Made Sudiarsa, I Nyoman Pageh, Merta Surya.

‘Trio’ Dibalik Megahnya Bade Mas Tangkas Kori Agung-Kuta Waringin

Bagikan

Amlapura, diaribali.com

Dibalik megahnya dan menjulang tinggi Bade Mas semeton Tangkas Kori Agung-Kuta Waringin mampu menghasilkan mahakarya yang bakal menjadi sejarah baru di Desa Angantelu, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem dengan karyanya yang spektakuler.

Trio seniman putra Antiga yang menjadi pemikir perancangan Bade Mas ini yang saling berhubungan dan memiliki kemampuan masing-masing. Adalah Nyoman Pageh, sebagai undagi yang terkenal tidak hanya saat ini saja. Banyak karya badenya yang sudah melanglang buana ke beberapa daerah di Bali, bahkan sampai ke Lombok.

Disusul seniman muda Merta Surya (Moleh) , memiliki pengalaman arsitek yang dipadukan dengan kemampuan sikut Bali (asta Kosala kosali) sekaligus memadukan teknik kontruksi, menjadikan karya Bade ini mudah digarap dan meringankan beban pengangkatan Bade yang berberat sekitar 2-4 ton.

Kemudian, bakat seni otodidak seorang Made Sudiarsa (sinab) dibidang tapel, turut menyempurnakan megahnya Bade tumpang 7 ini, ornamen berbagai tapel yang menghiasi badan Bade ini mempercantik dan menegaskan unsur seni.

Meski sama- sama merantau tiga putra Antiga ini dapat berkumpul kembali saat momentum ngaben massal, pemikiran-pemikiran tiga orang inilah yang menghasilkan karya seni untuk dipersembahkan kepada leluhur dibantu krama dadia dengan spirit ‘Menyala’ yang pantang redup sejak awal hingga memasuki puncak acara.

Setelah melalui proses perancangan yang memakan waktu tidak sebentar ini, kurang lebih 2-3 bulan dan melibatkan tenaga yang banyak, akhirnya perancangan dan waktu pengerjaan yang dimaping oleh perancang sesuai target pengerjaan.

“Ini bukan sebagai ajang pamer, namun terpenting adalah rasa bhakti dan hasil karya seni kekunoan yang patut dijaga dan dilestarikan keberadaannya sebagai warisan adi luhung.” kata Pageh seraya menyampaikan menggemari seni bade sejak kelas tiga sekolah dasar sudah mampu membuat miniatur bade sebagai mainan serta menekuninya hingga saat ini.

Menurutnya, berlandaskan semangat gotong-royong manah lascarya menjadi pondasi bentuk penghormatan terakhir untuk leluhur atau mendiang keluarga yang akan diaben, memantik apapun yang dikerjakan dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu tanpa ada rasa tanggung-tanggung.

“Ceraken atau rangka bade masih menggunakan sikut kekunoan. Selain menjaga kekuatan bade, sikut warisan leluhur yang bernama ‘gegulak’ tetap terjaga dan dilestarikan,” ungkapnya dengan penuh senyum sumringah seraya mengucapkan terima kasihnya kepada semua pihak yang bahu- membahu membantu menyukseskan bade yang dirancang dapat berdiri sesuai harapan dan rencana.

Bade ini bukan Bade yang pertama yang dipersembahkan oleh semeton Tangkas -Kuta Waringin. Sebelumnya pada tahun 2016 juga sempat merancang dan mempersembahkan Bade yang megah, namun kali ini lebih spektakuler dan menyedot perhatian masyarakat dan warganet.

Bade ini bakal digunakan sebagai sarana penghantar sawa dalam prosesi ngaben massal Semeton Tangkas Kori Agung- Kuta Waringin pada puncak acara, Rabu (14/8/2024) nanti.

Berdiri megahnya Bade yang memiliki tinggi 32 meter ini menjadi perhatian masyarakat Angantelu, Karangasem maupun orang luar yang penasaran dengan karya undagi lokal Angantelu ini yang di pajang di Jebag Desa Antiga.

Momentum ini juga menunjukkan seni di Desa Antiga hidup dan berkembang, dan menunjukkan bahwa putra daerah memiliki seni yang tak kalah dengan karya seni di daerah lain di Bali.

“Satu hal yang harus diingat adalah bahwa keberadaan diri kita saat ini sebenarnya sebuah kelanjutan dari eksistensi sebelumnya,” Pungkasnya. (Get)