Kecolongan! Tindakan Asusila kembali Terjadi, Ini Kata Akademisi

index
I Kadek Satria

Denpasar, Diari Bali
Kasus tindakan asusila di tempat atau kawasan suci kembali terjadi di Bali. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu yang diduga terjadi di kawasan Gunung Batur, Bangli yang dilakukan oleh wisatawan asing yang menyedot perhatian publik dan viral di media sosial.

Akademisi Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar I Kadek Satria, Kamis (22/4) menyayangkan atas kejadian tersebut. Ia menilai perlu ketegasan dilakukan pengelola seperti Desa Adat maupun pelaku wisata.

Mestinya, sambung Satria, pengelola harus melakukan pendampingan kepada wisatawan yang hendak berkunjung atau mendaki Gunung Batur, agar tidak melakukan kesalahan terlebih dahulu, kemudian setelah terjadi kesalahan baru kebakaran jenggot.

“Pendampingan perlu dilakukan terhadap wisatawan, karena nanti akan beralasan tidak tahu. Kalau sudah diberi tahu toh juga melakukan tindakan kesalahan, tentu bisa diambil tindakan hukum,” tegasnya.

Atas kejadian ini, Satria menilai kurang ketat dalam pengawasan kawasan wisata. Kekurang ketatan inilah yang menyebabkan terjadi kesalahan yang dilakukan WNA. Wisatawan akan tidak tahu karena kurang paham terhadap budaya suci.

Menurut pandangannya, bule atau wisatawan memiliki pemikiran bebas sesuai budaya barat, di mana pun bisa melakukan tindakan asusila, sedangkan budaya timur memiliki norma tertentu yang melarang melakukan hubungan seksual, terlebih di tempat suci. Namun, selaku pengelola kawasan wisata saat ini belum optimal terhadap batasan, peraturan resmi, serta pendampingan terhadap wisatawan.

BACA JUGA:  Biang Kemacetan di Kawasan Patung Titi Banda

“Jangan salahkan dia melakukan tindakan-tindakan tertentu, karena kita kurang adanya pendampingan, sedangkan kita hanya memantau di kawasan- kawasan tertentu saja. Kita perlu ketat untuk menjaga kawasan atau lingkungan suci terutama yang digunakan sebagai tempat wisata,” imbuhnya menambahkan.

Selain pendampingan, perlu adanya sinergi antara Desa Adat, pelaku wisata dan PHDI. Perlu adanya sinkronisasi agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat diminimalisir persoalan-persoalan seperti ini.

Kemudian, lanjut Satria, karena telah menodai kawasan Gunung Batur, tentu perlu dilakukan upacara pembersihan. Namun, kembali ke Desa Adat setempat yang ada disana, seperti apa pelaksanaannya.

Pembersihan tetap perlu dilakukan dalam rangka mempertahankan kesucian kawasan suci. Tetapi, jika Desa Adat atau pemerintah tidak mengeluarkan norma-norma, peraturan dan pendampingan, hal serupa kemungkinan besar akan kembali terjadi. (Red)