Dunia Pendidikan (Seharusnya dan Realitanya)
Oleh: I Komang Adi Saputra
Pendidikan merupakan salah satu aspek krusial dan fundamental dalam menghadirkan kemajuan bagi sebuah bangsa. Pendidikan juga dipecaya mampu merubah kehidupan seseorang. Realitas seperti demikian terefleksi di negara-negara yang memiliki indeks pendidikan mentereng, keadaan ekonomi negaranya cenderung baik, hal tersebut seirama dengan kualitas hidup masyarakatnya. Pendidikan laksana cahaya pelita dalam kegelapan, eksistensinya mampu menunjukkan jalan perubahan, menetaskan kesadaran, dan melestarikan keadilan. Seperti uangkapan -Pramoedya Ananta Toer- “Pendidikan bisa membawa orang-orang sederhana dan primitif ke dunia angan-angan yang tak bisa diukur dengan meteran ketinggiannya”.
Di tanah air ini, kemuliaan alam pendidikan telah dinistakan. Baru-baru ini disalah satu universitas, seorang rektor dengan beberapa jajarannya terkena operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lantaran menerima uang suap peneriman mahasiswa baru senominal 100 sampai 350 juta rupiah per-satu orang calon mahasiswa. Institusi yang seharusnya mencetak manusia-manusia berintegritas dan berprinsif justru menjadi sarang tikus-tikus bertoga. Tindakan seperti demikian adalah bentuk penghinaan terhadap marwah dunia pendidikan.
Peran Lembaga Pendidikan
Kampus semestinya menjadi samudra pengetahuan, sarang intektual-intektual dan menjadi tujuan setiap insan yang haus akan ilmu pengetahuan. Dunia kampus sangat kohesif dengan embrio kejayaan peradaban manusia. Orang datang ketempat ini dalam keadaan lapar pengetahuan dan mesti pergi dalam keadaan kenyang. Kampus juga harus menjamin kebebasan bagi setiap warganya, yakni bebas berfikir, berpendapat, dan berekspresi, seperti konsep kampus merdeka yang diusung oleh Kemendikbud. Dalam konsep kampus merdeka ini masiswa/mahasiswi mestinya sungguh-sungguh merdeka, yakni merdeka dalam berpikir termasuk menyuarakan isi pikirannya karena aktivitas berfikir merupakan proses dari belajar/merdeka belajar.
Kampus adalah tempat yang menjunjung tinggi prinsip egaliter, tanpa ada disparitas, pengklasifikasian apalagi diskriminasi. Kampus juga harus berpegang teguh pada demokrasi, dan menjadi benteng pertahanan demokrasi, memelihara tradisi berfikir, mengadopsi patron interaksi yang dialektis, dan permisif terhadap kritik dan perdebatan. Dalam atmosfer pendidikan kampus yang baik, nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, humanisme, dan progresivitas akan terbentuk secara alamiah dalam diri seseorang.
Realita di Lapangan
Apakah tempat yang seharusnya menjadi samudra pengetahuan ini sudah memenuhi kriteria tersebut? Tampaknya belum sepenuhnya demikian. Feodalisme dalam dunia pendidikan masih kerap kali ditemukan. Minimnya keterlibatan mahasiswa dalam proses perumusan arah kebijakan lembaga, pragmatisme lembaga yang kerap kali menjadi penghambat proses perkembangan peserta didik, serta praktik koruptif yang menggerogoti alam pendidikan. Hal yang tidak kalah penting juga adalah ihwal kesejarteraan tenaga pendidik. Bilamana tenaga pendidik masih harus memperjuangkan penghidupannya, pikirannya digentayangi ketidakcukupan ekonomi, lalu bagaimana mereka bisa secara fokus merumuskan metode-motode pengajaran terbaik? Problem seperti demikian tentu akan sangat mempengaruhi kualitas SDM yang dihasilkan, dalam sekala yang lebih luas realitas seperti demikian akan mempengaruhi proses kemajuan sebuah bangsa.
Berdasarkan data yang dipublikasi oleh World Population Review pada tahun 2021 lalu Pendidikan Indonesia masih berada di peringkat ke-54 dari total 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan dunia. Dikawan Asia Tenggara peringkat pendidikan Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Serta tingkat kesadaran literasi di Indonesia juga relatif rendah.
Dilihat secara historis peran dunia pendidikan terhadap kemerdekaan Indonesia sangat krusial dan signifikan. Para pendiri bangsa bisa memiliki kesadaran nasionalisme dan kemampuan merumuskan pendirian sebuah negara tidak terlepas dari ilham yang diterima dari pendidikan. Para pionir kemerdekaan seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir, sampai Ki Hajar Dewantara merupakan pemikir-pemikir besar yang pernah dilahirkan di bumi nusantara juga tidak terlepas dari jamahan dunia pendidikan. Semestinya kita sebagai pewaris kemerdekaan bisa meniru para bapak bangsa dalam mengisi kemerdekaan ini. Kampus bilamana menjadi tempat dan penstimulus bagi kemerdekaan berfikir, niscaya akan mampu melahirkan para pemikir.