plt. Asisten Pemerintaha dan Kesra, Komang Lestari Dewi, SH, MH menyampaikan bahwa Perda Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh merupakan regulasi yang bertujuan untuk menjaga nilai budaya dan tradisi dalam pembuatan serta parade ogoh-ogoh. Salah satu poin utama dalam perda ini selain sebagai bagian dari pelestarian budaya Bali yakni pelarangan penggunaan sound system dalam parade ogoh-ogoh di Kota Denpasar.
Dikatakannya, Perda ini juga menyoroti berbagai aspek dalam pelestarian ogoh-ogoh, termasuk standar pembuatan, tata cara parade, hingga sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.
“Tujuan utama dari regulasi ini adalah untuk mengembalikan parade ogoh-ogoh ke akar budayanya, di mana kreativitas dan seni rupa menjadi fokus utama, bukan penggunaan sound system yang justru mengurangi nilai sakral dari perayaan tersebut,” ujarnya.
Menurut Kadisbud Kota Denpasar, Drs. Raka Purwantara, MAP, regulasi ini dihadirkan sebagai upaya melindungi nilai sakral dan filosofis dari perayaan Malam Pengerupukan. Dimana, tradisi ogoh-ogoh merupakan bagian dari ritual keagamaan umat Hindu di Bali yang memiliki makna mendalam dalam menyambut Hari Suci Nyepi. Dengan adanya perda ini, kita ingin memastikan bahwa pawai ogoh-ogoh tetap berlangsung dalam nuansa yang sesuai dengan adat dan budaya Bali.
“Perayaan Nyepi tahun ini juga akan bersinggungan dengan rangkaian perayaan hari raya Idul Fitri sehingga perlu perhatian khusus agar terjaganya kerukunan antar umat beragama di wilayah Denpasar Utara,” tambahnya.
Camat Denpasar Utara, I Wayan Yusswara, S.STP., M.Si mengatakan bahwa salah satu poin penting yang dibahas dalam rapat koordinasi adalah larangan penggunaan sound system dalam parade ogoh-ogoh. Larangan ini telah diatur dalam Perda Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 dan akan mulai diterapkan secara tegas pada tahun ini.
“Kami instruksikan kepada Perbekel dan Lurah di wilayah Denpasar Utara agar mengadakan koordinasi dengan para stakeholder di wilayahnya sehingga dapat meminimalisir pelanggaran yang terjadi saat malam pengerupukan,” tambahnya.
Kapolsek Denpasar Utara, IPTU I Wayan Juwahyudi, SH, MH menjelaskan bahwa penggunaan sound system dalam pawai ogoh-ogoh sering kali menimbulkan berbagai permasalahan, seperti kebisingan yang berlebihan, gangguan ketertiban umum, hingga potensi gesekan antar kelompok.
“Kami telah menerima banyak laporan terkait penggunaan sound system yang justru mengurangi esensi dari parade ogoh-ogoh. Selain itu, sering kali terjadi persaingan antar kelompok dalam hal penggunaan musik, yang pada akhirnya justru memicu konflik di lapangan,” jelasnya.
Telah diketahui bersama bahwa Pemerintah Kota Denpasar telah mengadakan berbagai sosialisasi kepada sekaa teruna mengenai pentingnya menaati aturan ini. Bendesa adat dari berbagai desa di Denpasar Utara turut berperan meskipun pada awalnya sempat menimbulkan pro dan kontra, banyak pihak akhirnya memahami tujuan utama dari perda ini.
Dimana, Sejumlah sekaa teruna di Denpasar Utara mengaku siap mendukung aturan tersebut demi menjaga keluhuran budaya ogoh-ogoh. Rapat koordinasi yang digelar oleh Forkopimcam Denpasar Utara ini menjadi langkah penting dalam memastikan pelaksanaan Malam Pengerupukan dan Hari Suci Nyepi Tahun Caka 1947 berjalan dengan lancar dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya sosialisasi mengenai Perda Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Ogoh-Ogoh, diharapkan seluruh pihak dapat memahami dan mematuhi aturan yang bertujuan untuk menjaga nilai budaya serta ketertiban dalam perayaan ini.
“Pelarangan penggunaan sound system dalam parade ogoh-ogoh menjadi langkah penting dalam mengembalikan nilai sakral dari tradisi ini. Dengan adanya komitmen dari pemerintah, aparat keamanan, desa adat, serta sekaa teruna, diharapkan perayaan Nyepi tahun ini dapat berlangsung dengan lebih tertib, aman, dan tetap menjunjung tinggi warisan budaya Bali,” ujarnya. (Hmd/get)